Penyiar TV Rusia: Rudal Nuklir Bisa Hantam Inggris dalam 9 Menit, dan Goodbye London!
loading...
A
A
A
MOSKOW - Vladimir Solovyov, penyiar stasiun televisi Russia-1 milik pemerintah Rusia , mengeklaim hulu ledak nuklir yang dibawa rudal hipersonik Kinzhal mampu menghantam Inggris dalam 9 menit.
Solovyov selama ini dikenal sebagai corong propaganda Kremlin. Pembawa acara "Evening with Vladimir Solovyov" ini kerap mengumbar retorika perang nuklir selama invasi Rusia berlangsung di Ukraina.
Dalam acara televisi bersama beberapa tokoh Moskow, dia membahas kemampuan dari rudal hipersonik Kinzhal yang diluncurkan dari udara.
Menurutnya, dengan kecepatannya yang sangat besar, berarti senjata itu mencapai Inggris dalam waktu kurang dari sepuluh 10 menit dan akan menjadi "goodbye London".
Video dari obrolan itu telah dibagikan di Twitter oleh Julia Davis, kolumnis di The Daily Beast dan pembuat Russian Media Monitor, seperti dikutip The Mirror, Senin (7/11/2022).
"Semua orang di sana menjadi histeris hari ini karena [rudal Kinzhal] bisa sampai ke London dari Belarus dalam sembilan menit," klaim Solovyov.
“Rudal Killjoy juga dikenal sebagai Kinzhal memiliki jangkauan lebih dari 2.000 km dan dapat mencapai kecepatan 12 kali kecepatan suara, sembilan menit dan 'hello London!' atau lebih tepatnya 'hello and goodbye London!'," paparnya.
Narasi dari Solovyov sangat kecil kemungkinan terjadi. Sebab, jika itu dilakukan militer Rusia terhadap Inggris, maka akan memaksa NATO memberlakukan Pasal 5—yang akan membuat seluruh negara NATO mengeroyok Rusia. Itu berarti Perang Dunia III pecah.
Menurut analisis Missile Defense Project—bagian dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Washington—rudal hipersonik Kh-47M2 Kinzhal mampu membawa hulu ledak nuklir dan memiliki jangkauan 2.000 km.
Senjata itu diresmikan oleh Kremlin pada 2018.
Jika militer Rusia, atas perintah Presiden Valadimir Putin, menembakkan rudal yang dipersenjatai dengan perangkat termonuklir, mereka akan berharap itu berjalan lebih baik daripada pada bulan September ketika salah satu dari misil itu jatuh.
Para pemimpin militer Rusia dibiarkan berwajah merah menanggung malu ketika rekaman video muncul menunjukkan sisa-sisa pembakaran rudal yang dijuluki "belati" ketika jatuh di atas Stavropol Krai, di wilayah Kaukasus Utara Rusia, pada September lalu.
Delapan orang terluka saat rudal itu jatuh.
Sebuah pernyataan dari militer Ukraina mengatakan pada saat itu: “[Karena] cuaca, tidak dapat diterbangkan hari ini untuk rudal hipersonik."
“Ini adalah tempat di mana rudal Kinzhal jatuh. Itu mungkin terbang dari Laut Kaspia menuju Ukraina," lanjut militer Ukraina kala itu.
Retorika perang nuklir oleh Solovyov muncul ketika sebuah laporan mengungkap Presiden Vladimir Putin membuat referensi serangn bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki sebagai cara untuk memenangkan perang. Referensi itu disampaikan Putin saat melakukan percakapan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan Putin mengeklaim pengeboman—yang mendorong Jepang untuk menyerah pada akhir Perang Dunia II—menunjukkan tidak perlu menyerang kota besar “untuk menang perang”.
Amerika Serikat telah membunuh lebih dari 350.000 orang—terutama warga sipil—ketika meledakkan dua bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945.
Solovyov selama ini dikenal sebagai corong propaganda Kremlin. Pembawa acara "Evening with Vladimir Solovyov" ini kerap mengumbar retorika perang nuklir selama invasi Rusia berlangsung di Ukraina.
Dalam acara televisi bersama beberapa tokoh Moskow, dia membahas kemampuan dari rudal hipersonik Kinzhal yang diluncurkan dari udara.
Menurutnya, dengan kecepatannya yang sangat besar, berarti senjata itu mencapai Inggris dalam waktu kurang dari sepuluh 10 menit dan akan menjadi "goodbye London".
Video dari obrolan itu telah dibagikan di Twitter oleh Julia Davis, kolumnis di The Daily Beast dan pembuat Russian Media Monitor, seperti dikutip The Mirror, Senin (7/11/2022).
"Semua orang di sana menjadi histeris hari ini karena [rudal Kinzhal] bisa sampai ke London dari Belarus dalam sembilan menit," klaim Solovyov.
“Rudal Killjoy juga dikenal sebagai Kinzhal memiliki jangkauan lebih dari 2.000 km dan dapat mencapai kecepatan 12 kali kecepatan suara, sembilan menit dan 'hello London!' atau lebih tepatnya 'hello and goodbye London!'," paparnya.
Narasi dari Solovyov sangat kecil kemungkinan terjadi. Sebab, jika itu dilakukan militer Rusia terhadap Inggris, maka akan memaksa NATO memberlakukan Pasal 5—yang akan membuat seluruh negara NATO mengeroyok Rusia. Itu berarti Perang Dunia III pecah.
Menurut analisis Missile Defense Project—bagian dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Washington—rudal hipersonik Kh-47M2 Kinzhal mampu membawa hulu ledak nuklir dan memiliki jangkauan 2.000 km.
Senjata itu diresmikan oleh Kremlin pada 2018.
Jika militer Rusia, atas perintah Presiden Valadimir Putin, menembakkan rudal yang dipersenjatai dengan perangkat termonuklir, mereka akan berharap itu berjalan lebih baik daripada pada bulan September ketika salah satu dari misil itu jatuh.
Para pemimpin militer Rusia dibiarkan berwajah merah menanggung malu ketika rekaman video muncul menunjukkan sisa-sisa pembakaran rudal yang dijuluki "belati" ketika jatuh di atas Stavropol Krai, di wilayah Kaukasus Utara Rusia, pada September lalu.
Delapan orang terluka saat rudal itu jatuh.
Sebuah pernyataan dari militer Ukraina mengatakan pada saat itu: “[Karena] cuaca, tidak dapat diterbangkan hari ini untuk rudal hipersonik."
“Ini adalah tempat di mana rudal Kinzhal jatuh. Itu mungkin terbang dari Laut Kaspia menuju Ukraina," lanjut militer Ukraina kala itu.
Retorika perang nuklir oleh Solovyov muncul ketika sebuah laporan mengungkap Presiden Vladimir Putin membuat referensi serangn bom nuklir Hiroshima dan Nagasaki sebagai cara untuk memenangkan perang. Referensi itu disampaikan Putin saat melakukan percakapan telepon dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Sumber-sumber diplomatik mengatakan Putin mengeklaim pengeboman—yang mendorong Jepang untuk menyerah pada akhir Perang Dunia II—menunjukkan tidak perlu menyerang kota besar “untuk menang perang”.
Amerika Serikat telah membunuh lebih dari 350.000 orang—terutama warga sipil—ketika meledakkan dua bom atom di Hiroshima dan Nagasaki pada Agustus 1945.
(min)