Anggota Parlemen AS Selidiki Kesepakatan Minyak Rahasia Biden dan Arab Saudi
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Petinggi Partai Republik di Komite Pengawasan dan Reformasi DPR Amerika Serikat (AS) mengumumkan penyelidikan apakah Presiden Joe Biden membuat perjanjian rahasia dengan Arab Saudi.
Kesepakatan rahasia itu diduga bertujuan membantu Partai Demokrat dalam pemilu paruh waktu November dengan menurunkan harga minyak.
"Jika pemerintahannya terlibat dalam manipulasi pasar pintu belakang dengan negara-negara musuh sambil membahayakan keamanan nasional kita demi mengamankan kondisi pemilihan yang lebih menguntungkan bagi Demokrat, rakyat Amerika memiliki hak untuk mengetahuinya," ujar anggota DPR AS James Comer pada Minggu (4/12/2022) dalam surat kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Comer, petinggi Partai Republik Kentucky, menuduh Biden mengejar pasokan minyak asing yang lebih tinggi "untuk tujuan politik" sambil memberlakukan kebijakan yang melumpuhkan produksi minyak AS.
Anggota Kongres itu mengutip laporan New York Times pada Oktober yang merinci upaya Biden membujuk Saudi memimpin OPEC dalam mempercepat dan memperluas peningkatan produksi minyak.
Biden mengumumkan kunjungan kontroversialnya ke Arab Saudi pada Juni, melanggar janji kampanyenya untuk menghindari kerajaan itu.
Kunjungan Biden dilakukan pada hari yang sama ketika OPEC melaporkan peningkatan produksi yang dipercepat, sesuai dengan bagian pertama dari perjanjian AS-Saudi.
Namun, alih-alih menindaklanjuti dengan peningkatan produksi lebih lanjut pada Oktober, Arab Saudi memimpin kartel minyak dalam mengumumkan pengurangan produksi, yang dipandang oleh pemerintahan Biden sebagai "pengkhianatan" yang mengarah ke pemilu paruh waktu.
Dengan harga konsumen naik pada laju tercepat dalam 40 tahun dan harga bensin serta solar AS mencapai level tertinggi sepanjang masa pada Juni, inflasi merupakan masalah utama menjelang pemilu paruh waktu.
Ternyata, Partai Republik memenangkan mayoritas kursi DPR dalam pemilihan, yang berarti mereka akan dapat mengontrol agenda legislatif, termasuk masalah mana yang diselidiki saat Kongres baru bersidang bulan depan.
Comer kemungkinan akan memimpin Komite Pengawasan dan Reformasi DPR. Dia berjanji menyelidiki berbagai aspek kebijakan energi Biden, termasuk rilis dari Cadangan Minyak Strategis AS dan langkah-langkah yang membatasi produksi minyak dalam negeri.
“Dengan pemerintahan satu partai Demokrat di Washington, mereka telah mempersenjatai kekuatan mereka yang tidak terkendali, mengobarkan perang melawan produksi energi buatan Amerika, dan memaksakan kebijakan Green New Deal pada rakyat Amerika,” ujar Comer.
Dia menambahkan, "Dengan kekuatan palu, kami akan meminta pertanggungjawaban pemerintahan Biden karena secara sembrono menyerang industri kritis yang menyediakan energi yang terjangkau bagi rakyat Amerika dan kesempatan kerja dengan gaji yang baik."
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengakui pemerintah meminta Arab Saudi pada Oktober untuk menunda pemotongan produksi sebulan, yang akan mendorongnya melewati pemilu.
Biden menanggapi keputusan OPEC dengan menuduh Arab Saudi berpihak pada Rusia dalam konflik Ukraina dan memperingatkan pembalasan, dengan mengatakan, "Akan ada konsekuensinya."
Kesepakatan rahasia itu diduga bertujuan membantu Partai Demokrat dalam pemilu paruh waktu November dengan menurunkan harga minyak.
"Jika pemerintahannya terlibat dalam manipulasi pasar pintu belakang dengan negara-negara musuh sambil membahayakan keamanan nasional kita demi mengamankan kondisi pemilihan yang lebih menguntungkan bagi Demokrat, rakyat Amerika memiliki hak untuk mengetahuinya," ujar anggota DPR AS James Comer pada Minggu (4/12/2022) dalam surat kepada Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken.
Comer, petinggi Partai Republik Kentucky, menuduh Biden mengejar pasokan minyak asing yang lebih tinggi "untuk tujuan politik" sambil memberlakukan kebijakan yang melumpuhkan produksi minyak AS.
Anggota Kongres itu mengutip laporan New York Times pada Oktober yang merinci upaya Biden membujuk Saudi memimpin OPEC dalam mempercepat dan memperluas peningkatan produksi minyak.
Biden mengumumkan kunjungan kontroversialnya ke Arab Saudi pada Juni, melanggar janji kampanyenya untuk menghindari kerajaan itu.
Kunjungan Biden dilakukan pada hari yang sama ketika OPEC melaporkan peningkatan produksi yang dipercepat, sesuai dengan bagian pertama dari perjanjian AS-Saudi.
Namun, alih-alih menindaklanjuti dengan peningkatan produksi lebih lanjut pada Oktober, Arab Saudi memimpin kartel minyak dalam mengumumkan pengurangan produksi, yang dipandang oleh pemerintahan Biden sebagai "pengkhianatan" yang mengarah ke pemilu paruh waktu.
Dengan harga konsumen naik pada laju tercepat dalam 40 tahun dan harga bensin serta solar AS mencapai level tertinggi sepanjang masa pada Juni, inflasi merupakan masalah utama menjelang pemilu paruh waktu.
Ternyata, Partai Republik memenangkan mayoritas kursi DPR dalam pemilihan, yang berarti mereka akan dapat mengontrol agenda legislatif, termasuk masalah mana yang diselidiki saat Kongres baru bersidang bulan depan.
Comer kemungkinan akan memimpin Komite Pengawasan dan Reformasi DPR. Dia berjanji menyelidiki berbagai aspek kebijakan energi Biden, termasuk rilis dari Cadangan Minyak Strategis AS dan langkah-langkah yang membatasi produksi minyak dalam negeri.
“Dengan pemerintahan satu partai Demokrat di Washington, mereka telah mempersenjatai kekuatan mereka yang tidak terkendali, mengobarkan perang melawan produksi energi buatan Amerika, dan memaksakan kebijakan Green New Deal pada rakyat Amerika,” ujar Comer.
Dia menambahkan, "Dengan kekuatan palu, kami akan meminta pertanggungjawaban pemerintahan Biden karena secara sembrono menyerang industri kritis yang menyediakan energi yang terjangkau bagi rakyat Amerika dan kesempatan kerja dengan gaji yang baik."
Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby mengakui pemerintah meminta Arab Saudi pada Oktober untuk menunda pemotongan produksi sebulan, yang akan mendorongnya melewati pemilu.
Biden menanggapi keputusan OPEC dengan menuduh Arab Saudi berpihak pada Rusia dalam konflik Ukraina dan memperingatkan pembalasan, dengan mengatakan, "Akan ada konsekuensinya."
(sya)