Teheran: AS Harus Penuhi Kesepakatan Nuklir 2015

Jum'at, 21 April 2017 - 16:03 WIB
Teheran: AS Harus Penuhi...
Teheran: AS Harus Penuhi Kesepakatan Nuklir 2015
A A A
TEHERAN - Amerika Serikat (AS) harus memenuhi kewajibannya berdasarkan kesepakatan nuklir 2015 alih-alih mengulangi tuduhan terhadap Iran. Begitu pernyataan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menanggapi komentar Rex Tillerson mengenai peninjauan kembali pencabutan sanksi terhadap Iran.

Melalui akun Twitternya, Zarif menekankan bahwa Washington harus memenuhi komitmennya sendiri sebagai bagian dari kesepakatan nuklir internasional yang ditandatangani di Jenewa pertengahan tahun 2015 lalu.

"Tuduhan yang dikeluarkan oleh AS tidak dapat menutupi pengakuannya terhadap kepatuhan Iran terhadap JCPOA," kata Zarif seperti dikutip dari Russia Today, Jumat (21/4/2017).

Sementara Moskow turut mengomentari klaim Tillerson dengan mengatakan Sekretaris Negara AS itu seharusnya memisahkan tuduhan terorisme dan kesepakatan nuklir. Menurut Mikhail Ulyanov, kepala Departemen Luar Negeri Rusia untuk Non-Proliferasi dan Kontrol Senjata, keduanya tidak memiliki kesamaan.

"Jika kesepakatan itu tidak berhasil, maka keluhan spesifik harus dibuat terkait fungsinya. Amerika tidak dapat melakukan hal ini. IAEA [Badan Energi Atom Internasional], peserta independen dalam proses ini, menegaskan bahwa Iran menerapkan semuanya. Oleh karena itu, klaim apa pun tidak relevan di sini, menurut saya,"kata Ulyanov.

Sebelumnya, dalam suratnya kepada Kongres, Tillerson mengakui bahwa Iran mematuhi kesepakatan tersebut. Meski begitu, ia mengecam negara tersebut sebagai sponsor terorisme terkemuka di dunia.

Tillerson mengklaim bahwa Teheran telah memicu berbagai konflik militer di Timur Tengah, yang melemahkan kepentingan AS di negara-negara seperti Suriah, Yaman, Irak dan Lebanon. Washington menyalahkan Teheran karena mendukung berbagai kelompok yang dipandangnya sebagai organisasi teroris, termasuk Hizbullah Lebanon, Hamas Palestina dan Houthi di Yaman.

Iran juga telah mendukung pemerintah Suriah Presiden Bashar Assad, juga mengirim penasihat militer dan pejuang ke Irak untuk membantu memerangi ISIS di sana.

Kesepakatan nuklir Iran, yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk bernegosiasi, membatasi ambisi nuklir Teheran dengan imbalan pencabutan sanksi finansial dan minyak. Kesepakatan tersebut ditandatangani antara Iran dan P5 + 1 (China, Prancis, Rusia, Inggris, Amerika Serikat, ditambah Jerman) dan Uni Eropa. Kesepakatan ini disebut-sebut sebagai salah satu pencapaian kebijakan luar negeri luar biasa pemerintahan Obama.

Namun, Donald Trump menyebutnya "kesepakatan terburuk yang pernah dinegosiasikan" dalam kampanyenya untuk Gedung Putih. Ia lantas mengeluarkan kebijakan kajian antar-lembaga khusus mengenai kebijakan pencabutan sanksi terhadap Iran apakah ditujukan untuk kepentingan AS.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1238 seconds (0.1#10.140)