Rusia Sebut 5 Kekuatan Nuklir Dunia di Ambang Perang Habis-habisan
loading...
A
A
A
MOSKOW - Kementerian Luar Negeri Rusia telah memperingatkan bahwa bahwa lima kekuatan nuklir dunia berada di ambang perang habis-habisan. Untuk mencegahnya, Moskow meminta Barat berhenti memprovokasi.
Peringatan terbaru Moskow ini disampaikan Rabu malam ketika para pejabat Barat terus menyuarakan retorika perihal ancaman serangan nuklir Rusia dalam perangnya di Ukraina.
Kekhawatiran konflik brutal Rusia dengan Ukraina dapat menyebabkan Vladimir Putin memilih opsi nuklir telah dibagikan di antara para pemimpin dunia sejak invasi pertama Moskow pada Februari.
Bulan lalu muncul laporan bahwa uji coba senjata nuklir Rusia yang tidak ditentukan yang diperintahkan oleh Putin gagal, dengan beberapa orang menyatakan bahwa uji coba senjata itu telah disabotase para petinggi militer Kremlin.
Namun kemungkinan tetap konflik bisa lepas kendali dan ketegangan kembali dipicu oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, yang telah mengatakan lima kekuatan nuklir dunia tertatih-tatih di ambang perang habis-habisan.
"[Barat harus berhenti] mendorong provokasi dengan senjata pemusnah massal, yang dapat menyebabkan konsekuensi bencana," kata kementerian tersebut.
"Kami sangat yakin dalam situasi rumit dan bergejolak saat ini, yang disebabkan oleh tindakan tidak bertanggung jawab dan kurang ajar yang bertujuan merusak keamanan nasional kami, tugas paling mendesak adalah menghindari bentrokan militer kekuatan nuklir," lanjut kementerian tersebut, seperti dikutip The Mirror, Kamis (3/11/2022).
Lima negara yang dianggap sebagai kekuatan nuklir dunia adalah Rusia, Inggris, Amerika Serikat (AS), Prancis, dan China.
Empat negara selanjutnya—Pakistan, India, Israel, dan Korea Utara—juga memiliki bom nuklir.
Dari sembilan negara itu, total ada sekitar 13.000 hulu ledak nuklir di dunia untuk saat ini.
Pekan lalu, pakar militer senior Rusia Kolonel Igor Korotchenko mengancam Inggris dan Amerika dengan serangan nuklir skala penuh di tengah klaim Rusia bahwa Ukraina siap untuk melepaskan "bom kotor".
Korotchenko, yang menjadi pemimpin redaksi majalah National Defence Rusia, mengatakan kepada stasiun televisi pemerintah Krmelin bahwa Presiden Vladimir Putin harus meluncurkan serangan serangan rudal Topol-M terhadap sasaran militer di dua negara Barat.
Korotchenko mengeklaim serangan semacam itu akan menjadi pembalasan atas apa yang dia gambarkan sebagai tindakan NATO yang diekspektasikan.
Pakar militer Rusia itu bereaksi terhadap klaim rencana penggunaan "bom kotor" oleh Ukraina dalam upaya "operasi bendera palsu" untuk menyalahkan Moskow, mengklaim tangan Barat berada di balik skema semacam itu.
"Jika NATO berperang dengan Rusia, kami tidak akan dapat membatasi diri untuk mengajukan banding ke hukum internasional ....pada piagam PBB," kata Korotchenko di stasiun televisi Rossiya-1.
“Hanya ada satu cara, mereka [Barat] harus tahu bahwa jika mereka mencoba berperang dengan Rusia di Ukraina atau di wilayah kami, hanya akan ada satu jawaban," ujarnya.
"Topol-M—dengan hulu ledak [nuklir]...terhadap fasilitas militer di Inggris dan secara bersamaan di AS, bukan di kota."
Peringatan terbaru Moskow ini disampaikan Rabu malam ketika para pejabat Barat terus menyuarakan retorika perihal ancaman serangan nuklir Rusia dalam perangnya di Ukraina.
Kekhawatiran konflik brutal Rusia dengan Ukraina dapat menyebabkan Vladimir Putin memilih opsi nuklir telah dibagikan di antara para pemimpin dunia sejak invasi pertama Moskow pada Februari.
Bulan lalu muncul laporan bahwa uji coba senjata nuklir Rusia yang tidak ditentukan yang diperintahkan oleh Putin gagal, dengan beberapa orang menyatakan bahwa uji coba senjata itu telah disabotase para petinggi militer Kremlin.
Namun kemungkinan tetap konflik bisa lepas kendali dan ketegangan kembali dipicu oleh Kementerian Luar Negeri Rusia, yang telah mengatakan lima kekuatan nuklir dunia tertatih-tatih di ambang perang habis-habisan.
"[Barat harus berhenti] mendorong provokasi dengan senjata pemusnah massal, yang dapat menyebabkan konsekuensi bencana," kata kementerian tersebut.
"Kami sangat yakin dalam situasi rumit dan bergejolak saat ini, yang disebabkan oleh tindakan tidak bertanggung jawab dan kurang ajar yang bertujuan merusak keamanan nasional kami, tugas paling mendesak adalah menghindari bentrokan militer kekuatan nuklir," lanjut kementerian tersebut, seperti dikutip The Mirror, Kamis (3/11/2022).
Lima negara yang dianggap sebagai kekuatan nuklir dunia adalah Rusia, Inggris, Amerika Serikat (AS), Prancis, dan China.
Empat negara selanjutnya—Pakistan, India, Israel, dan Korea Utara—juga memiliki bom nuklir.
Dari sembilan negara itu, total ada sekitar 13.000 hulu ledak nuklir di dunia untuk saat ini.
Pekan lalu, pakar militer senior Rusia Kolonel Igor Korotchenko mengancam Inggris dan Amerika dengan serangan nuklir skala penuh di tengah klaim Rusia bahwa Ukraina siap untuk melepaskan "bom kotor".
Korotchenko, yang menjadi pemimpin redaksi majalah National Defence Rusia, mengatakan kepada stasiun televisi pemerintah Krmelin bahwa Presiden Vladimir Putin harus meluncurkan serangan serangan rudal Topol-M terhadap sasaran militer di dua negara Barat.
Korotchenko mengeklaim serangan semacam itu akan menjadi pembalasan atas apa yang dia gambarkan sebagai tindakan NATO yang diekspektasikan.
Pakar militer Rusia itu bereaksi terhadap klaim rencana penggunaan "bom kotor" oleh Ukraina dalam upaya "operasi bendera palsu" untuk menyalahkan Moskow, mengklaim tangan Barat berada di balik skema semacam itu.
"Jika NATO berperang dengan Rusia, kami tidak akan dapat membatasi diri untuk mengajukan banding ke hukum internasional ....pada piagam PBB," kata Korotchenko di stasiun televisi Rossiya-1.
“Hanya ada satu cara, mereka [Barat] harus tahu bahwa jika mereka mencoba berperang dengan Rusia di Ukraina atau di wilayah kami, hanya akan ada satu jawaban," ujarnya.
"Topol-M—dengan hulu ledak [nuklir]...terhadap fasilitas militer di Inggris dan secara bersamaan di AS, bukan di kota."
(min)