PBB: Serangan Koalisi AS Telah Membunuh 300 Warga Sipil di Raqqa
Kamis, 15 Juni 2017 - 02:20 WIB

PBB: Serangan Koalisi AS Telah Membunuh 300 Warga Sipil di Raqqa
A
A
A
NEW YORK - Komisi Penyelidik Kerjahatan Perang di PBB menyatakan, serangan udara koalisi pimpinan Amerika Serikat (AS) telah membunuh sekitar 300 warga sipil di Raqqa, Suriah, sejak Maret lalu. Koalisi AS selama ini mengklaim target mereka adalah kelompok Islamic State atau ISIS.
Laporan dari badan PBB ini muncul seminggu setelah Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah kelompok milisi Kurdi dan Arab yang didukung pasukan koalisi AS mulai menyerang Raqqa untuk merebut wilayah itu dari ISIS.
”Serangan udara koalisi meningkat di sekitar kota,” kata Paulo Pinheiro, Ketua Komisi Penyelidik PBB.
”Karena operasi tersebut semakin cepat, warga sipil terjebak di kota dengan peraturan ISIS yang menindas, sambil menghadapi bahaya ekstrem terkait dengan serangan udara yang berlebihan,” lanjut Pinheiro kepada wartawan, seperti dikutip Reuters, Kamis (15/6/2017).
Karen Abuzayd, seorang komisaris asal AS yang duduk di panel independen itu mengaku memiliki data 300 kematian warga sipil di Raqqa. ”Kami telah mendokumentasikan kematian akibat serangan udara koalisi saja dan kami memiliki sekitar 300 kematian, 200 di antaranya di satu tempat, di al-Mansoura, sebuah desa,” katanya.
Penyelidik PBB tidak memiliki akses ke Suriah. Mereka mewawancarai korban dan saksi dari negara tetangga atau melalui Skype bersama mereka yang masih berada di Suriah.
Pinheiro, yang berbicara sebelumnya kepada Dewan HAM PBB mengatakan bahwa telah terjadi hilangnya nyawa para warga sipil secara mengejutkan. Menurutnya, serangan udara koalisi AS juga telah memaksa 160.000 warga sipil untuk meninggalkan rumah mereka.
Raqqa saat ini jadi medan persaingan antara koalisi AS padan pasukan rezim Suriah dalam merebut Raqqa dari ISIS.
Terpisah, Human Rights Watch mengungkapkan keprihatinannya dalam sebuah pernyataan tentang penggunaan senjata fosfor putih oleh koalisi pimpinan AS yang memerangi ISIS di Irak dan Suriah. Menurut kelompok HAM ini, penduduk sipil Raqqa terancam “punah” saat senjata itu digunakan di daerah-daerah penduduk.
Fosfor putih tidak dilarang sebagai senjata kimia dan secara hukum dapat digunakan di medan perang. Tapi bisa menyebabkan luka bakar serius.
Laporan dari badan PBB ini muncul seminggu setelah Pasukan Demokratik Suriah (SDF), sebuah kelompok milisi Kurdi dan Arab yang didukung pasukan koalisi AS mulai menyerang Raqqa untuk merebut wilayah itu dari ISIS.
”Serangan udara koalisi meningkat di sekitar kota,” kata Paulo Pinheiro, Ketua Komisi Penyelidik PBB.
”Karena operasi tersebut semakin cepat, warga sipil terjebak di kota dengan peraturan ISIS yang menindas, sambil menghadapi bahaya ekstrem terkait dengan serangan udara yang berlebihan,” lanjut Pinheiro kepada wartawan, seperti dikutip Reuters, Kamis (15/6/2017).
Karen Abuzayd, seorang komisaris asal AS yang duduk di panel independen itu mengaku memiliki data 300 kematian warga sipil di Raqqa. ”Kami telah mendokumentasikan kematian akibat serangan udara koalisi saja dan kami memiliki sekitar 300 kematian, 200 di antaranya di satu tempat, di al-Mansoura, sebuah desa,” katanya.
Penyelidik PBB tidak memiliki akses ke Suriah. Mereka mewawancarai korban dan saksi dari negara tetangga atau melalui Skype bersama mereka yang masih berada di Suriah.
Pinheiro, yang berbicara sebelumnya kepada Dewan HAM PBB mengatakan bahwa telah terjadi hilangnya nyawa para warga sipil secara mengejutkan. Menurutnya, serangan udara koalisi AS juga telah memaksa 160.000 warga sipil untuk meninggalkan rumah mereka.
Raqqa saat ini jadi medan persaingan antara koalisi AS padan pasukan rezim Suriah dalam merebut Raqqa dari ISIS.
Terpisah, Human Rights Watch mengungkapkan keprihatinannya dalam sebuah pernyataan tentang penggunaan senjata fosfor putih oleh koalisi pimpinan AS yang memerangi ISIS di Irak dan Suriah. Menurut kelompok HAM ini, penduduk sipil Raqqa terancam “punah” saat senjata itu digunakan di daerah-daerah penduduk.
Fosfor putih tidak dilarang sebagai senjata kimia dan secara hukum dapat digunakan di medan perang. Tapi bisa menyebabkan luka bakar serius.
(mas)