Perokok Sakit, Pabrik Rokok Kanada Diminta Bayar Rp158 Triliun
A
A
A
QUEBEC - Pengadilan Tinggi di Kanada memerintahkan kepada tiga perusahaan rokok untuk membayar uang sebesar 15 miliar dolar Kanada atau sekitar Rp158,7 triliun kepada penggugat, yakni para konsumen. Gugatan class action yang bersejarah itu diajukan para perokok yang sakit dan yang kecanduan.
Putusan pengadilan itu dibacarkan oleh hakim Brian Riordan. Hakim itu mengatakan, tiga perusahaan rokok yang wajib membayar uang sebesar itu adalah Imperial Tobacco Canada, anak perusahaan dari British American Tobacco PLC, JTI-Macdonald Corp cabang dari Japan Tobacco Inc Group dan Rothmans, Benson & Hedges Inc anak anak perusahaan Philip Morris International.
Namun, tiga perusahaan rokok itu tidak terima dengan putusan hakim dan mengajukan banding. Gugatan itu sejatinya diluncurkan sejak tahun 1998 dan dianggap sebagai kasus perdata terbesar dalam sejarah Kanada.
Gugatan diprakarasi oleh dua kelompok yang terdiri dari satu juta orang. Sidang dimulai pada Maret 2012, di mana hakim mendengar keterangan dari 76 saksi dan meninjau lebih dari 43.000 dokumen sebelum sidang itu diakhiri pada Desember 2014.
Satu kelompok membuktikan seorang individu menjadi sakit parah setelah merokok. Sedangkan kelompok lainnya mencontohkan banyak orang yang tidak bisa berhenti merokok atau kecanduan.
”Ini hari besar bagi korban tembakau, yang telah menunggu selama sekitar 17 tahun untuk keputusan ini,” kata Mario Bujold, Direktur Eksekutif Dewan Tembakau dan Kesehatan Quebec, seperti dikutip Reuters, Selasa (2/6/2015). ”Ini adalah proses yang panjang tapi tiba di tempat tujuan dan itu adalah kemenangan besar.”
Di antara tuduhan mereka, salah satunya adalah tuduhan kegagalan perusahaan untuk memperingatkan pelanggan mereka tentang bahaya merokok.
Tapi, tiga perusahaan rokok itu kecewa dengan putusan hakim dan memilih banding.”Pengadilan mengabaikan kenyataan bahwa konsumen sudah dewasa dan pemerintah tahu tentang risiko yang terkait dengan merokok selama beberapa dekade,” kata Tamara Gitto, Wakil Presiden, Hukum, dan General Counsel Imperial Tobacco Canada.
”Kami percaya ada alasan yang kuat untuk banding dan kami akan terus membela hak-hak kami sebagai perusahaan legal,” katanya lagi.
Putusan pengadilan itu dibacarkan oleh hakim Brian Riordan. Hakim itu mengatakan, tiga perusahaan rokok yang wajib membayar uang sebesar itu adalah Imperial Tobacco Canada, anak perusahaan dari British American Tobacco PLC, JTI-Macdonald Corp cabang dari Japan Tobacco Inc Group dan Rothmans, Benson & Hedges Inc anak anak perusahaan Philip Morris International.
Namun, tiga perusahaan rokok itu tidak terima dengan putusan hakim dan mengajukan banding. Gugatan itu sejatinya diluncurkan sejak tahun 1998 dan dianggap sebagai kasus perdata terbesar dalam sejarah Kanada.
Gugatan diprakarasi oleh dua kelompok yang terdiri dari satu juta orang. Sidang dimulai pada Maret 2012, di mana hakim mendengar keterangan dari 76 saksi dan meninjau lebih dari 43.000 dokumen sebelum sidang itu diakhiri pada Desember 2014.
Satu kelompok membuktikan seorang individu menjadi sakit parah setelah merokok. Sedangkan kelompok lainnya mencontohkan banyak orang yang tidak bisa berhenti merokok atau kecanduan.
”Ini hari besar bagi korban tembakau, yang telah menunggu selama sekitar 17 tahun untuk keputusan ini,” kata Mario Bujold, Direktur Eksekutif Dewan Tembakau dan Kesehatan Quebec, seperti dikutip Reuters, Selasa (2/6/2015). ”Ini adalah proses yang panjang tapi tiba di tempat tujuan dan itu adalah kemenangan besar.”
Di antara tuduhan mereka, salah satunya adalah tuduhan kegagalan perusahaan untuk memperingatkan pelanggan mereka tentang bahaya merokok.
Tapi, tiga perusahaan rokok itu kecewa dengan putusan hakim dan memilih banding.”Pengadilan mengabaikan kenyataan bahwa konsumen sudah dewasa dan pemerintah tahu tentang risiko yang terkait dengan merokok selama beberapa dekade,” kata Tamara Gitto, Wakil Presiden, Hukum, dan General Counsel Imperial Tobacco Canada.
”Kami percaya ada alasan yang kuat untuk banding dan kami akan terus membela hak-hak kami sebagai perusahaan legal,” katanya lagi.
(mas)