Pangeran Arab Saudi Mohammed bin Salman Hendak Melayat Ratu Elizabeth II, Picu Kecaman
loading...
A
A
A
RIYADH - Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman dijadwalkan mendarat di London, Inggris, pada Minggu (18/9/2022), untuk memberikan penghormatan kepada mendiang Ratu Elizabeth II .
Namun, rencana Pangeran Mohammed untuk melayat itu dikecam tunangan almarhum jurnalis Jamal Khashoggi, Hatice Cengiz, dan pembela hak asasi manusia (HAM) lainnya.
Menurut mereka, kehadiran calon raja Arab Saudi itu akan menjadi "noda" pada memori sang ratu dan menjadi upayanya untuk menggunakan kesempatan berkabung guna mencari "legitimasi dan normalisasi”.
Khashoggi adalah jurnalis pembangkang Arab Saudi yang dibunuh dan dimutilasi oleh para agen nakal Riyadh di Konsulat Saudi di Istanbul pada 2018.
Cengiz berharap Pangeran Mohammed bin Salman akan ditangkap karena pembunuhan terhadap tunangannya ketika dia mendarat di London.
Namun, Cengiz takut bahwa pihak berwenang Inggris akan menutup mata terhadap tuduhan serius dan kredibel terhadap pewaris takhta Kerajaan Saudi tersebut.
Seorang sumber mengatakan kepada The Guardian, Sabtu (17/9/2022) bahwa Pangeran Mohammed bin Salman akan melakukan perjalanan ke Inggris untuk menyampaikan belasungkawa Kerajaan Saudi kepada keluarga Kerajaan Inggris.
Kendati demikian, tidak ada konfirmasi atau informasi tentang apakah dia akan menghadiri upacara pemakaman Ratu Elizabeth II di Westminster Abbey.
CNN Arabic pertama kali melaporkan berita rencana perjalanan Pangeran Mohammed bin Salman pada Kamis malam.
Sebuah laporan intelijen Amerika Serikat—yang tidak diklasifikasikan—yang dirilis pada tahun 2021 menemukan bahwa operasi untuk membunuh atau menculik Khashoggi telah disetujui oleh Pangeran Mohammed bin Salman.
Laporan itu mengatakan penilaiannya didasarkan pada "kontrol pengambilan keputusan" putra mahkota, "keterlibatan langsung penasihat utama dan anggota detail pelindung pangeran", dan "dukungannya untuk menggunakan tindakan kekerasan" guna membungkam para pembangkang.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah membantah bahwa dia secara pribadi terlibat dalam perencanaan pembunuhan terhadap Khashoggi.
“Meninggalnya sang ratu adalah peristiwa yang benar-benar menyedihkan,” kata Cengiz.
"Putra Mahkota seharusnya tidak diizinkan untuk menjadi bagian dari duka ini dan tidak diizinkan untuk menodai ingatannya dan menggunakan waktu berkabung ini untuk mencari legitimasi dan normalisasi," ujarnya.
Berita bahwa pewaris takhta Saudi akan melakukan perjalanan pertamanya ke London sejak 2018 disambut dengan kekecewaan di antara beberapa orang Saudi di pengasingan, termasuk Abdullah Alaoudh—seorang pembangkang Saudi yang berbasis di Washington yang merupakan direktur penelitian Dawn, sebuah organisasi nirlaba yang didirikan oleh Khashoggi untuk mempromosikan demokrasi di Timur Tengah.
Alaoudh mengatakan perjalanan Pangeran Mohammed terjadi ketika Arab Saudi menindak lebih keras terhadap para pembela HAM di dalam negeri, termasuk penangkapan baru-baru ini terhadap Salma al-Shehab, seorang mahasiswi PhD berusia 34 tahun di universitas Leeds. Perempuan itu ditangkap saat perjalanan pulang ke Kerajaan Saudi dan dijatuhi hukuman 34 tahun penjara karena menggunakan Twitter.
“Dia semakin berani untuk melakukan perjalanan dunia setelah masalah Khashoggi sebagai hasil dari proses rehabilitasi khusus— apakah mereka menyebutnya demikian atau tidak—para pemimpin Barat,” kata Alaoudh, merujuk pada kunjungan ke kerajaan oleh Boris Johnson saat menjadi Perdana Menteri Inggris dan Presiden AS Joe Biden.
Mantan duta besar Inggris untuk Riyadh, Sir John Jenkins, mengatakan tentang kepemimpinan Saudi: “Saya pikir mereka menyukai Charles. Pertama-tama, dia mengunjungi—dan berkeliling."
“Ibunya juga telah berkunjung...dan meskipun dia sangat dihormati, semuanya terasa agak jauh. Charles tidak jauh. Dia mengunjungi Teluk secara teratur, menerima pangeran secara pribadi dan resmi di London. Dan dia memperhatikan. Ditambah lagi dia berusaha untuk belajar bahasa Arab. Dan pidatonya di awal tahun 90-an di Oxford Islamic center, ditambah intervensi berikutnya, dikagumi dan diingat," paparnya.
Dalam laporannya, CNN Arabic mengatakan Pangeran Mohammed tidak akan menghadiri pemakaman.
Alaoudh, yang ayahnya adalah seorang ulama reformis yang menghadapi hukuman mati di Arab Saudi, mengatakan dia yakin keputusan itu mungkin mencerminkan ego rapuh Putra Mahkota Saudi.
“Dia akan duduk di belakang tokoh-tokoh kuat lainnya,” kata Alaoudh.
“Tetapi MBS [Mohammed bin Salman] ingin pengakuan penuh atas kekuatannya, keberadaannya, untuk berada di barisan depan. Dia sangat peduli dengan simbol-simbol ini dan tidak ingin dipermalukan.”
Aktivis lain, Sayed Ahmed Alwadaei, direktur advokasi yang berbasis di Inggris di Bahrain Institute for Rights and Democracy, mengatakan: “Para diktator otoriter tidak boleh menggunakan kematian Ratu [Elizabeth] sebagai kesempatan untuk mencoba merehabilitasi citra mereka sementara mereka meningkatkan kampanye represif di negara mereka."
Namun, rencana Pangeran Mohammed untuk melayat itu dikecam tunangan almarhum jurnalis Jamal Khashoggi, Hatice Cengiz, dan pembela hak asasi manusia (HAM) lainnya.
Menurut mereka, kehadiran calon raja Arab Saudi itu akan menjadi "noda" pada memori sang ratu dan menjadi upayanya untuk menggunakan kesempatan berkabung guna mencari "legitimasi dan normalisasi”.
Khashoggi adalah jurnalis pembangkang Arab Saudi yang dibunuh dan dimutilasi oleh para agen nakal Riyadh di Konsulat Saudi di Istanbul pada 2018.
Cengiz berharap Pangeran Mohammed bin Salman akan ditangkap karena pembunuhan terhadap tunangannya ketika dia mendarat di London.
Namun, Cengiz takut bahwa pihak berwenang Inggris akan menutup mata terhadap tuduhan serius dan kredibel terhadap pewaris takhta Kerajaan Saudi tersebut.
Seorang sumber mengatakan kepada The Guardian, Sabtu (17/9/2022) bahwa Pangeran Mohammed bin Salman akan melakukan perjalanan ke Inggris untuk menyampaikan belasungkawa Kerajaan Saudi kepada keluarga Kerajaan Inggris.
Kendati demikian, tidak ada konfirmasi atau informasi tentang apakah dia akan menghadiri upacara pemakaman Ratu Elizabeth II di Westminster Abbey.
CNN Arabic pertama kali melaporkan berita rencana perjalanan Pangeran Mohammed bin Salman pada Kamis malam.
Sebuah laporan intelijen Amerika Serikat—yang tidak diklasifikasikan—yang dirilis pada tahun 2021 menemukan bahwa operasi untuk membunuh atau menculik Khashoggi telah disetujui oleh Pangeran Mohammed bin Salman.
Laporan itu mengatakan penilaiannya didasarkan pada "kontrol pengambilan keputusan" putra mahkota, "keterlibatan langsung penasihat utama dan anggota detail pelindung pangeran", dan "dukungannya untuk menggunakan tindakan kekerasan" guna membungkam para pembangkang.
Putra Mahkota Mohammed bin Salman telah membantah bahwa dia secara pribadi terlibat dalam perencanaan pembunuhan terhadap Khashoggi.
“Meninggalnya sang ratu adalah peristiwa yang benar-benar menyedihkan,” kata Cengiz.
"Putra Mahkota seharusnya tidak diizinkan untuk menjadi bagian dari duka ini dan tidak diizinkan untuk menodai ingatannya dan menggunakan waktu berkabung ini untuk mencari legitimasi dan normalisasi," ujarnya.
Berita bahwa pewaris takhta Saudi akan melakukan perjalanan pertamanya ke London sejak 2018 disambut dengan kekecewaan di antara beberapa orang Saudi di pengasingan, termasuk Abdullah Alaoudh—seorang pembangkang Saudi yang berbasis di Washington yang merupakan direktur penelitian Dawn, sebuah organisasi nirlaba yang didirikan oleh Khashoggi untuk mempromosikan demokrasi di Timur Tengah.
Alaoudh mengatakan perjalanan Pangeran Mohammed terjadi ketika Arab Saudi menindak lebih keras terhadap para pembela HAM di dalam negeri, termasuk penangkapan baru-baru ini terhadap Salma al-Shehab, seorang mahasiswi PhD berusia 34 tahun di universitas Leeds. Perempuan itu ditangkap saat perjalanan pulang ke Kerajaan Saudi dan dijatuhi hukuman 34 tahun penjara karena menggunakan Twitter.
“Dia semakin berani untuk melakukan perjalanan dunia setelah masalah Khashoggi sebagai hasil dari proses rehabilitasi khusus— apakah mereka menyebutnya demikian atau tidak—para pemimpin Barat,” kata Alaoudh, merujuk pada kunjungan ke kerajaan oleh Boris Johnson saat menjadi Perdana Menteri Inggris dan Presiden AS Joe Biden.
Mantan duta besar Inggris untuk Riyadh, Sir John Jenkins, mengatakan tentang kepemimpinan Saudi: “Saya pikir mereka menyukai Charles. Pertama-tama, dia mengunjungi—dan berkeliling."
“Ibunya juga telah berkunjung...dan meskipun dia sangat dihormati, semuanya terasa agak jauh. Charles tidak jauh. Dia mengunjungi Teluk secara teratur, menerima pangeran secara pribadi dan resmi di London. Dan dia memperhatikan. Ditambah lagi dia berusaha untuk belajar bahasa Arab. Dan pidatonya di awal tahun 90-an di Oxford Islamic center, ditambah intervensi berikutnya, dikagumi dan diingat," paparnya.
Dalam laporannya, CNN Arabic mengatakan Pangeran Mohammed tidak akan menghadiri pemakaman.
Alaoudh, yang ayahnya adalah seorang ulama reformis yang menghadapi hukuman mati di Arab Saudi, mengatakan dia yakin keputusan itu mungkin mencerminkan ego rapuh Putra Mahkota Saudi.
“Dia akan duduk di belakang tokoh-tokoh kuat lainnya,” kata Alaoudh.
“Tetapi MBS [Mohammed bin Salman] ingin pengakuan penuh atas kekuatannya, keberadaannya, untuk berada di barisan depan. Dia sangat peduli dengan simbol-simbol ini dan tidak ingin dipermalukan.”
Aktivis lain, Sayed Ahmed Alwadaei, direktur advokasi yang berbasis di Inggris di Bahrain Institute for Rights and Democracy, mengatakan: “Para diktator otoriter tidak boleh menggunakan kematian Ratu [Elizabeth] sebagai kesempatan untuk mencoba merehabilitasi citra mereka sementara mereka meningkatkan kampanye represif di negara mereka."
(min)