Muslim Rohingya Dianiaya, Pemerintah Suu Kyi Cari Kambing Hitam
A
A
A
NAYPYIDAW - Myanmar yang saat ini diperintah faksi politik yang dipimpin pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi, menuai kritik keras terkait penganiayaan militer terhadap komunitas Muslim Rohingya di Rakhine. Myanmar bukannya mengakui dan menindak pihak yang bertanggung jawab, tap justru mencari “kambing hitam” atau pihak lain yang disalahkan.
Faksi Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) yang dipimpin Suu Kyi sudah enam bulan memerintah Myanmar usai menang pemilu. Namun, kemampuan pemerintah Suu Kyi untuk mengontrol tentara masih diragukan.
Pemerintah Myanmar telah menuduh aktivis melebih-lebihkan skala kekerasan di Rakhine. Namun, pada saat yang sama, pengamat internasional, wartawan dan lembaga bantuan dibatasi ketat ruang geraknya ketika mencoba untuk memverifikasi klaim data kekerasan di Rakhine.
”Pada tanggal 15 November, juru bicara pemerintah menyatakan bahwa Human Rights Watch (HRW) adalah bagian dari 'konspirasi' untuk merusak citra Myanmar,” kata Direktur HRW Asia, Brad Adams, pada Senin (21/11/2016) yang menganggap pemerintah Suu Kyi menyalahkan pihak lain.
“Alih-alih menanggapi dengan tuduhan tindakan militer dan penolakan (kekerasan terhadap komunitas Rohingya), pemerintah harusnya cukup melihat fakta-fakta dan mengambil tindakan untuk melindungi semua orang di Burma (Myanmar), apa pun agama atau etnis mereka,” ujar Adams, seperti dikutip Deutsche Welle.
”Sebuah pemerintahan dengan tidak menyembunyikannya, seharusnya tidak memiliki masalah untuk memberikan akses ke wartawan dan peneliti hak asasi manusia,” lanjut Adams.
Pada hari ini, HRW mengutip citra satelit terbaru yang menunjukkan bahwa lima desa komunitas Rohingya dibakar dalam tindakan keras militer Myanmar. Selain itu, sebanyak 1.250 bangunan hancur. Kekerasan oleh militer Myanmar terhadap komunitas Rohingya terjadi menyusul serangan oleh orang-orang bersenjata tak dikenal terhadap pos-pos militer Myanmar pada 9 Oktober 2016 yang menyebabkan tiga polisi tewas.
Pemerintah Myanmar sebelumnya mengatakan bahwa kurang 300 rumah telah dihancurkan oleh militan yang bertujuan untuk menabur benih kesalahpahaman antara pasukan pemerintah dan orang-orang Rohingya. Dalam kekerasan di Rakhine itu, 70 orang tewas dan sekitar 400 orang ditangkap. Namun, para aktivis mengklaim jumlah korban lebih banyak.
Faksi Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) yang dipimpin Suu Kyi sudah enam bulan memerintah Myanmar usai menang pemilu. Namun, kemampuan pemerintah Suu Kyi untuk mengontrol tentara masih diragukan.
Pemerintah Myanmar telah menuduh aktivis melebih-lebihkan skala kekerasan di Rakhine. Namun, pada saat yang sama, pengamat internasional, wartawan dan lembaga bantuan dibatasi ketat ruang geraknya ketika mencoba untuk memverifikasi klaim data kekerasan di Rakhine.
”Pada tanggal 15 November, juru bicara pemerintah menyatakan bahwa Human Rights Watch (HRW) adalah bagian dari 'konspirasi' untuk merusak citra Myanmar,” kata Direktur HRW Asia, Brad Adams, pada Senin (21/11/2016) yang menganggap pemerintah Suu Kyi menyalahkan pihak lain.
“Alih-alih menanggapi dengan tuduhan tindakan militer dan penolakan (kekerasan terhadap komunitas Rohingya), pemerintah harusnya cukup melihat fakta-fakta dan mengambil tindakan untuk melindungi semua orang di Burma (Myanmar), apa pun agama atau etnis mereka,” ujar Adams, seperti dikutip Deutsche Welle.
”Sebuah pemerintahan dengan tidak menyembunyikannya, seharusnya tidak memiliki masalah untuk memberikan akses ke wartawan dan peneliti hak asasi manusia,” lanjut Adams.
Pada hari ini, HRW mengutip citra satelit terbaru yang menunjukkan bahwa lima desa komunitas Rohingya dibakar dalam tindakan keras militer Myanmar. Selain itu, sebanyak 1.250 bangunan hancur. Kekerasan oleh militer Myanmar terhadap komunitas Rohingya terjadi menyusul serangan oleh orang-orang bersenjata tak dikenal terhadap pos-pos militer Myanmar pada 9 Oktober 2016 yang menyebabkan tiga polisi tewas.
Pemerintah Myanmar sebelumnya mengatakan bahwa kurang 300 rumah telah dihancurkan oleh militan yang bertujuan untuk menabur benih kesalahpahaman antara pasukan pemerintah dan orang-orang Rohingya. Dalam kekerasan di Rakhine itu, 70 orang tewas dan sekitar 400 orang ditangkap. Namun, para aktivis mengklaim jumlah korban lebih banyak.
(mas)