Dublin Cabut Gelar Prestisius Aung San Suu Kyi
A
A
A
DUBLIN - Ibu Kota Irlandia, Dublin, telah membatalkan sebuah gelar kehormatan dari pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi. Pencabutan itu dilakukan di tengah kecaman internasional atas tanggapannya terhadap pembersihan etnis Muslim Rohingya di negara bagiannya di Barat.
Mayoritas anggota dewan kota Dublin memilih untuk mencabut gelar Freedom of City dari Aung San Suu Kyi seperti dikutip dari Time, Kamis (14/12/2017).
Dalam mencabut gelar tersebut, yang diberikan pada tahun 1999, para anggota dewan tersebut mengutip kegagalan mantan pembela demokrasi itu untuk mengutuk kekejaman yang dilakukan militer terhadap Rohingya. Rohingya adalah sebuah etnis minoritas Muslim yang telah lama menghadapi diskriminasi di Myanmar.
Suu Kyi, yang jabatan resminya adalah Penasihat Negara, tidak memiliki pengaruh atas tentara otonom dan menolak untuk mengakui tindakannya di negara bagian Rakhine, bahkan saat PBB mendokumentasikan tuduhan pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran yang dilakukan oleh tentara.
Tindakan keras yang dipimpin tentara tersebut telah mendorong eksodus lebih dari 646.000 orang Rohingya sejak Agustus. Kepala hak asasi manusia PBB telah memperingatkan bahwa kampanye militer yang sangat brutal mungkin termasuk unsur genosida.
Di tengah pelanggaran tersebut, kritik internasional telah datang untuk menggantikan pengakuan dan sejumlah hadiah yang pernah dihujani Suu Kyi, yang menghabiskan 15 tahun di bawah tahanan rumah untuk melakukan demonstrasi tanpa kekerasan terhadap junta negaranya. Beberapa penghargaan pemenang Nobel lainnya baru-baru ini dicabut atau sedang dibahas untuk dicabut, termasuk penghargaan Freedom of City serupa di Oxford, London dan Sheffield.
Bulan lalu, musisi Bob Geldof mengembalikan gelar Freedom of City untuk memprotes asosiasi penghargaan tersebut dengan Suu Kyi.
Mayoritas anggota dewan kota Dublin memilih untuk mencabut gelar Freedom of City dari Aung San Suu Kyi seperti dikutip dari Time, Kamis (14/12/2017).
Dalam mencabut gelar tersebut, yang diberikan pada tahun 1999, para anggota dewan tersebut mengutip kegagalan mantan pembela demokrasi itu untuk mengutuk kekejaman yang dilakukan militer terhadap Rohingya. Rohingya adalah sebuah etnis minoritas Muslim yang telah lama menghadapi diskriminasi di Myanmar.
Suu Kyi, yang jabatan resminya adalah Penasihat Negara, tidak memiliki pengaruh atas tentara otonom dan menolak untuk mengakui tindakannya di negara bagian Rakhine, bahkan saat PBB mendokumentasikan tuduhan pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran yang dilakukan oleh tentara.
Tindakan keras yang dipimpin tentara tersebut telah mendorong eksodus lebih dari 646.000 orang Rohingya sejak Agustus. Kepala hak asasi manusia PBB telah memperingatkan bahwa kampanye militer yang sangat brutal mungkin termasuk unsur genosida.
Di tengah pelanggaran tersebut, kritik internasional telah datang untuk menggantikan pengakuan dan sejumlah hadiah yang pernah dihujani Suu Kyi, yang menghabiskan 15 tahun di bawah tahanan rumah untuk melakukan demonstrasi tanpa kekerasan terhadap junta negaranya. Beberapa penghargaan pemenang Nobel lainnya baru-baru ini dicabut atau sedang dibahas untuk dicabut, termasuk penghargaan Freedom of City serupa di Oxford, London dan Sheffield.
Bulan lalu, musisi Bob Geldof mengembalikan gelar Freedom of City untuk memprotes asosiasi penghargaan tersebut dengan Suu Kyi.
(ian)