Gelar Pemilu Parlemen, Singapura Ingin Keragaman

Senin, 13 Juli 2020 - 11:11 WIB
loading...
Gelar Pemilu Parlemen, Singapura Ingin Keragaman
artai berkuasa Singapura, Partai Aksi Rakyat (PAP), mendapatkan hasil pemilu terburuk pada pemilu parlemen pada Jumat lalu. Foto/Reuters
A A A
SINGAPURA - Partai berkuasa Singapura , Partai Aksi Rakyat (PAP), mendapatkan hasil pemilu terburuk pada pemilu parlemen pada Jumat lalu. Partai oposisi Singapura semakin mencengkeram parlemen. Itu bisa memicu penundaan rencana sukses dan perubahan kebijakan yang berdampak bagi pusat bisnis internasional tersebut.

PAP yang berkuasa sejak 1965 memenangkan 83 dari 93 kursi parlemen serta memenangkan 61,2% atau turun dari 70% pada pemilu 2015. Partai oposisi Partai Pekerja mengamankan 10 kursi. Itu merupakan perolehan terbaik. Pemilu parlemen tersebut menjadi referendum bagi pemerintahan saat ini dalam mengelola wabah corona.

Singapura juga merupakan negara yang menggelar pemilu di tengah pandemi. Aturan ketat dilaksanakan selama pagelaran pesta demokrasi, seperti mengenakan masker dan sarung tangan. Pasalnya, Singapura merupakan salah satu negara paling buruk dilanda virus korona yang mencapai 45.000 kasus.

Penanganan Singapura awalnya dinilai sukses dalam mengatasi krisis korona. Tapi, Singapura justru ternyata takluk dengan korona karena gagal mengatasi wabah tersebut yang meluas di asrama para pekerja migran asal Asia Selatan. Data Kementerian Kesehatan Singapura menyebutkan 90% kasus korona berasal dari para pekerja tersebut. (Baca: Partai Penguasa Singapura Terpukul oleh Hasil Pemilu)

Para pengamat memprediksi jumlah infeksi virus korona di Singapura juga akan terus meningkat setelah pemilu. Catatan The Economist Intelligence Unit menyatakan, peningkatan kasus virus korona akan meningkatkan sentimen negatif terhadap pemerintahan yang berkuasa. Apalagi popularitas pemerintahan juga terus menunjukkan penurunan karena dinilai gagal dalam mengatasi pandemi ini.

Bukan hanya Singapura yang berani menggelar pemilu saat pandemi, Korea Selatan juga sukses menggelar pemilu pada April lalu, demikian juga Serbia. Kedua negara itu memberikan kesempatan pada pemerintahan petahana untuk kembali berkuasa. Singapura pun demikian. Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong kembali berkuasa untuk satu periode.

Putra pendiri Singapura Lee Kuan Yew itu telah berkuasa sejak 2004 lalu. Satu periode mendatang merupakan masa terakhir PM Lee akan berkuasa. Dengan dua pertiga kekuasaan di parlemen memberikan wewenang besar baginya meloloskan undang-undang, meski popularitas PM Lee dan PAP pun semakin tenggelam.

Tantangan terbesar Singapura lainnya adalah krisis ekonomi akibat virus korona dan terkena dampak perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China. Singapura diprediksi akan menghadapi resesi ekonomi terburuk sejak kemerdekaan pada 1965. Pertumbuhan ekonomi Singapura turun hingga 4-7%.

Ketidakmampuan Pemerintah Singapura meningkatkan pertumbuhan dan mengatasi krisis, menyebabkan rakyat Singapura berpikir berulang memberikan suara pada partai berkuasa. Sebagian masyarakat mulai memiliki perbedaan pandangan. Ketika diibarat PAP saat ini menghadapi berbagai badai belum mereda.

Dalam pandangan pakar dari Universitas Manajemen Singapura, Eugene Tan, pemerintahan saat ini lebih mengutamakan “flight to safety” dalam menghadapi krisis. “Saya berpikir sebagian rakyat Singapura akan mengambil pandangan berbeda,” katanya dilansir CBS News. Analisis itu memang menjadi kenyataan saat ini ketika partai oposisi Singapura justru menguat.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0927 seconds (0.1#10.140)