Resmi Dibubarkan, Tamat Sudah Polisi Moral Iran

Senin, 05 Desember 2022 - 08:30 WIB
loading...
Resmi Dibubarkan, Tamat Sudah Polisi Moral Iran
Iran membubarkan unit polisi moral setelah negara itu diguncang demo besar sejak September lalu yang dipicu kematian Mahsa Amini. Foto/REUTERS
A A A
TEHERAN - Iran telah resmi membubarkan polisi moral setelah lebih dari dua bulan diguncang demo besar yang dipicu oleh kematian Mahsa Amini .

Mahsa Amini (22), wanita Kurdi-Iran, tewas pada 16 September atau tiga hari setelah ditangkap polisi moral di Teheran atas tuduhan melanggar atauran wajib berjilbab yang diberlakukan ketat.

Pembubaran polisi moral itu disampaikan Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri pada hari Minggu (4/12/2022).

"Polisi moralitas tidak ada hubungannya dengan peradilan dan telah dihapuskan," kata Montazeri seperti dikutip dari kantor berita ISNA, Senin (5/12/2022).



Pernyataan itu muncul di sebuah konferensi agama di mana dia menjawab pertanyaan tentang "mengapa polisi moralitas ditutup".

Langkah tersebut merupakan konsesi langka untuk gerakan protes, dan pihak berwenang juga mengakui efek demoralisasi dari krisis ekonomi yang dipicu oleh sanksi AS.

"Cara terbaik untuk menghadapi kerusuhan adalah dengan...memperhatikan tuntutan nyata rakyat," kata juru bicara dewan presidium Parlemen Seyyed Nezamoldin Mousavi, merujuk pada mata pencaharian dan ekonomi.

Pernyataan tentang tamatnya polisi moral itu ditanggapi dengan skeptis oleh beberapa orang Iran di media sosial, termasuk mereka yang menyatakan ketakutan bahwa peran polisi moral itu akan diambil alih oleh unit lain.

Sejak Revolusi Islam 1979 yang menggulingkan monarki Iran yang didukung AS, pihak berwenang telah memantau kepatuhan terhadap aturan berpakaian yang ketat bagi perempuan dan laki-laki.

Namun di bawah presiden garis keras Mahmoud Ahmadinejad, polisi moral—yang secara formal dikenal sebagai Gasht-e Ershad didirikan untuk "menyebarkan budaya kesopanan dan hijab".



Unit-unit tersebut didirikan oleh Dewan Tertinggi Revolusi Kebudayaan Iran, yang saat ini dipimpin oleh Presiden Ebrahim Raisi.

Mereka memulai patroli mereka pada tahun 2006 untuk menegakkan aturan berpakaian yang juga mewajibkan perempuan untuk memakai pakaian panjang dan melarang celana pendek, jins robek, dan pakaian lain yang dianggap tidak sopan.

Pengumuman penghapusan unit tersebut dilakukan sehari setelah Montazeri mengatakan baik Parlemen maupun otoritas kehakiman sedang bekerja mengenai masalah apakah undang-undang yang mewajibkan perempuan untuk menutupi kepala mereka perlu diubah.

Raisi mengatakan dalam komentar yang disiarkan televisi pada hari Sabtu pekan lalu bahwa republik Iran dan yayasan Islam secara konstitusional mengakar "tetapi ada metode penerapan konstitusi yang bisa fleksibel".

Jilbab menjadi wajib pada tahun 1983. Petugas polisi moralitas awalnya mengeluarkan peringatan sebelum mulai menindak dan menangkap perempuan 15 tahun lalu.

Unit itu biasanya terdiri dari pria berseragam hijau dan wanita yang mengenakan cadar hitam. Peran unit berkembang, tetapi selalu kontroversial.

Norma pakaian berangsur-angsur berubah, terutama di bawah mantan presiden moderat Hassan Rouhani, ketika wanita dengan jins ketat dan kerudung longgar berwarna-warni menjadi hal yang umum.

Namun pada Juli tahun ini penggantinya, Raisi yang ultra-konservatif, menyerukan mobilisasi "semua lembaga negara untuk menegakkan hukum jilbab".

Raisi saat itu menuduh bahwa musuh Iran dan Islam telah menargetkan nilai-nilai budaya dan agama masyarakat dengan menyebarkan korupsi.

Pada bulan September, Partai Persatuan Rakyat Islam Iran, partai reformis utama negara itu, menyerukan agar undang-undang jilbab dibatalkan.

Iran selama ini menuduh musuhnya; Amerika Serikat dan sekutunya, termasuk Inggris dan Israel, dan kelompok Kurdi yang berbasis di luar negeri, mengobarkan protes jalanan.

Lebih dari 300 orang tewas dalam kerusuhan itu, termasuk puluhan anggota pasukan keamanan. Angka itu dikonfirmasi seorang jenderal Iran pekan lalu.

Namun, organisasi non-pemerintah Iran Human Rights (IHR) yang berbasis di Oslo pada pekan lalu mengatakan setidaknya 448 orang telah "dibunuh oleh pasukan keamanan dalam protes nasional yang sedang berlangsung".

Ribuan telah ditangkap, termasuk aktor dan pemain sepak bola terkemuka Iran.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2015 seconds (0.1#10.140)