5 Negara Anggota BRICS yang Kebijakannya Membuat Dolar AS Melemah
loading...
A
A
A
JAKARTA - BRICS merupakan akronim dari lima nama negara, yaitu Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (South Africa).
Mulanya, BRICS hanya terdiri dari empat negara tanpa Afrika Selatan, dengan nama BRIC. Namun pada 2010, ketika Afrika Selatan baru bergabung, namanya berubah menjadi BRICS.
BRIC pertama kali dibentuk atas prakarsa ekonom Goldman Sachs Jim O’Neill pada 2001. BRIC tercipta atas dasar kecemasannya pada ekonomi tahun 2050. Untuk itu, dia menggagas BRIC untuk menggambarkan ekonomi yang tumbuh cepat dan mendominasi pada 2050.
Pada awal kemunculannya, BRICS menjadi perhatian dunia. Ini lantaran pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota yang berkembang pesat.
Bahkan secara global, BRICS mampu merepresentasikan 40 persen dari populasi penduduk dunia, dengan total 30 persen nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini membuat dolar Amerika Serikat (AS) menjadi lebih kuat.
Namun sejak 10 tahun terakhir, BRICS tengah mengalami banyak masalah perekonomian. Pandemi Covid-19 pun semakin memperparah keadaan. Situasi ini meratakan uang-uang negara emerging market, bahkan dianggap lebih berisiko dibanding negara-negara maju.
Perang Rusia-Ukraina juga ikut andil dalam keterpurukan BRICS. Perang tersebut mengakibatkan Rusia diembargo, yang menyebabkan Iran, Turki, dan Rusia melakukan perdagangan dengan mata uang masing-masing.
Tadinya, mereka khawatir jika menggunakan mata uang sendiri tidak akan berhasil. Tetapi akhirnya China, yang menjadi kekuatan ekonomi dunia, justru ikut membuat transaksi antarnegara dengan menggunakan mata uangnya sendiri. Hal ini dapat memicu transaksi 40 persen penduduk dunia akan dilakukan tanpa dolar AS.
Bagaimana negara-negara tersebut dapat melemahkan dolar AS? Berikut 5 negara anggota BRICS yang kebijakannya membuat dolar AS melemah.
1. Brasil
Brasil menempati posisi ke delapan negara dengan PDB terbesar di dunia. Pada masa kejayaannya, Brasil menjadi salah satu tujuan investasi para pengusaha, misalnya investasi asing (Foreign Direct Investment) yang keuntungannya melesat tinggi pada tahun 2010. Hal itu menyebabkan kurs real Brasil menguat hingga 4,77 persen.
Namun pandemi Covid-19 membuat nilai mata uang Brasil menjadi yang paling terpuruk. Pada Mei 2020, kurs real bahkan menyentuh angka 5,71/USD, yang merupakan rekor terlemah sepanjang masa.
Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintahnya pun cukup ekstrem, yakni melakukan aksi jual real, yang bahkan telah terjadi sebelum pandemi Covid-19.
2. Rusia
Rusia menjadi salah satu negara yang tidak lagi membutuhkan dolar amerika untuk perdagangan bilateral. Mereka telah menerapkan mekanisme penyelesaian bersama dalam rubel dan rupee.
Mereka pun mengeklaim tengah mengembangkan penyelesaian bersama dalam rubel dan yuan yang sedang dikembangkan oleh China.
3. India
Senada dengan Rusia, India pun tak lagi membutuhkan dolar AS dalam perdagangan bilateral. Bersama dengan Rusia, India kini menerapkan mekanisme penyelesaian bersama dalam rubel dan rupee. Timbal balik antara Rusia dan India ini telah tumbuh sebanyak lima kali lipat selama 40 tahun terakhir.
Pada kerja sama ini, Rusia memasok minyak dengan volume tinggi yang akhirnya berkembang pesat ke India. India pun mengembalikannya dalam bentuk pertanian, tekstil, obat-obatan, dan produk negara lainnya.
4. China
Hingga saat ini, China masih menjadi kekuatan ekonomi dunia. China berada di posisi kedua dengan pendapatan PDB terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Dalam keanggotaan BRICS, China pun banyak menyumbangkan persentase dengan pendapatan terbesar.
Tetapi setelah perang Rusia-Ukraina, China justru meratifikasi kebijakan Rusia yang melakukan perdagangan antarnegara dengan mata uang negaranya sendiri. Hal tersebut tentunya akan sangat mengancam bagi dolar AS.
5. Afrika Selatan
Afrika Selatan telah bergabung bersama BRICS sejak 2010. Sejak bergabung dengan BRICS, perekonomiannya terus melejit pesat. Afrika Selatan kini bahkan menempati urutan ke-32 negara dengan PDB tertinggi di dunia.
Namun di lain sisi, angka pengangguran Afrika Selatan juga semakin meningkat setelah menjadi anggota BRICS. Mulanya, tingkat pengangguran terendahnya sebesar 21 persen pada tahun 2008. Tetapi seiring berjalannya waktu, angka tersebut terus bertambah hinga mencapai 30,1 persen di tahun 2020.
MG/Sekar Rahmadiana Ihsan
Mulanya, BRICS hanya terdiri dari empat negara tanpa Afrika Selatan, dengan nama BRIC. Namun pada 2010, ketika Afrika Selatan baru bergabung, namanya berubah menjadi BRICS.
BRIC pertama kali dibentuk atas prakarsa ekonom Goldman Sachs Jim O’Neill pada 2001. BRIC tercipta atas dasar kecemasannya pada ekonomi tahun 2050. Untuk itu, dia menggagas BRIC untuk menggambarkan ekonomi yang tumbuh cepat dan mendominasi pada 2050.
Pada awal kemunculannya, BRICS menjadi perhatian dunia. Ini lantaran pertumbuhan ekonomi negara-negara anggota yang berkembang pesat.
Bahkan secara global, BRICS mampu merepresentasikan 40 persen dari populasi penduduk dunia, dengan total 30 persen nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Hal ini membuat dolar Amerika Serikat (AS) menjadi lebih kuat.
Namun sejak 10 tahun terakhir, BRICS tengah mengalami banyak masalah perekonomian. Pandemi Covid-19 pun semakin memperparah keadaan. Situasi ini meratakan uang-uang negara emerging market, bahkan dianggap lebih berisiko dibanding negara-negara maju.
Perang Rusia-Ukraina juga ikut andil dalam keterpurukan BRICS. Perang tersebut mengakibatkan Rusia diembargo, yang menyebabkan Iran, Turki, dan Rusia melakukan perdagangan dengan mata uang masing-masing.
Tadinya, mereka khawatir jika menggunakan mata uang sendiri tidak akan berhasil. Tetapi akhirnya China, yang menjadi kekuatan ekonomi dunia, justru ikut membuat transaksi antarnegara dengan menggunakan mata uangnya sendiri. Hal ini dapat memicu transaksi 40 persen penduduk dunia akan dilakukan tanpa dolar AS.
Bagaimana negara-negara tersebut dapat melemahkan dolar AS? Berikut 5 negara anggota BRICS yang kebijakannya membuat dolar AS melemah.
1. Brasil
Brasil menempati posisi ke delapan negara dengan PDB terbesar di dunia. Pada masa kejayaannya, Brasil menjadi salah satu tujuan investasi para pengusaha, misalnya investasi asing (Foreign Direct Investment) yang keuntungannya melesat tinggi pada tahun 2010. Hal itu menyebabkan kurs real Brasil menguat hingga 4,77 persen.
Namun pandemi Covid-19 membuat nilai mata uang Brasil menjadi yang paling terpuruk. Pada Mei 2020, kurs real bahkan menyentuh angka 5,71/USD, yang merupakan rekor terlemah sepanjang masa.
Kebijakan yang ditempuh oleh pemerintahnya pun cukup ekstrem, yakni melakukan aksi jual real, yang bahkan telah terjadi sebelum pandemi Covid-19.
2. Rusia
Rusia menjadi salah satu negara yang tidak lagi membutuhkan dolar amerika untuk perdagangan bilateral. Mereka telah menerapkan mekanisme penyelesaian bersama dalam rubel dan rupee.
Mereka pun mengeklaim tengah mengembangkan penyelesaian bersama dalam rubel dan yuan yang sedang dikembangkan oleh China.
3. India
Senada dengan Rusia, India pun tak lagi membutuhkan dolar AS dalam perdagangan bilateral. Bersama dengan Rusia, India kini menerapkan mekanisme penyelesaian bersama dalam rubel dan rupee. Timbal balik antara Rusia dan India ini telah tumbuh sebanyak lima kali lipat selama 40 tahun terakhir.
Pada kerja sama ini, Rusia memasok minyak dengan volume tinggi yang akhirnya berkembang pesat ke India. India pun mengembalikannya dalam bentuk pertanian, tekstil, obat-obatan, dan produk negara lainnya.
4. China
Hingga saat ini, China masih menjadi kekuatan ekonomi dunia. China berada di posisi kedua dengan pendapatan PDB terbesar di dunia setelah Amerika Serikat. Dalam keanggotaan BRICS, China pun banyak menyumbangkan persentase dengan pendapatan terbesar.
Tetapi setelah perang Rusia-Ukraina, China justru meratifikasi kebijakan Rusia yang melakukan perdagangan antarnegara dengan mata uang negaranya sendiri. Hal tersebut tentunya akan sangat mengancam bagi dolar AS.
5. Afrika Selatan
Afrika Selatan telah bergabung bersama BRICS sejak 2010. Sejak bergabung dengan BRICS, perekonomiannya terus melejit pesat. Afrika Selatan kini bahkan menempati urutan ke-32 negara dengan PDB tertinggi di dunia.
Namun di lain sisi, angka pengangguran Afrika Selatan juga semakin meningkat setelah menjadi anggota BRICS. Mulanya, tingkat pengangguran terendahnya sebesar 21 persen pada tahun 2008. Tetapi seiring berjalannya waktu, angka tersebut terus bertambah hinga mencapai 30,1 persen di tahun 2020.
MG/Sekar Rahmadiana Ihsan
(min)