Korban 130 Orang, Muslim Rohingya Dibantai Besar-besaran
A
A
A
YANGON - Sebuah laporan dari para aktivis menyebut pasukan keamanan Myanmar dan para perwira Buddha melakukan pembantaian etnis Muslim Rohingya secara besar-besaran dalam sepekan. Dalam laporan disebutkan, sekitar 130 orang, termasuk wanita dan anak-anak Rohingya dibunuh.
Pembantaian massal seperti dilaporkan ABC Jumat (1/9/2017) dengan mengutip dua sumber terpisah, terjadi di Desa Chut Pyin, dekat Kota Rathedaung, Myanmar barat.
”Sejauh ini laporan—menurut saya cukup kredibel—menyebutkan sekitar 130 orang termasuk wanita dan anak-anak terbunuh,” kata Chris Lewa, Direktur The Arakan Project, lembaga kemanusiaan yang bekerja dengan komunitas Rohingya.
"Itu terjadi pada hari Minggu ketika pasukan keamanan tiba-tiba mengepung seluruh wilayah, bersama dengan penduduk desa Rakhine, sepertinya ini adalah pembantaian besar-besaran di Rathedaung,” kata Lewa.
Kekerasan terbaru pecah di Rakhine pada Kamis malam atau Jumat dini hari pekan lalu ketika sebuah kelompok gerilyawan menyerang pos-pos polisi yang menewaskan 12 petugas. Kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu dengan dalih sebagai sikap pembelaan terhadap warga Rohingya.
Baca Juga: Total 96 Orang Terbunuh, Bayi pun Tak Luput dari Pasukan Myanmar
Pasukan keamanan Myanmar mengatakan bahwa mereka telah membunuh setidaknya 80 militan. Tapi, ada laporan tentang pembunuhan dan pembakaran desa-desa secara meluas di Rakhine, Myanmar.
Sebuah video yang diterima ABC dari pemantau hak asasi manusia menunjukkan Desa Chut Pyin dibakar da nada kuburan yang baru digali berisi jasad orang-orang yang dibunuh.
”Di sinilah mayat-mayat dari Desa Chut Pyin dikuburkan, mereka mengubur 10-20 mayat, meletakkan dua sampai tiga mayat di setiap lubang,” kata seorang pria tidak dikenal di video tersebut.
Kuburan tersebut diduga digali pada hari Minggu malam di Desa Ah Htet Nan Yar, sebelah selatan Chut Pyin. Kuburan itu berisi banyak mayat yang diduga dibakar pasukan keamanan Myanmar.
”Sejauh ini mereka telah mencatat sekitar 135 nama di daftar kematian (di desa),” lanjut pria yang memberikan kesaksian dalam video tersebut.
Akses wartawan ke Rakhine ditutup pemerintah Myanmar, sehingga tidak memungkinkan verifikasi independen atas video maupun tuduhan pembantaian yang dilakukan pasukan negara itu.
Lewa mengatakan bahwa serangan gerilyawan tersebut benar-benar ditangani langsung oleh tangan-tangan militer.
”Ini benar-benar memberi kesempatan kepada pihak berwenang bersama dengan (kelompok main hakim sendiri) Rakhine untuk mengusir semua (warga) Rohingya dari Rakhine utara dan jadi saya pikir itu pasti pembersihan etnis,” ujar Lewa.
PBB mengatakan 27.000 warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Jumat pekan lalu, namun Lewa mengatakan bahwa itu baru permulaan.
”Saya pikir kita akan melihat eksodus besar-besaran ke Bangladesh, puluhan ribu orang, mungkin ratusan ribu orang yang akan berakhir di Bangladesh,” katanya.
Fotografer dan pemantau hak asasi manusia Saiful Huq Omi yang telah mengikuti isu kekerasan di Rakhine selama lebih dari satu dekade mengatakan bahwa putaran kekerasan terbaru ini belum pernah terjadi sebelumnya.
”Terkadang kita melihat pemerkosaan, penyiksaan, pemerasan, dan cara-cara lain yang sistematis telah digunakan, namun kali ini merupakan inisiatif penuh untuk benar-benar menghilangkan orang Rohingya dari tanah mereka,” katanya.
Pemerintah Myanmar mengatakan bahwa pihaknya melakukan tindakan militer yang dapat dibenarkan terhadap ancaman teroris. Namun bagi banyak pengamat, "operasi pembersihan" menjurus pada pembersihan etnis.
Pembantaian massal seperti dilaporkan ABC Jumat (1/9/2017) dengan mengutip dua sumber terpisah, terjadi di Desa Chut Pyin, dekat Kota Rathedaung, Myanmar barat.
”Sejauh ini laporan—menurut saya cukup kredibel—menyebutkan sekitar 130 orang termasuk wanita dan anak-anak terbunuh,” kata Chris Lewa, Direktur The Arakan Project, lembaga kemanusiaan yang bekerja dengan komunitas Rohingya.
"Itu terjadi pada hari Minggu ketika pasukan keamanan tiba-tiba mengepung seluruh wilayah, bersama dengan penduduk desa Rakhine, sepertinya ini adalah pembantaian besar-besaran di Rathedaung,” kata Lewa.
Kekerasan terbaru pecah di Rakhine pada Kamis malam atau Jumat dini hari pekan lalu ketika sebuah kelompok gerilyawan menyerang pos-pos polisi yang menewaskan 12 petugas. Kelompok Arakan Rohingya Salvation Army (ARSA) mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu dengan dalih sebagai sikap pembelaan terhadap warga Rohingya.
Baca Juga: Total 96 Orang Terbunuh, Bayi pun Tak Luput dari Pasukan Myanmar
Pasukan keamanan Myanmar mengatakan bahwa mereka telah membunuh setidaknya 80 militan. Tapi, ada laporan tentang pembunuhan dan pembakaran desa-desa secara meluas di Rakhine, Myanmar.
Sebuah video yang diterima ABC dari pemantau hak asasi manusia menunjukkan Desa Chut Pyin dibakar da nada kuburan yang baru digali berisi jasad orang-orang yang dibunuh.
”Di sinilah mayat-mayat dari Desa Chut Pyin dikuburkan, mereka mengubur 10-20 mayat, meletakkan dua sampai tiga mayat di setiap lubang,” kata seorang pria tidak dikenal di video tersebut.
Kuburan tersebut diduga digali pada hari Minggu malam di Desa Ah Htet Nan Yar, sebelah selatan Chut Pyin. Kuburan itu berisi banyak mayat yang diduga dibakar pasukan keamanan Myanmar.
”Sejauh ini mereka telah mencatat sekitar 135 nama di daftar kematian (di desa),” lanjut pria yang memberikan kesaksian dalam video tersebut.
Akses wartawan ke Rakhine ditutup pemerintah Myanmar, sehingga tidak memungkinkan verifikasi independen atas video maupun tuduhan pembantaian yang dilakukan pasukan negara itu.
Lewa mengatakan bahwa serangan gerilyawan tersebut benar-benar ditangani langsung oleh tangan-tangan militer.
”Ini benar-benar memberi kesempatan kepada pihak berwenang bersama dengan (kelompok main hakim sendiri) Rakhine untuk mengusir semua (warga) Rohingya dari Rakhine utara dan jadi saya pikir itu pasti pembersihan etnis,” ujar Lewa.
PBB mengatakan 27.000 warga Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh sejak Jumat pekan lalu, namun Lewa mengatakan bahwa itu baru permulaan.
”Saya pikir kita akan melihat eksodus besar-besaran ke Bangladesh, puluhan ribu orang, mungkin ratusan ribu orang yang akan berakhir di Bangladesh,” katanya.
Fotografer dan pemantau hak asasi manusia Saiful Huq Omi yang telah mengikuti isu kekerasan di Rakhine selama lebih dari satu dekade mengatakan bahwa putaran kekerasan terbaru ini belum pernah terjadi sebelumnya.
”Terkadang kita melihat pemerkosaan, penyiksaan, pemerasan, dan cara-cara lain yang sistematis telah digunakan, namun kali ini merupakan inisiatif penuh untuk benar-benar menghilangkan orang Rohingya dari tanah mereka,” katanya.
Pemerintah Myanmar mengatakan bahwa pihaknya melakukan tindakan militer yang dapat dibenarkan terhadap ancaman teroris. Namun bagi banyak pengamat, "operasi pembersihan" menjurus pada pembersihan etnis.
(mas)