Ulama Arab Saudi Awad al-Qarni Hadapi Hukuman Mati karena Berkicau di Twitter

Senin, 16 Januari 2023 - 09:46 WIB
loading...
Ulama Arab Saudi Awad al-Qarni Hadapi Hukuman Mati karena Berkicau di Twitter
Awad al-Qarni, ulama terkenal Arab Saudi yang menghadapi hukuman mati karena menggunakan Twitter untuk sampaikan pendapat yang berseberangan dengan kerajaan. Foto/via Middle East Eye
A A A
RIYADH - Awad al-Qarni (65), seorang ulama Arab Saudi , menghadapi hukuman mati atas berbagai tuduhan. Salah satu tuduhan itu adalah penggunaan Twitter untuk menyuarakan pendapatnya, yang oleh pengadilan dianggap membahayakan ketertiban umum.

Tuduhan terkait penggunaan Twitter itu muncul dalam dokumen pengadilan yang dilihat The Guardian pada hari Minggu (15/1/2023).

"Awad al-Qarni telah mengakui menggunakan akun Twitter atas namanya di setiap kesempatan...untuk mengungkapkan pendapatnya," bunyi dokumen pengadilan.

Awad al-Qarni ditangkap pada tahun 2017 dalam tindakan keras terhadap para pengkhotbah, akademisi, jurnalis, pebisnis, dan lainnya.

Baca Juga: Dianggap Berbahaya, Ulama Terkenal Arab Saudi Dilarang Berikicau di Twitter

Tuduhan terhadapnya juga termasuk pembuatan akun Telegram dan berbagi berita yang dianggap "bermusuhan" dengan Kerajaan Arab Saudi dalam obrolan WhatsApp.

Selain itu, ulama yang juga profesor hukum itu dituduh memuji gerakan Ikhwanul Muslimin—yang telah dinyatakan sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Saudi—dalam sebuah video.

Pengakuan Awad al-Qarni atas berbagai tuduhan itu disampaikan selama interogasi di penjara Saudi, yang oleh para aktivis disebut terjadi setelah penyiksaan dan penganiayaan.

Setahun setelah penangkapannya, jaksa penuntut umum meminta Awad Qarni menghadapi hukuman mati bersama ulama lainnya; Salman Odah dan Ali al-Omari.

Qarni, Omari dan Odah adalah tokoh agama dengan banyak pengikut di kalangan pemuda Arab Saudi dan negara lain di kawasan Arab.

Pemerintah Saudi telah dituduh oleh kelompok hak asasi manusia (HAM) melakukan tindakan keras yang meluas terhadap perbedaan pendapat dan kebebasan berekspresi.

Represi telah meningkat sejak Pangeran Mohammed bin Salman menjadi putra mahkota dan penguasa de-facto kerajaan pada musim panas 2017.

Namun, pejabat Saudi membantah tuduhan kelompok HAM dan mengatakan kerajaan tidak memiliki tahanan politik.

Terlepas dari janji pemerintah untuk mengurangi hukuman mati, peningkatan jumlah eksekusi baru-baru ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan kelompok HAM.

Tahun lalu, kerajaan mengeksekusi 147 orang, termasuk eksekusi massal 81 orang dalam satu hari. Itu menurut kelompok European Saudi Organization for Human Rights.

Kelompok yang berbasis di Jerman itu mengatakan setidaknya 61 orang menghadapi hukuman mati per Desember 2022, menambahkan bahwa jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.

Beberapa kelompok kanan khawatir para tahanan, termasuk Qarni, Omari dan Odah, akan disapu dalam eksekusi massal.

Nasser al-Qarni, putra Awad al-Qarni, melarikan diri dari negara itu tahun lalu dan mencari suaka di Inggris setelah pejabat Saudi mengancamnya dengan penjara atau eksekusi jika dia berbicara tentang ayahnya.

"Kami, di dalam Arab Saudi, telah menggunakan segala cara untuk membebaskan ayah saya dan menghentikan penindasan yang dialaminya, tetapi tidak berhasil," katanya pada bulan Oktober.

"Sayangnya, negara saya gagal, tidak hanya dalam hal hak asasi manusia tetapi di semua bidang, sosial, ekonomi, dan politik," tambahnya.

Terorisme

Pada 2017, Pengadilan Pidana Khusus Riyadh menyatakan tindakan Awad al-Qarni menggunakan Twitter untuk mengungkapkan pendapat yang berseberangan dengan kerajaan telah membahayakan keteriban umum.

Pengadilan tersebut juga menjatuhkan denda sebesar SR100.000 padanya.

Setelah putusan denda dibacakan, ulama yang dituduh memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin ini sempat mengonfirmasi via akun Twitter-nya, @awadalqarni. ”Saya dicegah menulis,” bunyi tweet ulama itu, yang kemudian berterima kasih kepada para pengikutnya.

Surat kabar Saudi, Okaz, pernah melaporkan bahwa Pengadilan Pidana Khusus Riyadh biasanya dibuka untuk menangani kasus terorisme. “Ulama itu dihukum karena menyebarkan konten di Twitter yang bisa membahayakan ketertiban umum dan memprovokasi opini publik,” tulis media Saudi itu mengutip putusan pengadilan.

“Konten (yang disebar) dapat memengaruhi hubungan rakyat dengan pemimpin, dan hubungan Arab Saudi dengan negara-negara lain,” lanjut laporan surat kabar tersebut.

Al-Qarni sering dikritik oleh media lokal dan publik di media sosial karena memiliki pandangan radikal terhadap ulama yang tidak setuju dengan penafsiran tentang agama versi dirinya.

Masih menurut media Saudi, ulama ini memiliki pengaruh yang luas. Badan intelijen Israel, Mossad, pernah berencana untuk membunuhnya.

Pada tahun 2010, al-Qarni didakwa secara in absentia oleh pengadilan Mesir atas tuduhan mendanai organisasi Ikhwanul Muslimin.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1175 seconds (0.1#10.140)