Jual Barang Antik Jarahan, ISIS Raup Rp2,6 Triliun per Tahun
A
A
A
NEW YORK - Rusia melalui Duta Besar-nya untuk PBB, Vitaly Churkin, menyatakan bahwa ISIS meraup laba hingga USD200 juta atau sekitar Rp2,6 triliun per tahun dari penjualan barang-barang antik yang dijarah dari Irak dan Suriah.
Churkin mengungkapkan data itu dalam surat yang dia kirim ke Dewan Keamanan PBB yang dirilis hari Rabu.
”Sekitar 100 ribu objek budaya dari kepentingan global, termasuk 4.500 situs arkeologi, sembilan di antaranya termasuk di daftar Warisan Dunia UNESCO, berada di bawah kontrol Islamic State (ISIS) di Suriah dan Irak,” bunyi surat yang ditulis Churkin.
”Laba yang diperoleh oleh kelompok ini dari perdagangan gelap barang antik dan harta arkeologi diperkirakan USD150-200 juta per tahun,” lanjut surat Churkin, yang dilansir Reuters, Kamis (7/4/2016).
Penyelundupan artefak, sambung surat Churkin, dilakukanoleh Divisi Barang Antik ISIS, sebuah divisi di Kementerian Sumber Daya Alam yang didirikan kelompok radikal itu. Dengan stempel divisi itu, militan ISIS diizinkan untuk menggali, menghancurkan dan mengangkut barang antik.
Beberapa rincian dokumen yang disita oleh tim Operasi Khhusus Amerika Serikat (AS) saat menyerang ISIS di Suriah pada Mei 2015 juga mengungkap data yang hampir sama. Namun, data yang dibeberkan diplomat Rusia ini jauh lebih detail dan baru.
Selain soal hitungan laba, Churkin juga menuduh keterlibatan pihak-pihak di Turki dalam penyelundupan dan penjualan barang-barang antik jarahan kelompok ISIS.
”Pusat utama untuk penyelundupan item warisan budaya adalah Kota Gaziantep, Turki, di mana barang curian dijual, di lelang dan kemudian dipasarkan melalui jaringan toko-toko antik, termasu di pasar lokal,” imbuh surat Churkin.
Para pejabat Turki tidak segera bersedia untuk komentar atas tuduhan Rusia. Kedua negara ini telah terlibat ketegangan sejak pesawat tempur Rusia ditembak jatuh Turki di dekat perbatasan Suriah pada November 2015 lalu.
Churkin mengungkapkan data itu dalam surat yang dia kirim ke Dewan Keamanan PBB yang dirilis hari Rabu.
”Sekitar 100 ribu objek budaya dari kepentingan global, termasuk 4.500 situs arkeologi, sembilan di antaranya termasuk di daftar Warisan Dunia UNESCO, berada di bawah kontrol Islamic State (ISIS) di Suriah dan Irak,” bunyi surat yang ditulis Churkin.
”Laba yang diperoleh oleh kelompok ini dari perdagangan gelap barang antik dan harta arkeologi diperkirakan USD150-200 juta per tahun,” lanjut surat Churkin, yang dilansir Reuters, Kamis (7/4/2016).
Penyelundupan artefak, sambung surat Churkin, dilakukanoleh Divisi Barang Antik ISIS, sebuah divisi di Kementerian Sumber Daya Alam yang didirikan kelompok radikal itu. Dengan stempel divisi itu, militan ISIS diizinkan untuk menggali, menghancurkan dan mengangkut barang antik.
Beberapa rincian dokumen yang disita oleh tim Operasi Khhusus Amerika Serikat (AS) saat menyerang ISIS di Suriah pada Mei 2015 juga mengungkap data yang hampir sama. Namun, data yang dibeberkan diplomat Rusia ini jauh lebih detail dan baru.
Selain soal hitungan laba, Churkin juga menuduh keterlibatan pihak-pihak di Turki dalam penyelundupan dan penjualan barang-barang antik jarahan kelompok ISIS.
”Pusat utama untuk penyelundupan item warisan budaya adalah Kota Gaziantep, Turki, di mana barang curian dijual, di lelang dan kemudian dipasarkan melalui jaringan toko-toko antik, termasu di pasar lokal,” imbuh surat Churkin.
Para pejabat Turki tidak segera bersedia untuk komentar atas tuduhan Rusia. Kedua negara ini telah terlibat ketegangan sejak pesawat tempur Rusia ditembak jatuh Turki di dekat perbatasan Suriah pada November 2015 lalu.
(mas)