Kisah Shrim, Penyelamat Ratusan Warga Yazidi Tawanan ISIS

Jum'at, 19 Januari 2018 - 11:55 WIB
Kisah Shrim, Penyelamat Ratusan Warga Yazidi Tawanan ISIS
Kisah Shrim, Penyelamat Ratusan Warga Yazidi Tawanan ISIS
A A A
DOHUK - Telepon Abdullah Shrim, 43, hampir tidak pernah berhenti berdering. Sebagian besar panggilan dan pesan dari warga Yazidi yang meminta bantuan untuk menemukan keluarga mereka yang ditawan ISIS. Panggilan lain berasal dari orang-orang yang mengancam akan membunuhnya.

Sejauh ini, Shrim, pria murah senyum yang suka berteman ini telah menyelamatkan 338 anggota komunitas Yazidi yang ditawan kelompok Islamic State atau ISIS. Hampir semua tawanan berasal dari Suriah. Perannya sebagai penyelamat ini jauh dari latar belakangnya sebagai peternak lebah dan pebisnis.

”Saya tidak berpikir sejenak bahwa saya bisa terlibat di ladang penyelamatan, untuk menyelamatkan seseorang,” kata Shrim, di rumahnya di sebuah desa dekat Kota Dohuk, wilayah Kurdistan di Irak.

ISIS menyerbu kota-kota Yazidi di dekat Gunung Sinjar, di Irak utara, pada bulan Juni 2014. Kelompok radikal ini dilaporkan menjalankan misi pemusnahan etnis minoritas itu dengan alasan tidak beriman.

Ratusan pria etnis minoritas itu tewas dan perkiraan lebih dari 6.000 orang lainnya—kebanyakan wanita—diambil sebagai budak seks.

Beberapa bulan setelah ISIS diusir dari sebagian besar wilayah Irak dan Suriah, setengah dari tahanan Yazidi masih hilang. Beberapa di antaranya telah terbunuh, sementara yang lain diyakini telah dibawa ke Turki oleh ISIS atau dijual ke “lingkaran perdagangan” manusia. Shrim dan yang lainnya, percaya bahwa ratusan tawanan masih hidup dan berada di Suriah.

Saudaranya Ditawan

Shrim sendiri memiliki 56 saudara yang jadi tawanan ISIS. Beberapa bulan setelah mereka diculik, salah satu keponakannya berhasil menghubunginya dari Raqqa—bekas wilayah kekuasaan ISIS di Suriah—untuk memohon bantuan. Shrim yang telah tinggal dan bekerja di Kota Aleppo, Suriah, bergegas melakukan misi penyelamatan.

”Saya menelepon teman-teman saya di sana dan bertanya apa yang bisa saya lakukan untuk menyelamatkan mereka?,” kata Shrim.

”Mereka menasihati saya untuk bekerja sama dengan penyelundup rokok. ISIS menganggap rokok haram (terlarang di bawah hukum Islam), jadi orang yang menyelundupkan rokok terbiasa dengan banyak bahaya,” ujarnya.

Shrim, komunitas Yazidi dan milisi Kurdi lainnya kemudian membangun jaringan. Awalnya dia pergi ke Suriah sendiri di daerah-daerah yang dikendalikan oleh orang-orang Kurdi Suriah yang bersimpati. Tapi setelah perselisihan antara pihak Kurdi Irak dan Suriah, itu menjadi tidak mungkin.

Kemudian ISIS mengusir orang Kurdi yang tinggal di Raqqa. Setelah itu, Shrim mengatakan bahwa mereka harus bergantung pada orang Arab Arab untuk membantu mereka, dan penyelamatan menjadi lebih sulit.

Informan Pengiriman Roti

Menurut Shrim, para milisi yang terlibat penyelamatan dengannya membutuhkan uang untuk pembebasan para wanita dan anak gadis yang ditawan ISIS. Besarannya antara USD3.000 hingga sekitar USD15.000. Pasukan Amerika Serikat (AS) dan Irak menolak untuk terlibat dalam menyelamatkan warga sipil itu melalui misi seperti itu.

Uang untuk operasi penyelamatan sebagian besar berasal dari sumbangan pribadi dari warga Kurdistan, Eropa dan AS.

”Mungkin 2 persen dari uang itu masuk ke ISIS,” kata Shrim. ”Uang masuk untuk menyewa rumah, kita membeli toko roti dan pertokoan, siapa yang membantu kita mungkin meminta uang. Jika seseorang terbunuh bekerja untuk kita, kita memberi uang kepada keluarga mereka Jika orang lain ingin menikah, kita bantu dia menikah. Tidak ada yang memberimu informasi tanpa meminta sesuatu,” tutur Shrim.

Shrim mengatakan, sekarang ISIS sudah hampir habis dan dia mengungkap metode penyelamatan ratusan sandera. Mereka yang terlibat misi itu—termasuk pemilik toko roti dengan informan yang mengantarkan roti untuk menentukan apakah ada wanita dan anak-anak Yazidi di dalam rumah pelanggan.

Informan wanita dikirim dari pintu ke pintu, menjual coklat atau pakaian untuk masuk ke rumah-rumah di mana mereka dia bisa melihat wajah wanita yang belum terungkap. Ketika mereka menemukan wanita yang mereka cari, mereka akan menyetujui sebuah rencana untuk membantu mereka melarikan diri.

Shrim mengatakan misi itu sangat berbahaya. Sebab, lima pria dan seorang wanita muda yang bekerja dengan jaringannya di Suriah dieksekusi oleh ISIS setelah tertangkap.

”Saya merasa paling sedih dengan wanita itu,” kenang Shrim. ”Dia tidak kenal takut, pejuang terhebat yang saya miliki. Dia terbunuh setelah kami mengirimnya untuk menyelamatkan seorang gadis yang sedang kami ajak bicara di telepon, tapi gadis itu diawasi oleh ISIS.”

Shrim mencatat bahwa anak laki-laki di wilayah itu jauh lebih banyak daripada anak perempuan. Dia mengaku belajar untuk berbeda.

”Masyarakat Timur kita berpikir bahwa wanita tidak dapat melakukan apapun, tapi ketika saya mulai membiakkan lebah, saya melihat bahwa seluruh kerajaan lebah diperintah oleh lebah betina,” katanya. ”Suatu hari saya berharap, dunia akan diperintah oleh wanita dan bukan laki-laki.”

Shrim melanjutkan bahwa ISIS mengirimkan ancaman kematian secara teratur. Salah satunya menempelkan foto dirinya di samping mobilnya di Dohuk untuk memberi tahu dia bahwa mereka tahu di mana bisa menemukannya.

”Tapi saya pikir hidup saya tidak ada artinya dibandingkan dengan air mata dari seorang gadis berusia 12 tahun yang telah diperkosa,” katanya, seperti dikutip dari NPR, Jumat (19/1/2018).
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3036 seconds (0.1#10.140)