Dalang Bom Bali Umar Patek Segera Bebas, Keluarga Korban Marah

Senin, 29 Agustus 2022 - 12:02 WIB
loading...
Dalang Bom Bali Umar Patek Segera Bebas, Keluarga Korban Marah
Umar Patek, narapidana terorisme yang dituduh sebagai dalang bom Bali, segera dibebaskan dari penjara dalam beberapa hari ke depan. Foto/via news.com.au
A A A
SYDNEY - Umar Patek , yang dituduh sebagai dalang bom Bali 2002 , akan dibebaskan dari penjara dalam beberapa hari ke depan. Rencana pembebasannya telah memicu kemarahan para keluarga korban asal Australia.

Ibu dari putri kembar asal Perth yang tewas dalam serangan itu, June Corteen, memohon dengan putus asa agar Umar Patek tidak pernah dibebaskan.

“Saya tidak percaya dia telah berubah. Saya tidak percaya dia menganggap dia tahu apa yang dia lakukan salah,” katanya kepada 7NEWS, Senin (29/8/2022).

“Tolong jangan biarkan dia pergi. Tolong jangan biarkan dia keluar, awasi dia selama sisa hidupnya.”



Umar Patek, yang bernama asli Hisyam bin Ali Zein, terhindari dari hukuman mati atas perannya dalam serangan bom Bali 2002. Dia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara pada tahun 2014.

Namun, beberapa minggu menjelang peringatan 20 tahun tragedi bom Bali, hukuman penjara Umar Patek telah dikurangi untuk ke-11 kalinya.

Dia sudah menjalani setengah dari masa hukumannya. Remisi lima bulan terbaru membuatnya akan bebas bulan ini, yang berarti dalam beberapa hari ke depan.

Awal bulan ini, para penyintas dan keluarga para korban bom Bali mengungkapkan kemarahan dan ketidakpercayaan mereka bahwa Umar Patek akan bebas begitu dekat dengan hari peringatan tragedi tersebut.

Mereka termasuk Klub Sepak Bola Kingsley di Perth, yang kehilangan tujuh pemain dalam ledakan itu.

mantan kapten klub Phil Britten, yang beruntung bisa bertahan hidup, mengatakan dia terkejut dengan keputusan pembebasan Umar Patek.

“Siapa yang bisa merenggut begitu banyak nyawa dan hanya karena mereka berperilaku baik mendapat pengurangan hukuman dan kembali ke masyarakat,” katanya.

“Menjijikkan bagaimana itu harus terjadi sekarang, ini mengerikan," paparnya.

“Kami adalah korban lagi, korban dari sistem peradilan Indonesia, tidak pernah hilang.”

Penyintas asal Western Australia (WA) Peter Hughes dan Gary Nash berdiri di samping satu sama lain ketika bom di Paddy's Irish Bar diledakkan, berjuang melawan peluang yang tak terbayangkan untuk bertahan hidup.

Hughes, yang mengalami luka bakar hingga 50 persen dari tubuhnya, terkejut mengetahui Umar Patek akan berjalan bebas.

"Dengan peringatan 20 tahun yang akan datang, ini adalah tamparan di wajah semua orang yang kehilangan orang yang dicintai," katanya.

“Dia seharusnya mendapat hukuman mati, saya berada di ruang sidang di Jakarta memberikan pernyataan dampak korban, dan satu-satunya alasan dia turun adalah karena dia melakukan dobbed pada teman-temannya.”

Pada 12 Oktober 2002, bom 950 kilogram di ledakkan di Sari Club dan Paddy's Irish Bar di Kuta. Sebanyak 202 orang, termasuk 88 warga Australia, tewas.

Angka korban warga Australia itulah yang disebut-sebut sebagai cirikhas dari Detasemen Khusus 88 Anti-Teror (Densus 88) Polri.

Umar Patek sebelumnya mengatakan dia sebenarnya menentang pengeboman di Bali karena korbannya sudah pasti warga Indonesia.

Dalam video obrolan dengan Kepala Lapas Porong Jalu Yuswa Panjang berdurasi 20 menit yang sempat diunggah di YouTube, Umar Patek mengeklaim dia menyuarakan penentangannya sebelum serangan itu, tetapi mengatakan bom itu sudah 95 persen selesai sehingga tidak ada yang bisa dia lakukan untuk menghentikannya.

“Ketika saya kembali ke Indonesia, kesalahan saya adalah saya terlibat dalam bom Bali,” katanya dalam video itu.

“Faktanya ketika saya sampai di sana, pekerjaan persiapan sudah 95 persen selesai. Ketika saya mengetahuinya, saya langsung menentangnya," ujarnya.

“Saya mengatakan kepada mereka bahwa saya tidak setuju. Tapi apa yang bisa dilakukan karena semuanya sudah siap 95 persen? Sebuah [bom] 950kg sudah siap, sudah selesai. Mereka bersikeras untuk melaksanakannya.”

Sekarang, Umar Patek ingin membantu pemerintah Indonesia mencegah radikalisasi.

“Insya Allah saya bisa berkumpul lagi dengan keluarga saya,” ujarnya belum lama ini.

“Menurut saya radikalisme masih ada. Itu bisa di mana saja di wilayah atau negara mana pun. Karena akarnya masih ada.”
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1227 seconds (0.1#10.140)