Menlu UEA: Trump Larang Imigran 7 Negara Muslim Bukan Islamofobia
A
A
A
ABU DHABI - Menteri Luar Negeri (Menlu) Uni Emirat Arab (UEA) Abdullah bin Zayed al-Nahyan membela kebijakan imigrasi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang membatasi dan melarang imigran asal tujuh negara Muslim yang dianggap berbahaya. Menlu UEA menyebut kebijakan Trump itu tak ditargetkan pada agama dan bukan Islamofobia.
Tujuh negara Muslim Timur Tengah dan Afrika yang terkena dampak kebijakan imigrasi Trump adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman. Kebijakan Trump itu telah memicu protes di seluruh wilayah AS dan di luar negeri. Empat negara bagian AS telah mengajukan gugatan atas keputusan Presiden Trump yang mereka anggap diskriminatif.
Menlu Abdullah mengatakan kebanyakan warga Muslim dan negara-negara Muslim tidak termasuk dalam daftar larangan tersebut. Negara-negara yang terkena dampak, kata dia, memang sedang menghadapi tantangan yang harus diatasi.
”AS telah mengambil keputusan di dalam (wilayah) Amerika yang berdaulat,” katanya pada konferensi pers bersama dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov di Ibu Kota Abu Dhabi, hari Rabu sore.
”Ada upaya untuk memberikan kesan bahwa keputusan ini ditargetkan terhadap agama tertentu, tetapi apa yang dibuktikan pada pembicaraan ini tidak benar, seperti apa yang pemerintah AS sendiri katakana bahwa keputusan ini tidak ditujukan pada agama tertentu,” lanjut Abdullah, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (2/2/2017).
Seperti diketahui, Presiden Trump pada hari Jumat lalu menandatangani perintah eksekutif yang membatasi dan melarang imigran asal tujuh negara Muslim tersebut untuk memasuki wilayah AS. Tujuannya, untuk meningkatkan keamanan nasional AS.
Sebagian negara-negara Teluk Arab absen untuk mengecam larangan dari Pemerintah Trump tersebut. Dari lima negara sekutu dekat AS—Arab Saudi, Kuwait, UEA, Qatar dan Bahrain—hanya Qatar yang menyatakan tidak setuju dengan kebijakan Trump. Qatar berharap Washington akan meninjau ulang larangan bagi imigran tujuh negara Muslim itu untuk memasuki AS.
”Ketika muncul dalam kerangka Muslim, saya pikir ini adalah sesuatu yang akan kita lawan,” kata Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani.
Tujuh negara Muslim Timur Tengah dan Afrika yang terkena dampak kebijakan imigrasi Trump adalah Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, Suriah dan Yaman. Kebijakan Trump itu telah memicu protes di seluruh wilayah AS dan di luar negeri. Empat negara bagian AS telah mengajukan gugatan atas keputusan Presiden Trump yang mereka anggap diskriminatif.
Menlu Abdullah mengatakan kebanyakan warga Muslim dan negara-negara Muslim tidak termasuk dalam daftar larangan tersebut. Negara-negara yang terkena dampak, kata dia, memang sedang menghadapi tantangan yang harus diatasi.
”AS telah mengambil keputusan di dalam (wilayah) Amerika yang berdaulat,” katanya pada konferensi pers bersama dengan Menlu Rusia Sergey Lavrov di Ibu Kota Abu Dhabi, hari Rabu sore.
”Ada upaya untuk memberikan kesan bahwa keputusan ini ditargetkan terhadap agama tertentu, tetapi apa yang dibuktikan pada pembicaraan ini tidak benar, seperti apa yang pemerintah AS sendiri katakana bahwa keputusan ini tidak ditujukan pada agama tertentu,” lanjut Abdullah, seperti dikutip Al Jazeera, Kamis (2/2/2017).
Seperti diketahui, Presiden Trump pada hari Jumat lalu menandatangani perintah eksekutif yang membatasi dan melarang imigran asal tujuh negara Muslim tersebut untuk memasuki wilayah AS. Tujuannya, untuk meningkatkan keamanan nasional AS.
Sebagian negara-negara Teluk Arab absen untuk mengecam larangan dari Pemerintah Trump tersebut. Dari lima negara sekutu dekat AS—Arab Saudi, Kuwait, UEA, Qatar dan Bahrain—hanya Qatar yang menyatakan tidak setuju dengan kebijakan Trump. Qatar berharap Washington akan meninjau ulang larangan bagi imigran tujuh negara Muslim itu untuk memasuki AS.
”Ketika muncul dalam kerangka Muslim, saya pikir ini adalah sesuatu yang akan kita lawan,” kata Menlu Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman bin Jassim Al Thani.
(mas)