AS Usulkan Pergantian Rezim Suriah
A
A
A
BEIRUT - Duta Besar (Dubes) Amerika Serikat (AS) untuk Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) Nikki Haley menegaskan, Presiden Suriah Bashar al-Assad tidak bisa melanjutkan kekuasaan setelah meluncurkan senjata kimia. Atas serangan yang terjadi pada pekan lalu tersebut, sebanyak 87 warga Suriah di Khan Sheikhun tewas.
Foto para korban senjata kimia diSuriah menyebar ke hampir seluruh media massa internasional dan jaringan sosial. Dari foto itu tampak korban sedang kejangkejang, muntah-muntah, dan mulut dipenuhi busa.
Situasi itu mendorong Presiden AS Donald Trump untuk meluncurkan 59 misil Tomahawk guna menghancurkan pangkalan udara Suriah. Haley menyatakan, proses perdamaian di Suriah mustahil dilakukan jika Assad masih memegang kekuasaan.
”Jika kalian melihat aksinya dan situasi di Suriah, rasanya akan sulit melihat Pemerintah Suriah yang damai dan stabil. Perubahan rezim merupakan sesuatu yang kami pikir akan terjadi,” ujar Haley kepada CNN.
Dia melanjutkan, AS akan fokus menumpas kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan memutus pengaruh Iran. Senada dengan Haley, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Rex Tillerson menegaskan Washington akan menjadikan misi penumpasan ISIS sebagai prioritas. ”Setelah ISIS lenyap, kami baru bisa mengubah situasi di Suriah,” katanya. Menurut Tillerson, AS tidak akan menentang Assad jika dia kembali mengikuti pemilu ulang. Selain itu, masa depan Assad sebagai Presiden Suriah hanya bisa diputuskan rakyat Suriah.
Pemerintahan Trump juga memberi tahu Kongres bahwa AS harus mengambil langkah tambahan sepatutnya sesuai kepentingan nasional. Pemerintah Suriah membantah terlibat serangan senjata kimia di Khan Sheikhun. Mereka menegaskan tidak akan dan tidak pernah menggunakan senjata kimia.
Suriah menandatangani Konvensi Senjata Kimia dan sepakat menyerahkan senjata mematikan itu pada 2013 setelah dituduh menggunakan sarin di Damaskus. Sekutu Suriah, Rusia dan Iran, juga membela Pemerintahan Assad atas tuduhan itu. Rusia menyatakan tidak ada senjata kimia di Suriah. Presiden Iran Hassan Rouhani juga mengaku akan mempertahankan Suriah dari serangan musuh.
Foto para korban senjata kimia diSuriah menyebar ke hampir seluruh media massa internasional dan jaringan sosial. Dari foto itu tampak korban sedang kejangkejang, muntah-muntah, dan mulut dipenuhi busa.
Situasi itu mendorong Presiden AS Donald Trump untuk meluncurkan 59 misil Tomahawk guna menghancurkan pangkalan udara Suriah. Haley menyatakan, proses perdamaian di Suriah mustahil dilakukan jika Assad masih memegang kekuasaan.
”Jika kalian melihat aksinya dan situasi di Suriah, rasanya akan sulit melihat Pemerintah Suriah yang damai dan stabil. Perubahan rezim merupakan sesuatu yang kami pikir akan terjadi,” ujar Haley kepada CNN.
Dia melanjutkan, AS akan fokus menumpas kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan memutus pengaruh Iran. Senada dengan Haley, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Rex Tillerson menegaskan Washington akan menjadikan misi penumpasan ISIS sebagai prioritas. ”Setelah ISIS lenyap, kami baru bisa mengubah situasi di Suriah,” katanya. Menurut Tillerson, AS tidak akan menentang Assad jika dia kembali mengikuti pemilu ulang. Selain itu, masa depan Assad sebagai Presiden Suriah hanya bisa diputuskan rakyat Suriah.
Pemerintahan Trump juga memberi tahu Kongres bahwa AS harus mengambil langkah tambahan sepatutnya sesuai kepentingan nasional. Pemerintah Suriah membantah terlibat serangan senjata kimia di Khan Sheikhun. Mereka menegaskan tidak akan dan tidak pernah menggunakan senjata kimia.
Suriah menandatangani Konvensi Senjata Kimia dan sepakat menyerahkan senjata mematikan itu pada 2013 setelah dituduh menggunakan sarin di Damaskus. Sekutu Suriah, Rusia dan Iran, juga membela Pemerintahan Assad atas tuduhan itu. Rusia menyatakan tidak ada senjata kimia di Suriah. Presiden Iran Hassan Rouhani juga mengaku akan mempertahankan Suriah dari serangan musuh.
(esn)