Perang Berkecamuk di Irak, Iran Tutup Perbatasan
loading...
A
A
A
TEHERAN - Iran menutup menutup perbatasan udara dan daratnya setelah pertempuran berkecamuk di Irak . Bentrokan bersenjata pecah setelah ulama Irak Moqtada al-Sadr mengundurkan diri dari panggung politik.
Iran menutup perbatasan daratnya ke Irak dan penerbangan Iran ke negara itu dihentikan pada Selasa (30/8/2022) ketika kekerasan meningkat, tanpa ada resolusi yang terlihat untuk krisis politik Irak seperti dikutip dari France24.
Pemerintah Irak telah menemui jalan buntu sejak partai Sadr memenangkan mayoritas kursi dalam pemilihan parlemen Irak pada Oktober lalu tetapi tidak cukup untuk mengamankan pemerintahan mayoritas.
Penolakannya untuk bernegosiasi dengan kelompok pesaingnya yang didukung Iran dan kemudian keluar dari pembicaraan telah melambungkan negara itu ke dalam ketidakpastian dan volatilitas politik di tengah meningkatnya perselisihan intra-Syiah.
Untuk memajukan kepentingan politiknya, Sadr telah membungkus retorikanya dalam agenda nasionalis dan reformasi yang bergema kuat di antara basis pendukungnya yang luas di akar rumput.
Mereka menyerukan pembubaran parlemen dan pemilihan awal tanpa partisipasi kelompok Syiah yang didukung Iran, yang mereka anggap bertanggung jawab atas status quo.
Pengumuman terbaru Sadr datang ketika jutaan orang Iran sedang bersiap untuk mengunjungi Irak guna ziarah tahunan ke situs-situs Syiah.
Sementara itu, Kuwait telah mendesak warganya untuk meninggalkan Irak. Kantor berita Kuwait, KUNA, juga mendorong mereka yang berharap untuk melakukan perjalanan ke Irak untuk menunda rencana mereka setelah meletusnya bentrokan jalanan antara kelompok-kelompok Syiah yang bersaing di negara itu.
Kuwait berbagi perbatasan sepanjang 254 kilometer dengan Irak.
Iran menutup perbatasan daratnya ke Irak dan penerbangan Iran ke negara itu dihentikan pada Selasa (30/8/2022) ketika kekerasan meningkat, tanpa ada resolusi yang terlihat untuk krisis politik Irak seperti dikutip dari France24.
Pemerintah Irak telah menemui jalan buntu sejak partai Sadr memenangkan mayoritas kursi dalam pemilihan parlemen Irak pada Oktober lalu tetapi tidak cukup untuk mengamankan pemerintahan mayoritas.
Penolakannya untuk bernegosiasi dengan kelompok pesaingnya yang didukung Iran dan kemudian keluar dari pembicaraan telah melambungkan negara itu ke dalam ketidakpastian dan volatilitas politik di tengah meningkatnya perselisihan intra-Syiah.
Untuk memajukan kepentingan politiknya, Sadr telah membungkus retorikanya dalam agenda nasionalis dan reformasi yang bergema kuat di antara basis pendukungnya yang luas di akar rumput.
Mereka menyerukan pembubaran parlemen dan pemilihan awal tanpa partisipasi kelompok Syiah yang didukung Iran, yang mereka anggap bertanggung jawab atas status quo.
Pengumuman terbaru Sadr datang ketika jutaan orang Iran sedang bersiap untuk mengunjungi Irak guna ziarah tahunan ke situs-situs Syiah.
Sementara itu, Kuwait telah mendesak warganya untuk meninggalkan Irak. Kantor berita Kuwait, KUNA, juga mendorong mereka yang berharap untuk melakukan perjalanan ke Irak untuk menunda rencana mereka setelah meletusnya bentrokan jalanan antara kelompok-kelompok Syiah yang bersaing di negara itu.
Kuwait berbagi perbatasan sepanjang 254 kilometer dengan Irak.