Legislator AS: Setiap Perang di Taiwan Akan Menjadi Konflik yang Berlarut-larut
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Setiap potensi perang atas Taiwan akan menjadi konflik yang berlarut-larut serta mengharuskan Amerika Serikat (AS) dan Taiwan memiliki sejumlah besar amunisi yang disiapkan untuk memenangkannya. Hal itu diunggapkan anggota Kongres AS Mike Gallagher.
"Kita harus berasumsi bahwa perang apa pun atas Taiwan akan menjadi konflik yang berkepanjangan yang tidak hanya berarti pasukan Amerika akan pergi ke Winchester dengan cepat, tetapi Taiwan sendiri akan membutuhkan gudang amunisi besar yang telah ditempatkan sebelumnya dan siap untuk mengganti kerugian sebelumnya," kata Gallagher selama acara Pusat Kajian Strategis dan Anggaran.
"Dan, menurut saya, itu hanya memperbesar kebutuhan akan ekspansi besar-besaran sebelum perang dalam produksi amunisi (di Amerika Serikat)," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (20/9/2022).
Gallagher menambahkan sekarang AS tidak lagi menjadi pihak dalam Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF), Washington tidak dihalangi untuk mengumpulkan jumlah senjata yang akan diperlukan untuk mencegah atau, jika perlu, mengalahkan invasi China ke Taiwan dan karenanya memiliki kesempatan untuk membangun kembali pencegahan konvensional di Indo-Pasifik di teater kritis.
"Rudal yang diluncurkan dari darat merupakan kesempatan terbaik bagi AS untuk menghindari kekalahan yang menghancurkan dalam perang Taiwan selama dekade mendatang," menurut anggota parlemen dari Partai Republik ini.
Komentar Gallagher tentang Taiwan muncul setelah Presiden Joe Biden mengatakan selama wawancara dengan CBS News pada hari Minggu bahwa pasukan AS akan membela Taiwan jika China menyerang pulau itu.
Sementara itu dalam sebuah pernyataan kepada Sputnik, Kedutaan Besar China di Washington mengatakan bahwa Beijing menyatakan ketidakpuasan yang kuat dan penentangan terhadap pernyataan lanjutan Biden bahwa AS akan membela Taiwan dari pasukan China.
"China menyatakan ketidakpuasan yang kuat dan penentangan tegas terhadap pernyataan pihak AS. Presiden AS telah membuat pernyataan seperti itu beberapa kali dan setiap kali pemerintah akan mengklarifikasi bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakannya di Taiwan," kata juru bicara Kedutaan Besar China Liu Pengyu.
Liu menegaskan hal-hal mengenai Taiwan adalah murni urusan internal China yang tidak memerlukan campur tangan asing.
"China tidak memiliki ruang untuk kompromi atau konsesi mengenai isu-isu mengenai kedaulatan dan integritas teritorialnya," tegas Liu.
Ia lantas mengatakan Beijing mendesak Washington untuk menjaga komitmennya dan mematuhi prinsip Satu-China serta tiga komunike bersama China-AS yang menjadi dasar hubungan bilateral.
"Beijing juga mendesak Washington untuk menghormati komitmennya untuk tidak mendukung 'kemerdekaan Taiwan' serta menghindari pengiriman sinyal yang salah kepada pasukan separatis Taiwan untuk menghindari secara serius merusak hubungan AS-China dan perdamaian di Selat Taiwan," tambah Liu.
Diwartakan sebelumnya, selama wawancara pada hari Minggu, Biden mengatakan bahwa dia dan Presiden China Xi Jinping setuju dengan kebijakan Satu China. Namun, Biden juga mengatakan Taiwan membentuk pendapatnya sendiri sehubungan dengan mengejar kemerdekaan tetapi Amerika Serikat tidak mendorongnya untuk merdeka.
CBS News menindaklanjuti wawancara tersebut dan menanyakan Gedung Putih tentang pernyataan Biden terkait membela Taiwan. Gedung Putih menjawab dengan kembali mengatakan bahwa kebijakan Amerika Serikat tentang Taiwan tidak berubah.
Pada hari Jumat, koresponden CNN Ana Cabrera melaporkan mengutip Wakil Direktur CIA David Cohen, bahwa Xi Jinping diduga mengatakan kepada militer China bahwa dia ingin Beijing memiliki kemampuan untuk menguasai Taiwan pada tahun 2027.
"Kita harus berasumsi bahwa perang apa pun atas Taiwan akan menjadi konflik yang berkepanjangan yang tidak hanya berarti pasukan Amerika akan pergi ke Winchester dengan cepat, tetapi Taiwan sendiri akan membutuhkan gudang amunisi besar yang telah ditempatkan sebelumnya dan siap untuk mengganti kerugian sebelumnya," kata Gallagher selama acara Pusat Kajian Strategis dan Anggaran.
"Dan, menurut saya, itu hanya memperbesar kebutuhan akan ekspansi besar-besaran sebelum perang dalam produksi amunisi (di Amerika Serikat)," imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Selasa (20/9/2022).
Gallagher menambahkan sekarang AS tidak lagi menjadi pihak dalam Perjanjian Kekuatan Nuklir Jarak Menengah (INF), Washington tidak dihalangi untuk mengumpulkan jumlah senjata yang akan diperlukan untuk mencegah atau, jika perlu, mengalahkan invasi China ke Taiwan dan karenanya memiliki kesempatan untuk membangun kembali pencegahan konvensional di Indo-Pasifik di teater kritis.
"Rudal yang diluncurkan dari darat merupakan kesempatan terbaik bagi AS untuk menghindari kekalahan yang menghancurkan dalam perang Taiwan selama dekade mendatang," menurut anggota parlemen dari Partai Republik ini.
Komentar Gallagher tentang Taiwan muncul setelah Presiden Joe Biden mengatakan selama wawancara dengan CBS News pada hari Minggu bahwa pasukan AS akan membela Taiwan jika China menyerang pulau itu.
Sementara itu dalam sebuah pernyataan kepada Sputnik, Kedutaan Besar China di Washington mengatakan bahwa Beijing menyatakan ketidakpuasan yang kuat dan penentangan terhadap pernyataan lanjutan Biden bahwa AS akan membela Taiwan dari pasukan China.
"China menyatakan ketidakpuasan yang kuat dan penentangan tegas terhadap pernyataan pihak AS. Presiden AS telah membuat pernyataan seperti itu beberapa kali dan setiap kali pemerintah akan mengklarifikasi bahwa tidak ada perubahan dalam kebijakannya di Taiwan," kata juru bicara Kedutaan Besar China Liu Pengyu.
Liu menegaskan hal-hal mengenai Taiwan adalah murni urusan internal China yang tidak memerlukan campur tangan asing.
"China tidak memiliki ruang untuk kompromi atau konsesi mengenai isu-isu mengenai kedaulatan dan integritas teritorialnya," tegas Liu.
Ia lantas mengatakan Beijing mendesak Washington untuk menjaga komitmennya dan mematuhi prinsip Satu-China serta tiga komunike bersama China-AS yang menjadi dasar hubungan bilateral.
"Beijing juga mendesak Washington untuk menghormati komitmennya untuk tidak mendukung 'kemerdekaan Taiwan' serta menghindari pengiriman sinyal yang salah kepada pasukan separatis Taiwan untuk menghindari secara serius merusak hubungan AS-China dan perdamaian di Selat Taiwan," tambah Liu.
Diwartakan sebelumnya, selama wawancara pada hari Minggu, Biden mengatakan bahwa dia dan Presiden China Xi Jinping setuju dengan kebijakan Satu China. Namun, Biden juga mengatakan Taiwan membentuk pendapatnya sendiri sehubungan dengan mengejar kemerdekaan tetapi Amerika Serikat tidak mendorongnya untuk merdeka.
CBS News menindaklanjuti wawancara tersebut dan menanyakan Gedung Putih tentang pernyataan Biden terkait membela Taiwan. Gedung Putih menjawab dengan kembali mengatakan bahwa kebijakan Amerika Serikat tentang Taiwan tidak berubah.
Pada hari Jumat, koresponden CNN Ana Cabrera melaporkan mengutip Wakil Direktur CIA David Cohen, bahwa Xi Jinping diduga mengatakan kepada militer China bahwa dia ingin Beijing memiliki kemampuan untuk menguasai Taiwan pada tahun 2027.
(ian)