Serangan Seks pada Wanita Rohingya Kemungkinan Kejahatan Perang
A
A
A
COXS BAZAR - Utusan PBB untuk Penanganan Kekerasan Seksual dalam Konflik, Pramila Patten, menyoroti kasus serangan seksual secara masif terhadap wanita dan gadis Muslim Rohingya di Myanmar.
Menurutnya, serangan oleh tentara di negara bagian Rakhine tersebut mungkin merupakan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.
Pramila Patten telah bertemu dengan banyak warga Rohingya korban kekerasan seksual yang bertahan hidup di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh selama kunjungan bulan ini.
Dia mendukung penilaian pejabat HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein bahwa minoritas Rohingya telah menjadi korban ”pembersihan etnis”.
Patten mengatakan kepada wartawan bahwa meluasnya penggunaan kekerasan seksual merupakan dorongan bagi lebih dari 620.000 orang Rohingya untuk meninggalkan Myanmar. “Ini juga alat teror yang ditujukan untuk pemusnahan dan pemindahan Rohingya sebagai sebuah kelompok,” ujarnya, seperti dikutip dari AP, Kamis (23/11/2017).
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson sebelumnya juga mengatakan bahwa tindakan militer Myanmar terhadap populasi minoritas Muslim Rohingya merupakan pembersihan etnis. Menurutnya, warga Rohingya telah mengalami kekejaman yang mengerikan.
Sebagai akibatnya, AS mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi yang ditargetkan terhadap mereka yang bertanggung jawab.
”Setelah melakukan analisis menyeluruh terhadap fakta-fakta yang ada, jelas bahwa situasi di negara bagian Rakhine utara merupakan pembersihan etnis terhadap Rohingya,” kata Tillerson dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters.
”Pelanggaran ini oleh beberapa orang di antaranya militer Myanmar, pasukan keamanan, dan warga setempat telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa dan memaksa ratusan ribu pria, wanita, dan anak-anak untuk meninggalkan rumah mereka di Myanmar untuk mencari perlindungan di Bangladesh,” lanjut Tillerson.
Menurutnya, serangan oleh tentara di negara bagian Rakhine tersebut mungkin merupakan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida.
Pramila Patten telah bertemu dengan banyak warga Rohingya korban kekerasan seksual yang bertahan hidup di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh selama kunjungan bulan ini.
Dia mendukung penilaian pejabat HAM PBB Zeid Ra'ad Al Hussein bahwa minoritas Rohingya telah menjadi korban ”pembersihan etnis”.
Patten mengatakan kepada wartawan bahwa meluasnya penggunaan kekerasan seksual merupakan dorongan bagi lebih dari 620.000 orang Rohingya untuk meninggalkan Myanmar. “Ini juga alat teror yang ditujukan untuk pemusnahan dan pemindahan Rohingya sebagai sebuah kelompok,” ujarnya, seperti dikutip dari AP, Kamis (23/11/2017).
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Rex Tillerson sebelumnya juga mengatakan bahwa tindakan militer Myanmar terhadap populasi minoritas Muslim Rohingya merupakan pembersihan etnis. Menurutnya, warga Rohingya telah mengalami kekejaman yang mengerikan.
Sebagai akibatnya, AS mempertimbangkan untuk menjatuhkan sanksi yang ditargetkan terhadap mereka yang bertanggung jawab.
”Setelah melakukan analisis menyeluruh terhadap fakta-fakta yang ada, jelas bahwa situasi di negara bagian Rakhine utara merupakan pembersihan etnis terhadap Rohingya,” kata Tillerson dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip Reuters.
”Pelanggaran ini oleh beberapa orang di antaranya militer Myanmar, pasukan keamanan, dan warga setempat telah menyebabkan penderitaan yang luar biasa dan memaksa ratusan ribu pria, wanita, dan anak-anak untuk meninggalkan rumah mereka di Myanmar untuk mencari perlindungan di Bangladesh,” lanjut Tillerson.
(mas)