Tersangka Genosida Rwanda Ingin Diadili di Prancis
loading...
A
A
A
PARIS - Salah satu buronan paling dicari dalam kasus genosida di Rwanda pada 1994, Felicien Kabuga, muncul di hadapan pengadilan Prancis. Ini adalah kemunculan pertamanya setelah ditangkap, tetapi keputusan terkait nasibnya ditunda sampai minggu depan.
Kabuga (84) ditangkap di luar Paris pada hari Sabtu lalu setelah 25 tahun dalam pelarian. Ia dibawa ke ruang sidang di Paris dengan kursi roda, mengenakan masker. Ia telah tinggal di utara kota itu dengan nama samaran, dilindungi oleh anak-anaknya.
Kabuga, yang kepalanya dihargai USD5 juta, dituduh mempersenjatai milisi dalam genosida yang menewaskan lebih dari 800.000 etnis Tutsi dan Hutu moderat yang mencoba melindungi mereka.
Jaksa negara Rwanda mengatakan dokumen keuangan yang ditemukan di Ibu Kota, Kigali, setelah pembantaian mengindikasikan bahwa Kabuga, yang pada waktu itu adalah seorang pengusaha kaya, menggunakan lusinan perusahaannya untuk mengimpor sejumlah besar parang yang digunakan dalam pembunuhan.
Pengadilan Paris dengan cepat memutuskan untuk menunda hingga minggu depan persidangan tentang apakah akan menyerahkannya ke Mekanisme Residual Internasional Pengadilan Kriminal yang berpusat di Den Haag, Belanda.
Pada tahun 1997, Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda menuduh Kabuga atas tuduhan terkait konspirasi untuk melakukan genosida, penganiayaan, dan pemusnahan.
Pengacara pembela Laurent Bayon mengatakan Kabuga ingin diadili di Prancis, dengan alasan kesehatan. Namuna ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Kami memiliki delapan hari lagi untuk mempersiapkan pembelaannya," kata Bayon.
“Tidak dapat diterima untuk melakukan prosedur secepat itu ketika keadilan telah menunggu selama 25 tahun. Keadilan dapat menunggu 10 hari lagi sebelum ingin mengirimkannya, saya tidak tahu di mana,” tambahnya seperti dikutip dari AP, Kamis (21/5/2020).
Kabuga (84) ditangkap di luar Paris pada hari Sabtu lalu setelah 25 tahun dalam pelarian. Ia dibawa ke ruang sidang di Paris dengan kursi roda, mengenakan masker. Ia telah tinggal di utara kota itu dengan nama samaran, dilindungi oleh anak-anaknya.
Kabuga, yang kepalanya dihargai USD5 juta, dituduh mempersenjatai milisi dalam genosida yang menewaskan lebih dari 800.000 etnis Tutsi dan Hutu moderat yang mencoba melindungi mereka.
Jaksa negara Rwanda mengatakan dokumen keuangan yang ditemukan di Ibu Kota, Kigali, setelah pembantaian mengindikasikan bahwa Kabuga, yang pada waktu itu adalah seorang pengusaha kaya, menggunakan lusinan perusahaannya untuk mengimpor sejumlah besar parang yang digunakan dalam pembunuhan.
Pengadilan Paris dengan cepat memutuskan untuk menunda hingga minggu depan persidangan tentang apakah akan menyerahkannya ke Mekanisme Residual Internasional Pengadilan Kriminal yang berpusat di Den Haag, Belanda.
Pada tahun 1997, Pengadilan Kriminal Internasional untuk Rwanda menuduh Kabuga atas tuduhan terkait konspirasi untuk melakukan genosida, penganiayaan, dan pemusnahan.
Pengacara pembela Laurent Bayon mengatakan Kabuga ingin diadili di Prancis, dengan alasan kesehatan. Namuna ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut.
"Kami memiliki delapan hari lagi untuk mempersiapkan pembelaannya," kata Bayon.
“Tidak dapat diterima untuk melakukan prosedur secepat itu ketika keadilan telah menunggu selama 25 tahun. Keadilan dapat menunggu 10 hari lagi sebelum ingin mengirimkannya, saya tidak tahu di mana,” tambahnya seperti dikutip dari AP, Kamis (21/5/2020).
(ber)