Kuwait Gantung Pangeran karena Membunuh, Kelompok HAM Mengecam
A
A
A
AL KUWAIT - Pelaksanaan eksekusi mati terhadap tujuh terpidana mati termasuk seorang pangeran kerajaan oleh otoritas Kuwait kemarin dikecam kelomopok HAM, Amnesty International. Pangeran Sheikh Faisal Abdullah Al-Jaber Al-Sabah dieksekusi gantung karena membunuh keponakannya pada tahun 2010.
Eksekusi mati itu merupakan yang pertama kali dijalankan Kuwait sejak 2013. Kantor berita resmi Kuwait, KUNA, semalam melaporkan bahwa kejahatan sang pangeran adalah "pembunuhan berencana dan kepemilikan senjata api dan amunisi tanpa izin”.
Al-Sabah dinyatakan bersalah menembak dan membunuh keponakannya, Sheikh Basel Salem Sabah Al Salem Al Sabah, pada tahun 2010.
Saksi mengatakan bahwa Basel, yang duduk di kursi roda dan Faisal junior yang berusia 20-an tahun, ditembak lima hingga tujuh kali oleh Al-Sabah. Basel adalah cucu dari Sabah III, Emir Kuwait era 1960-an hingga 1970-an. Dia adalah sepupu dari Sabah IV, Emir Kuwait saat ini.
Orang-orang yang mengenal Basel menggambarkannya sebagai sosok patriotik dan pecinta demokrasi. jandanya, Sheikha Intisar, kepada The Khaleej Times, menyebut korban adalah “suami yang sempurna”. ”Dan ayah, serta orang yang sangat demokratis,” katanya.
Basel juga dikenal sebagai seorang pecinta olahraga, khususnya balap mobil.
Selama invasi Irak ke Kuwait tahun 1990, Basel ikut membantu perjuangan negaranya. Dia bahkan masuk daftar buron paling dicari oleh pemerintah Irak saat itu.
Sebelum penangkapannya, Pangeran Faisal tercatat bekerja di dinas intelijen militer dengan pangkat kapten. Pihak berwenang Kuwait mengesampingkan motif politik di balik pembunuhan itu. Motif Faisal karena kejahatan yang tidak diketahui.
Selain Pangeran Faisal, enam terpidana mati yang dieksekusi antara lain dua warga Mesir, satu warga Ethiopia, satu warga Bangladesh, dan satu warga Filipina. Sisanya, perempuan lokal yang dihukum mati karena kasus pembunuhan.
Selain Pangeran Faisal, terpidana mati terkenal yang dieksekusi adalah Nusra al-Enezi, seorang wanita yang dinyatakan bersalah menyebabkan kebakaran di sebuah pernikahan yang menewaskan 58 orang. Dia dilaporkan melakukan hal itu sebagai balas dendam terhadap suaminya karena menikah lagi untuk kedua kalinya.
Amnesty International mengecam eksekusi massal oleh otoritas Kuwait.”(Eksekusi adalah) langkah mundur mengejutkan dan sangat disesalkan untuk Kuwait,” kata pejabat Amnesty, Samah Hadid.
”Dengan memilih untuk melanjutkan eksekusi sekarang ini, pihak berwenang Kuwait telah ditampilkan mengabaikan hak orang untuk hidup dan mengisyaratkan kesediaan untuk melemahkan standar hak asasi manusia,” lanjut kecaman Hadid.
Kelompok anti-hukuman mati, Reprieve, menyebut eksekusi mati menjadi kebangkitan bencana di negara-negara Teluk. Kelompok ini mencatat Arab Saudi sebagai negara yang secara siginifikan menjalankan eksekusi massal.
”Kita menyaksikan kebangkitan bencana eksekusi di seluruh Teluk,” kata Wakil Direktur Reprieve Harriet McCulloch kepada Sky News, yang dikutip Kamis (26/1/2017). ”Mereka yang dieksekusi termasuk anak muda yang masih anak-anak ketika mereka ditangkap, demonstran politik, dan orang-orang yang disiksa dalam pengakuan palsu.”
Eksekusi mati itu merupakan yang pertama kali dijalankan Kuwait sejak 2013. Kantor berita resmi Kuwait, KUNA, semalam melaporkan bahwa kejahatan sang pangeran adalah "pembunuhan berencana dan kepemilikan senjata api dan amunisi tanpa izin”.
Al-Sabah dinyatakan bersalah menembak dan membunuh keponakannya, Sheikh Basel Salem Sabah Al Salem Al Sabah, pada tahun 2010.
Saksi mengatakan bahwa Basel, yang duduk di kursi roda dan Faisal junior yang berusia 20-an tahun, ditembak lima hingga tujuh kali oleh Al-Sabah. Basel adalah cucu dari Sabah III, Emir Kuwait era 1960-an hingga 1970-an. Dia adalah sepupu dari Sabah IV, Emir Kuwait saat ini.
Orang-orang yang mengenal Basel menggambarkannya sebagai sosok patriotik dan pecinta demokrasi. jandanya, Sheikha Intisar, kepada The Khaleej Times, menyebut korban adalah “suami yang sempurna”. ”Dan ayah, serta orang yang sangat demokratis,” katanya.
Basel juga dikenal sebagai seorang pecinta olahraga, khususnya balap mobil.
Selama invasi Irak ke Kuwait tahun 1990, Basel ikut membantu perjuangan negaranya. Dia bahkan masuk daftar buron paling dicari oleh pemerintah Irak saat itu.
Sebelum penangkapannya, Pangeran Faisal tercatat bekerja di dinas intelijen militer dengan pangkat kapten. Pihak berwenang Kuwait mengesampingkan motif politik di balik pembunuhan itu. Motif Faisal karena kejahatan yang tidak diketahui.
Selain Pangeran Faisal, enam terpidana mati yang dieksekusi antara lain dua warga Mesir, satu warga Ethiopia, satu warga Bangladesh, dan satu warga Filipina. Sisanya, perempuan lokal yang dihukum mati karena kasus pembunuhan.
Selain Pangeran Faisal, terpidana mati terkenal yang dieksekusi adalah Nusra al-Enezi, seorang wanita yang dinyatakan bersalah menyebabkan kebakaran di sebuah pernikahan yang menewaskan 58 orang. Dia dilaporkan melakukan hal itu sebagai balas dendam terhadap suaminya karena menikah lagi untuk kedua kalinya.
Amnesty International mengecam eksekusi massal oleh otoritas Kuwait.”(Eksekusi adalah) langkah mundur mengejutkan dan sangat disesalkan untuk Kuwait,” kata pejabat Amnesty, Samah Hadid.
”Dengan memilih untuk melanjutkan eksekusi sekarang ini, pihak berwenang Kuwait telah ditampilkan mengabaikan hak orang untuk hidup dan mengisyaratkan kesediaan untuk melemahkan standar hak asasi manusia,” lanjut kecaman Hadid.
Kelompok anti-hukuman mati, Reprieve, menyebut eksekusi mati menjadi kebangkitan bencana di negara-negara Teluk. Kelompok ini mencatat Arab Saudi sebagai negara yang secara siginifikan menjalankan eksekusi massal.
”Kita menyaksikan kebangkitan bencana eksekusi di seluruh Teluk,” kata Wakil Direktur Reprieve Harriet McCulloch kepada Sky News, yang dikutip Kamis (26/1/2017). ”Mereka yang dieksekusi termasuk anak muda yang masih anak-anak ketika mereka ditangkap, demonstran politik, dan orang-orang yang disiksa dalam pengakuan palsu.”
(mas)