Rakhine Memanas Lagi, 6 Warga Buddha Myanmar Terbunuh
A
A
A
YANGON - Kekerasan di negara bagian Rakhine, Myanmar barat, kembali memanas. Enam warga Buddha terbunuh oleh serangan yang menurut pemerintah diduga dilakukan gerilyawan Rohingya.
Pemerintah Myanmar mengatakan, insiden itu terjadi hari Kamis kemarin. Di Rakhine—wilayah yang kerap dilanda konflik komunal—warga Muslim merupakan mayoritas sedangkan warga Buddha minoritas. Namun, secara keseluruhan di Myanmar, warga Muslim menjadi kelompok minoritas.
Kantor pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, pada Jumat (4/8/2017) mengatakan, pasukan keamanan menemukan jasad tiga pria dan tiga wanita yang membawa parang. Mereka ditemukan dengan luka tembak di pegunungan Mayu di dekat Kota Maungdaw.
Pemerintah Suu Kyi dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa “ekstremis” bertanggung jawab atas pembunuhan enam anggota minoritas Mro dari Desa Kaigyi, di mana penduduknya mengaku telah menemukan sebuah kamp untuk gerilyawan Rohingya.
Kekerasan di Rakhine ini merupakan yang terbaru setelah pada Oktober lalu gerilyawan Rohingya membunuh sembilan polisi dalam serangan terkoordinasi terhadap pos-pos penjagaan perbatasan.
Serangan itu direspons militer dengan menggelar operasi di desa-desa komunitas Rohingya, di mana para pengungsi yang selamat mengaku para tentara membakar desa, memperkosa para perempuan, membunuh dan menganiaya warga Rohingya.
Penyelidik PBB yang mewawancarai beberapa orang dari hampir 75.000 warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa tentara Myanmar diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Suu Kyi menolak untuk bekerja sama dengan misi pencari fakta PBB yang dibentuk untuk menyelidiki dugaan pelanggaran di Rakhine dan tempat lain di Myanmar.
Pemerintah Myanmar menuduh para militan menjalankan kamp pelatihan di pegunungan dan membunuh informan dari komunitas Muslim.
Seorang perwira militer Myanmar mengatakan bahwa pasukan keamanan telah memulai "operasi pembersihan intensif" untuk memburu para pembunuh enam warga Buddha pada hari Kamis.
Selain enam orang terbunuh, dua wanita yang berusia 21 dan 34 tahun dilaporkan masih hilang. Mereka terbiasa menjalankan aktivitas bertani di sekitar perbukitan.
Aung Kyaw Min, seorang warga Buddha Kaigyi, mengatakan bahwa penduduk desa percaya kedua wanita yang hilang tersebut juga telah terbunuh karena beberapa pakaian mereka telah ditemukan.
”Kita semua menderita (akibat) pembunuhan ini,” katanya. ”Semua penduduk desa panik dan tidak ada yang mau tinggal di sana. Mereka semua ingin pindah ke tempat yang aman yang diatur oleh pemerintah,” ujar Aung Kyaw Min, seperti dilansir Reuters.
Menurut pejabat PBB dan petugas bantuan kemanusiaan, ketegangan di kalangan masyarakat telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
Di kota Rathedaung, selatan Maungdaw, pasukan meluncurkan tembakan secara terpisah terhadap para militan. Pada hari ini, pasukan keamanan Myanmar juga dilaporkan melepaskan tembakan ke warga desa yang dipersenjatai dengan tongkat di sekitar dusun Auk Nan Yar.
Pada hari Senin, tiga jasad warga Muslim dalam kondisi dimutilasi ditemukan di kawasan desa setempat. Sedangkan empat warga lainnya dilaporkan hilang.
Pemerintah Myanmar mengatakan, insiden itu terjadi hari Kamis kemarin. Di Rakhine—wilayah yang kerap dilanda konflik komunal—warga Muslim merupakan mayoritas sedangkan warga Buddha minoritas. Namun, secara keseluruhan di Myanmar, warga Muslim menjadi kelompok minoritas.
Kantor pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, pada Jumat (4/8/2017) mengatakan, pasukan keamanan menemukan jasad tiga pria dan tiga wanita yang membawa parang. Mereka ditemukan dengan luka tembak di pegunungan Mayu di dekat Kota Maungdaw.
Pemerintah Suu Kyi dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa “ekstremis” bertanggung jawab atas pembunuhan enam anggota minoritas Mro dari Desa Kaigyi, di mana penduduknya mengaku telah menemukan sebuah kamp untuk gerilyawan Rohingya.
Kekerasan di Rakhine ini merupakan yang terbaru setelah pada Oktober lalu gerilyawan Rohingya membunuh sembilan polisi dalam serangan terkoordinasi terhadap pos-pos penjagaan perbatasan.
Serangan itu direspons militer dengan menggelar operasi di desa-desa komunitas Rohingya, di mana para pengungsi yang selamat mengaku para tentara membakar desa, memperkosa para perempuan, membunuh dan menganiaya warga Rohingya.
Penyelidik PBB yang mewawancarai beberapa orang dari hampir 75.000 warga Rohingya yang melarikan diri ke Bangladesh mengatakan bahwa tentara Myanmar diduga melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan.
Suu Kyi menolak untuk bekerja sama dengan misi pencari fakta PBB yang dibentuk untuk menyelidiki dugaan pelanggaran di Rakhine dan tempat lain di Myanmar.
Pemerintah Myanmar menuduh para militan menjalankan kamp pelatihan di pegunungan dan membunuh informan dari komunitas Muslim.
Seorang perwira militer Myanmar mengatakan bahwa pasukan keamanan telah memulai "operasi pembersihan intensif" untuk memburu para pembunuh enam warga Buddha pada hari Kamis.
Selain enam orang terbunuh, dua wanita yang berusia 21 dan 34 tahun dilaporkan masih hilang. Mereka terbiasa menjalankan aktivitas bertani di sekitar perbukitan.
Aung Kyaw Min, seorang warga Buddha Kaigyi, mengatakan bahwa penduduk desa percaya kedua wanita yang hilang tersebut juga telah terbunuh karena beberapa pakaian mereka telah ditemukan.
”Kita semua menderita (akibat) pembunuhan ini,” katanya. ”Semua penduduk desa panik dan tidak ada yang mau tinggal di sana. Mereka semua ingin pindah ke tempat yang aman yang diatur oleh pemerintah,” ujar Aung Kyaw Min, seperti dilansir Reuters.
Menurut pejabat PBB dan petugas bantuan kemanusiaan, ketegangan di kalangan masyarakat telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir.
Di kota Rathedaung, selatan Maungdaw, pasukan meluncurkan tembakan secara terpisah terhadap para militan. Pada hari ini, pasukan keamanan Myanmar juga dilaporkan melepaskan tembakan ke warga desa yang dipersenjatai dengan tongkat di sekitar dusun Auk Nan Yar.
Pada hari Senin, tiga jasad warga Muslim dalam kondisi dimutilasi ditemukan di kawasan desa setempat. Sedangkan empat warga lainnya dilaporkan hilang.
(mas)