Sejumlah Desa Rohingya Kembali Dibakar
A
A
A
YANGON - Sejumlah desa kembali di bakar pada Sabtu kemarin di bagian barat laut Myanmar dimana banyak Muslim Rohingya telah berlindung dari kekerasan yang melanda wilayah tersebut. Demikian pernyataan dua sumber yang memantau situasi di lokasi.
Kebakaran yang dimulai pada hari Jumat ketika sampai delapan desa terbakar di daerah Rathedaung yang ditinggali oleh etnis campuran. Hal ini telah meningkatkan kekhawatiran bahwa minoritas Rohingya akan melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Pembakaran yang dimulai pada hari Sabtu menelan sebanyak empat pemukiman di Rathedaung, yang kemungkinan menghancurkan semua desa Muslim di daerah itu, kata sumber tersebut.
"Perlahan, satu demi satu desa dibakar - saya percaya bahwa Rohingya sudah musnah sepenuhnya dari Rathedaung. Ada 11 desa Muslim (di Rathedaung) dan setelah dua hari terakhir semua tampak hancur," kata Chris Lewa dari kelompok pemantau Rohingya, Proyek Arakan, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (10/9/2017).
Tidak jelas siapa yang membakar desa-desa tersebut, yang terletak di bagian barat laut Myanmar jauh dari tempat lokasi penyerangan pemberontak Rohingya.
Rathedaung adalah daerah Rohingya yang terjauh dari perbatasan dengan Bangladesh dan pekerja bantuan khawatir bahwa sejumlah besar orang terjebak di sana.
Sumber-sumber mengatakan bahwa di antara desa-desa yang dibakar adalah dusun Tha Pyay Taw. Mereka juga prihatin dengan desa Chin Ywa, di mana banyak orang yang berlindung dari pembakaran lainnya di daerah tersebut telah bersembunyi dan dua permukiman lainnya.
Pada hari Jumat, desa Ah Htet Nan Yar dan Auk Nan Yar, sekitar 65 km (40 mil) utara Sittwe, ibukota negara bagian Rakhine, juga dibakar bersama empat sampai enam permukiman lainnya.
Seorang sumber, yang memiliki jaringan informan di daerah tersebut, mengatakan 300 sampai 400 etnis Rohingya yang telah bersembunyi di Ah Htet Nan Yar sekarang berada di hutan. Terbuka kemungkinan mereka akan melakukan perjalanan yang berbahaya dan berhari-hari dengan berjalan kaki di tengah hujan monsun menuju Sungai Naf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh.
Pemantau hak asasi manusia dan etnis Rohingya yang melarikan diri mengatakan tentara dan warga etnis Rakhine telah melakukan sebuah kampanye pembakaran yang bertujuan mengusir penduduk Muslim. Sekitar 290.000 orang telah melarikan diri melintasi perbatasan Bangladesh dalam waktu kurang dari dua minggu, menyebabkan krisis kemanusiaan.
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan pada hari Kamis bahwa pemerintahnya telah melakukan yang terbaik untuk melindungi semua orang. Namun dia mendapat kritik karena gagal untuk berbicara tentang kekerasan dan minoritas Muslim, termasuk seruan untuk mencabut Hadiah Nobel Perdamaian yang diterimanya pada 1991 lalu.
Muslim Rohingya di negara tersebut telah lama mengeluhkan penganiayaan dan dilihat oleh orang Myanmar yang mayoritas beragama Buddha sebagai migran ilegal dari Bangladesh.
Kebakaran yang dimulai pada hari Jumat ketika sampai delapan desa terbakar di daerah Rathedaung yang ditinggali oleh etnis campuran. Hal ini telah meningkatkan kekhawatiran bahwa minoritas Rohingya akan melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.
Pembakaran yang dimulai pada hari Sabtu menelan sebanyak empat pemukiman di Rathedaung, yang kemungkinan menghancurkan semua desa Muslim di daerah itu, kata sumber tersebut.
"Perlahan, satu demi satu desa dibakar - saya percaya bahwa Rohingya sudah musnah sepenuhnya dari Rathedaung. Ada 11 desa Muslim (di Rathedaung) dan setelah dua hari terakhir semua tampak hancur," kata Chris Lewa dari kelompok pemantau Rohingya, Proyek Arakan, seperti dilansir dari Reuters, Minggu (10/9/2017).
Tidak jelas siapa yang membakar desa-desa tersebut, yang terletak di bagian barat laut Myanmar jauh dari tempat lokasi penyerangan pemberontak Rohingya.
Rathedaung adalah daerah Rohingya yang terjauh dari perbatasan dengan Bangladesh dan pekerja bantuan khawatir bahwa sejumlah besar orang terjebak di sana.
Sumber-sumber mengatakan bahwa di antara desa-desa yang dibakar adalah dusun Tha Pyay Taw. Mereka juga prihatin dengan desa Chin Ywa, di mana banyak orang yang berlindung dari pembakaran lainnya di daerah tersebut telah bersembunyi dan dua permukiman lainnya.
Pada hari Jumat, desa Ah Htet Nan Yar dan Auk Nan Yar, sekitar 65 km (40 mil) utara Sittwe, ibukota negara bagian Rakhine, juga dibakar bersama empat sampai enam permukiman lainnya.
Seorang sumber, yang memiliki jaringan informan di daerah tersebut, mengatakan 300 sampai 400 etnis Rohingya yang telah bersembunyi di Ah Htet Nan Yar sekarang berada di hutan. Terbuka kemungkinan mereka akan melakukan perjalanan yang berbahaya dan berhari-hari dengan berjalan kaki di tengah hujan monsun menuju Sungai Naf yang memisahkan Myanmar dan Bangladesh.
Pemantau hak asasi manusia dan etnis Rohingya yang melarikan diri mengatakan tentara dan warga etnis Rakhine telah melakukan sebuah kampanye pembakaran yang bertujuan mengusir penduduk Muslim. Sekitar 290.000 orang telah melarikan diri melintasi perbatasan Bangladesh dalam waktu kurang dari dua minggu, menyebabkan krisis kemanusiaan.
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi mengatakan pada hari Kamis bahwa pemerintahnya telah melakukan yang terbaik untuk melindungi semua orang. Namun dia mendapat kritik karena gagal untuk berbicara tentang kekerasan dan minoritas Muslim, termasuk seruan untuk mencabut Hadiah Nobel Perdamaian yang diterimanya pada 1991 lalu.
Muslim Rohingya di negara tersebut telah lama mengeluhkan penganiayaan dan dilihat oleh orang Myanmar yang mayoritas beragama Buddha sebagai migran ilegal dari Bangladesh.
(ian)