Peran Israel dalam Pembantaian Muslim Rohingya Tuai Kecaman
A
A
A
TEL AVIV - Peran Tel Aviv dalam pembantaian etnis Muslim Rohingya di Rakhine oleh militer Myanmar menuai kecaman dari para politisi Arab di Knesset atau Parlemen Israel. Israel dianggap berperan dengan memasok senjata kepada junta militer Myanmar.
Kecaman disampaikan dalam pernyataan oleh kelompok politisi Arab pemilik 13 kursi di Knesset. Sikap mereka merujuk pada laporan surat kabar Haaretz yang menyebut pemerintah Israel terus menjual senjata kepada tentara Myanmar meski ada operasi militer terhadap etnis Muslim Rohingya.
“Menyesalkan pembantaian terus-menerus dan genosida demografis yang dilakukan oleh pasukan militer Myanmar dan kelompok terkait terhadap Muslim,” bunyi pernyataan kelompok politisi Arab tersebut.
Baca Juga: Pembantaian Rohingya dan Jejak Senjata Israel di Myanmar
Operasi militer terhadap kelompok minoritas Rohingya, mereka anggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Para politisi Arab-Israel itu menyerukan pengadilan internasional untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas penindasan tersebut.
Kelompok politisi itu juga meminta masyarakat internasional untuk mengutuk kejahatan terhadap kelompok minoritas Rohingya dan mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan tindakan brutal militernya.
Pihak berwenang Israel tidak berkomentar atas ekspor senjata kepada junta militer Myanmar.
Kekerasan terbaru di Rakhine dimulai pada 25 Agustus 2017 setelah kelompok gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang pos-pos polisi yang menewaskan sekitar 12 petugas. Militer Myanmar kemudian meluncurkan operasi brutal dan mengaku telah membunuh sekitar 370 yang mereka klaim anggota gerilyawan Rohingya.
Namun, laporan kredibel dari para aktivis menyebut sekitar 135 termasuk wanita dan anak-anak di satu desa di Rakhine dibantai.
Sementara itu, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), seperti dikutip New York Times, Sabtu (9/9/2017) mengumumkan bahwa lebih dari 270.000 pengungsi Rohingya dari Arakan atau Rakhine telah melarikan diri ke Bangladesh karena pelanggaran yang mereka alami dalam dua minggu terakhir.
Kecaman disampaikan dalam pernyataan oleh kelompok politisi Arab pemilik 13 kursi di Knesset. Sikap mereka merujuk pada laporan surat kabar Haaretz yang menyebut pemerintah Israel terus menjual senjata kepada tentara Myanmar meski ada operasi militer terhadap etnis Muslim Rohingya.
“Menyesalkan pembantaian terus-menerus dan genosida demografis yang dilakukan oleh pasukan militer Myanmar dan kelompok terkait terhadap Muslim,” bunyi pernyataan kelompok politisi Arab tersebut.
Baca Juga: Pembantaian Rohingya dan Jejak Senjata Israel di Myanmar
Operasi militer terhadap kelompok minoritas Rohingya, mereka anggap sebagai kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Para politisi Arab-Israel itu menyerukan pengadilan internasional untuk mengadili mereka yang bertanggung jawab atas penindasan tersebut.
Kelompok politisi itu juga meminta masyarakat internasional untuk mengutuk kejahatan terhadap kelompok minoritas Rohingya dan mendesak pemerintah Myanmar untuk menghentikan tindakan brutal militernya.
Pihak berwenang Israel tidak berkomentar atas ekspor senjata kepada junta militer Myanmar.
Kekerasan terbaru di Rakhine dimulai pada 25 Agustus 2017 setelah kelompok gerilyawan Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang pos-pos polisi yang menewaskan sekitar 12 petugas. Militer Myanmar kemudian meluncurkan operasi brutal dan mengaku telah membunuh sekitar 370 yang mereka klaim anggota gerilyawan Rohingya.
Namun, laporan kredibel dari para aktivis menyebut sekitar 135 termasuk wanita dan anak-anak di satu desa di Rakhine dibantai.
Sementara itu, Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR), seperti dikutip New York Times, Sabtu (9/9/2017) mengumumkan bahwa lebih dari 270.000 pengungsi Rohingya dari Arakan atau Rakhine telah melarikan diri ke Bangladesh karena pelanggaran yang mereka alami dalam dua minggu terakhir.
(mas)