Wartawan BBC di Rakhine: Sebuah Desa Muslim Dibakar
A
A
A
YANGON - Sekitar 164.000 warga muslim Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh dari negara bagian Rakhine, Myanmar, sejak kekerasan pecah dua pekan lalu. Mereka mengatakan, bahwa militer dan dan kelompok nasionalis Buddha menghancurkan desa untuk mengusir mereka setelah serangan militan Rohingya terhadap pos-pos polisi.
Pemerintah menolak klaim warga Rohingya tersebut. Menurut pemerintah, kelompok militan dan warga Rohingya sendiri yang membakar desanya.
Wartawan BBC Asia Tenggara, Jonathan Head, mengatakan bahwa dia melihat sebuah desa Muslim yang baru saja dibakar. Dia menduga pelakunya kelompok nasionalis Buddha Rakhine. Berikut kesaksian Jonathan Head yang dikutip Jumat (8/9/2017);
Saya adalah bagian dari kelompok wartawan yang diundang oleh pemerintah Myanmar untuk melihat situasi di lapangan di Maungdaw. Kondisi kami yang bergabung dalam perjalanan ini adalah kami tinggal di dalam kelompok dan tidak pergi secara independen, dan kami dibawa ke tempat yang dipilih pemerintah untuk kami.
Permintaan untuk pergi ke daerah lain yang menarik, bahkan di dekatnya, ditolak karena tidak aman.
Kami kembali dari kunjungan ke Kota Al Le Than Kyaw, selatan Maungdaw, yang masih mengepulkan asap, menunjukkan bahwa rumah-rumah baru saja dibakar.
Polisi mengatakan bahwa penduduk Muslim yang membakar rumah mereka sendiri, meski sebagian besar melarikan diri setelah militan dari Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang pos-pos polisi di kota tersebut pada 25 Agustus. Sementara di sana kami melihat setidaknya tiga kepulan asap di kejauhan ke utara, dan mendengar tembakan otomatis secara sporadis.
Dalam perjalanan pulang kami, kami melihat sebuah kepulan asap naik dari sekelompok pohon di sawah, yang biasanya merupakan tanda sebuah desa.
Kami keluar dan berlari melintasi ladang untuk mencapainya. Kita bisa melihat bangunan pertama di desa terbakar, tapi baru saja. Rumah di desa ini terbakar sampai menjadi abu dalam 20-30 menit. Sudah jelas kebakaran itu baru saja dinyalakan.
Saat kami masuk, sekelompok pria muda berotot membawa parang, pedang dan senapan keluar. Kami mencoba mengajukan pertanyaan tapi mereka menolak direkam dalam video.
Namun, rekan-rekan Myanmar saya berbicara dengan mereka dengan kamera dan mereka mengatakan bahwa mereka adalah warga Buddha Rakhine. Salah satu dari mereka mengaku telah menyalakan api, dan mengatakan bahwa dia mendapat bantuan dari polisi.
Saat kami berjalan lebih jauh, kami melihat madrasah dengan atapnya terbakar. Api menjilat sisi rumah lain yang berlawanan. Dalam waktu tiga menit itu adalah ‘neraka’.
Tidak ada orang lain di desa ini. Orang-orang yang kami lihat adalah para pelakunya. Barang-barang rumah tangga berserakan di seberang jalan; mainan anak-anak, pakaian wanita. Kami melihat satu kendi kosong yang berbau bensin dan yang lainnya dengan sedikit bahan bakar tertinggal di dalamnya di tengah jalan.
Saat kami berjalan keluar, semua rumah yang terbakar membara, reruntuhan menghitam.
Pemerintah menolak klaim warga Rohingya tersebut. Menurut pemerintah, kelompok militan dan warga Rohingya sendiri yang membakar desanya.
Wartawan BBC Asia Tenggara, Jonathan Head, mengatakan bahwa dia melihat sebuah desa Muslim yang baru saja dibakar. Dia menduga pelakunya kelompok nasionalis Buddha Rakhine. Berikut kesaksian Jonathan Head yang dikutip Jumat (8/9/2017);
Saya adalah bagian dari kelompok wartawan yang diundang oleh pemerintah Myanmar untuk melihat situasi di lapangan di Maungdaw. Kondisi kami yang bergabung dalam perjalanan ini adalah kami tinggal di dalam kelompok dan tidak pergi secara independen, dan kami dibawa ke tempat yang dipilih pemerintah untuk kami.
Permintaan untuk pergi ke daerah lain yang menarik, bahkan di dekatnya, ditolak karena tidak aman.
Kami kembali dari kunjungan ke Kota Al Le Than Kyaw, selatan Maungdaw, yang masih mengepulkan asap, menunjukkan bahwa rumah-rumah baru saja dibakar.
Polisi mengatakan bahwa penduduk Muslim yang membakar rumah mereka sendiri, meski sebagian besar melarikan diri setelah militan dari Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) menyerang pos-pos polisi di kota tersebut pada 25 Agustus. Sementara di sana kami melihat setidaknya tiga kepulan asap di kejauhan ke utara, dan mendengar tembakan otomatis secara sporadis.
Dalam perjalanan pulang kami, kami melihat sebuah kepulan asap naik dari sekelompok pohon di sawah, yang biasanya merupakan tanda sebuah desa.
Kami keluar dan berlari melintasi ladang untuk mencapainya. Kita bisa melihat bangunan pertama di desa terbakar, tapi baru saja. Rumah di desa ini terbakar sampai menjadi abu dalam 20-30 menit. Sudah jelas kebakaran itu baru saja dinyalakan.
Saat kami masuk, sekelompok pria muda berotot membawa parang, pedang dan senapan keluar. Kami mencoba mengajukan pertanyaan tapi mereka menolak direkam dalam video.
Namun, rekan-rekan Myanmar saya berbicara dengan mereka dengan kamera dan mereka mengatakan bahwa mereka adalah warga Buddha Rakhine. Salah satu dari mereka mengaku telah menyalakan api, dan mengatakan bahwa dia mendapat bantuan dari polisi.
Saat kami berjalan lebih jauh, kami melihat madrasah dengan atapnya terbakar. Api menjilat sisi rumah lain yang berlawanan. Dalam waktu tiga menit itu adalah ‘neraka’.
Tidak ada orang lain di desa ini. Orang-orang yang kami lihat adalah para pelakunya. Barang-barang rumah tangga berserakan di seberang jalan; mainan anak-anak, pakaian wanita. Kami melihat satu kendi kosong yang berbau bensin dan yang lainnya dengan sedikit bahan bakar tertinggal di dalamnya di tengah jalan.
Saat kami berjalan keluar, semua rumah yang terbakar membara, reruntuhan menghitam.
(mas)