Tunda Repatriasi, Myanmar Tuding Bangladesh Incar Dana Bantuan Internasional
A
A
A
NAYPYITAW - Myanmar menyalahkan Bangladesh karena menunda dimulainya proses repatriasi bagi ratusan ribu pengungsi Muslim Rohingya. Myanmar mengatakan mereka khawatir Dhaka dapat mengulur-ulur sampai mendapat uang bantuan internasional jutaan dolar.
Lebih dari 600 ribu etnis Rohingya telah meninggalkan Myanmar yang sebagian besar beragama Buddha ke negara tetangga Bangladesh sejak akhir Agustus. Mereka menyelamatkan diri dari kekerasan etnik yang menyertai operasi kontra-pemberontakan militer yang brutal setelah serangan militan Rohingya terhadap pos-pos keamanan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Juru bicara pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Zaw Htay mengatakan, Myanmar siap untuk memulai proses pemulangan kapanpun berdasarkan kesepakatan yang mencakup pengembalian Rohingya ke Myanmar pada awal 1990-an.
Dia mengatakan Bangladesh belum menerima persyaratan tersebut.
"Kami siap untuk memulai, tapi pihak lain belum menerima, dan prosesnya tertunda. Ini adalah fakta nomor satu," kata Zaw Htay, yang juga Direktur Jenderal Kementerian Penasihat Negara, seperti disitat dari Reuters, Rabu (1/11/2017).
Sebuah nota kesepahaman tentang titel penghubung perbatasan ditandatangani dengan Menteri Dalam Negeri Bangladesh Asaduzzaman Khan setelah melakukan pembicaraan di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, pekan lalu. Namun tidak ada kemajuan untuk menghidupkan kembali kesepakatan lama tersebut.
Zaw Htay menghubungkan penundaan Bangladesh dengan uang yang diajukan sejauh ini oleh masyarakat internasional untuk membantu membangun kamp pengungsi raksasa bagi Rohingya.
"Saat ini mereka sudah mendapat USD400 juta. Selama penerimaan mereka sebesar ini, kami sekarang takut dengan penundaan program untuk memulangkan para pengungsi," katanya.
"Mereka mendapat subsidi internasional. Kami sekarang takut mereka akan memiliki pertimbangan lain untuk repatriasi," imbuhnya.
Pemerintah Bangladesh mengeluarkan sebuah pernyataan pada hari Kamis yang mengatakan bahwa Myanmar tidak menyetujui 10 poin yang diajukan oleh dalam perundingan minggu lalu. Poin itu termasuk pelaksanaan penuh rekomendasi dari Komisi Penasehat di Negara Rakhine, yang diketuai oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, untuk kembalinya Rohingya yang berkelanjutan.
Khan mengatakan kepada media Bangladesh bahwa kedua belah pihak tidak dapat membentuk kelompok kerja bersama. Namun ia mengatakan bahwa hal tersebut harus segera diatur pada saat Menteri Luar Negeri Abul Hassan Mahmood Ali pergi ke Myanmar untuk melakukan pembicaraan pada 30 November.
Pemerintah Myanmar telah mengatakan akan menerima pengungsi Rohingya jika mereka mempunyai dokumen telah tinggal di Myanmar. Zaw Htay mengatakan bahwa Myanmar sedang menunggu daftar pengungsi Rohingya dari pihak Bangladesh.
Lebih dari 600 ribu etnis Rohingya telah meninggalkan Myanmar yang sebagian besar beragama Buddha ke negara tetangga Bangladesh sejak akhir Agustus. Mereka menyelamatkan diri dari kekerasan etnik yang menyertai operasi kontra-pemberontakan militer yang brutal setelah serangan militan Rohingya terhadap pos-pos keamanan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar.
Juru bicara pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi, Zaw Htay mengatakan, Myanmar siap untuk memulai proses pemulangan kapanpun berdasarkan kesepakatan yang mencakup pengembalian Rohingya ke Myanmar pada awal 1990-an.
Dia mengatakan Bangladesh belum menerima persyaratan tersebut.
"Kami siap untuk memulai, tapi pihak lain belum menerima, dan prosesnya tertunda. Ini adalah fakta nomor satu," kata Zaw Htay, yang juga Direktur Jenderal Kementerian Penasihat Negara, seperti disitat dari Reuters, Rabu (1/11/2017).
Sebuah nota kesepahaman tentang titel penghubung perbatasan ditandatangani dengan Menteri Dalam Negeri Bangladesh Asaduzzaman Khan setelah melakukan pembicaraan di ibu kota Myanmar, Naypyitaw, pekan lalu. Namun tidak ada kemajuan untuk menghidupkan kembali kesepakatan lama tersebut.
Zaw Htay menghubungkan penundaan Bangladesh dengan uang yang diajukan sejauh ini oleh masyarakat internasional untuk membantu membangun kamp pengungsi raksasa bagi Rohingya.
"Saat ini mereka sudah mendapat USD400 juta. Selama penerimaan mereka sebesar ini, kami sekarang takut dengan penundaan program untuk memulangkan para pengungsi," katanya.
"Mereka mendapat subsidi internasional. Kami sekarang takut mereka akan memiliki pertimbangan lain untuk repatriasi," imbuhnya.
Pemerintah Bangladesh mengeluarkan sebuah pernyataan pada hari Kamis yang mengatakan bahwa Myanmar tidak menyetujui 10 poin yang diajukan oleh dalam perundingan minggu lalu. Poin itu termasuk pelaksanaan penuh rekomendasi dari Komisi Penasehat di Negara Rakhine, yang diketuai oleh mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, untuk kembalinya Rohingya yang berkelanjutan.
Khan mengatakan kepada media Bangladesh bahwa kedua belah pihak tidak dapat membentuk kelompok kerja bersama. Namun ia mengatakan bahwa hal tersebut harus segera diatur pada saat Menteri Luar Negeri Abul Hassan Mahmood Ali pergi ke Myanmar untuk melakukan pembicaraan pada 30 November.
Pemerintah Myanmar telah mengatakan akan menerima pengungsi Rohingya jika mereka mempunyai dokumen telah tinggal di Myanmar. Zaw Htay mengatakan bahwa Myanmar sedang menunggu daftar pengungsi Rohingya dari pihak Bangladesh.
(ian)