Paul Kagame Kembali Terpilih Jadi Presiden Rwanda Ketiga Kalinya
A
A
A
KIGALI - Calon presiden petahana Rwanda, Paul Kagame, menyapu kemenangan telah dalam pemilihan presiden Rwanda. Kagame mengamankan masa jabatan ketiga dan memperpanjang masa jabatannya selama 17 tahun.
Sekretaris eksekutif Komisi Pemilihan Rwanda, Charles Munyaneza, mengatakan baru 80 persen suara yang masuk sejak pemilu dilakukan pada Jumat kemarin. Dari jumlah tersebut, mantan pemimpin gerilyawan berusia 59 tahun itu telah mendapatkan 98,66 persen.
"Kami berharap meski mendapat 100 persen suara, tidak akan ada perubahan," katanya seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (5/8/2017).
Dewan mengharapkan jumlah pemilih mencapai 90 persen di negara berpenduduk 12 juta orang dalam sebuah pemilihan yang hanya menghasilkan kandidat oposisi tunggal, Frank Habineza, dan seorang independen.
Menanggapi hasil tersebut, Kagame mengatakan akan bekerja untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
"Ini tujuh tahun lagi untuk menangani masalah-masalah yang mempengaruhi warga Rwanda dan memastikan bahwa kita menjadi warga Rwanda yang secara ekonomi berkembang," katanya dalam sebuah pidato yang disiarkan langsung di televisi.
"Apa yang saya lihat selama kampanye adalah bahwa keputusan untuk terus memimpin Anda mendapat kritik terutama oleh orang asing tapi ini membuktikan bahwa referendum itu untuk tujuan nyata," imbuhnya.
Kagame telah memenangkan pujian internasional untuk memimpin pemulihan ekonomi yang damai dan cepat di negara Afrika Tengah sejak genosida tahun 1994. Ketika itu sekitar 800.000 orang Tutsi dan Hutu moderat terbunuh.
Tapi dia juga menghadapi kecaman yang meningkat. Ia dikritik oleh kritikus dan kelompok hak asasi manusia atas pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, memberangus media independen dan penindasan oposisi politik.
Di bawah pemerintahannya, beberapa pembangkang terbunuh setelah melarikan diri ke luar negeri, dalam kasus yang masih belum terpecahkan. Pemerintah membantah terlibat.
Kagame, seorang komandan yang memimpin pasukan pemberontak Tutsi ke Rwanda untuk mengakhiri genosida tahun 1994, melarang penggunaan istilah kesukuan setelah menjadi presiden.
Sekretaris eksekutif Komisi Pemilihan Rwanda, Charles Munyaneza, mengatakan baru 80 persen suara yang masuk sejak pemilu dilakukan pada Jumat kemarin. Dari jumlah tersebut, mantan pemimpin gerilyawan berusia 59 tahun itu telah mendapatkan 98,66 persen.
"Kami berharap meski mendapat 100 persen suara, tidak akan ada perubahan," katanya seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (5/8/2017).
Dewan mengharapkan jumlah pemilih mencapai 90 persen di negara berpenduduk 12 juta orang dalam sebuah pemilihan yang hanya menghasilkan kandidat oposisi tunggal, Frank Habineza, dan seorang independen.
Menanggapi hasil tersebut, Kagame mengatakan akan bekerja untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi.
"Ini tujuh tahun lagi untuk menangani masalah-masalah yang mempengaruhi warga Rwanda dan memastikan bahwa kita menjadi warga Rwanda yang secara ekonomi berkembang," katanya dalam sebuah pidato yang disiarkan langsung di televisi.
"Apa yang saya lihat selama kampanye adalah bahwa keputusan untuk terus memimpin Anda mendapat kritik terutama oleh orang asing tapi ini membuktikan bahwa referendum itu untuk tujuan nyata," imbuhnya.
Kagame telah memenangkan pujian internasional untuk memimpin pemulihan ekonomi yang damai dan cepat di negara Afrika Tengah sejak genosida tahun 1994. Ketika itu sekitar 800.000 orang Tutsi dan Hutu moderat terbunuh.
Tapi dia juga menghadapi kecaman yang meningkat. Ia dikritik oleh kritikus dan kelompok hak asasi manusia atas pelanggaran hak asasi manusia yang meluas, memberangus media independen dan penindasan oposisi politik.
Di bawah pemerintahannya, beberapa pembangkang terbunuh setelah melarikan diri ke luar negeri, dalam kasus yang masih belum terpecahkan. Pemerintah membantah terlibat.
Kagame, seorang komandan yang memimpin pasukan pemberontak Tutsi ke Rwanda untuk mengakhiri genosida tahun 1994, melarang penggunaan istilah kesukuan setelah menjadi presiden.
(ian)