Penggerebekan Rumah Trump Berbuntut Panjang, Masih Belum Jelas Apa yang Dicari FBI

Selasa, 16 Agustus 2022 - 08:47 WIB
loading...
Penggerebekan Rumah Trump Berbuntut Panjang, Masih Belum Jelas Apa yang Dicari FBI
Donald Trump keluar dari Trump Tower dua hari setelah agen FBI menggeledah rumahnya di Mar-a-Lago Palm Beach, New York City, New York, AS, 10 Agustus 2022. Foto/REUTERS/David Dee Delgado
A A A
WASHINGTON - FBI dan Departemen Keamanan Dalam Negeri Amerika Serikat (DHS) mengklaim mereka menerima ancaman pengeboman, kekerasan, dan "perang saudara", sejak agen federal menggerebek rumah Donald Trump di Florida.

Pendukung mantan presiden Amerika Serikat (AS) mengatakan penggerebekan rumah Trump oleh FBI itu bermotif politik.

“FBI dan DHS telah mengidentifikasi beberapa ancaman yang diartikulasikan dan menyerukan pembunuhan yang ditargetkan terhadap pejabat peradilan, penegak hukum, dan pemerintah yang terkait dengan penggeledahan Palm Beach," papar badan-badan itu memperingatkan dalam buletin kepada penegak hukum federal dan lokal, seperti yang dilaporkan beberapa media AS pada Minggu (14/8/2022).



Menurut buletin itu, Hakim Federal Bruce Reinhart juga menjadi sasaran ancaman kekerasan.

Reinhart, mantan pengacara yang mewakili para karyawan almarhum pedofil Jeffrey Epstein, menyetujui surat perintah FBI untuk menggeledah kediaman Trump di Mar-a-Lago di Palm Beach, Florida, Senin lalu.

Masih belum jelas apa sebenarnya yang dicari FBI di Mar-a-Lago.

Laporan awal menunjukkan penggerebekan itu difokuskan untuk menemukan dokumen yang dibawa Trump ke Florida alih-alih menyerahkannya ke Arsip Nasional.

Sementara laporan tindak lanjut oleh Washington Post mengklaim dokumen tersebut berkaitan dengan senjata nuklir.

Deskripsi ini tidak jelas dan dapat merujuk, misalnya, pada korespondensi mantan presiden dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, yang kemungkinan akan menyebutkan senjata-senjata ini.

“Kumpulan dokumen yang diambil dari Mar-a-Lago oleh Arsip Nasional pada Januari memang berisi surat-surat ini,” ungkap laporan Washington Post pada saat itu.

Trump sendiri telah menggambarkan penggeledahan itu sebagai "serangan," dan "senjata sistem peradilan," dan telah meminta Jaksa Agung Merrick Garland merilis semua dokumen yang mengizinkan penggeledahan.

Garland secara pribadi menyetujui surat perintah penggeledahan, yang mengizinkan agen untuk mencari setiap dan semua "bukti, selundupan, hasil kejahatan, atau barang lain yang dimiliki secara ilegal" oleh mantan presiden Trump.

Anggota parlemen dari Partai Republik menuntut agar surat pernyataan yang digunakan untuk mendapatkan surat perintah dibuka segelnya, untuk "menunjukkan bahwa ini bukan hanya ekspedisi memancing."

Dalam pernyataan yang mengutuk penggerebekan itu, Trump mengatakan, “Serangan seperti itu hanya bisa terjadi di negara-negara Dunia Ketiga yang rusak,” bahasa yang digaungkan anggota parlemen konservatif, pakar dan komentator.

Banyak dari tokoh-tokoh ini memandang penggerebekan itu sebagai upaya pemerintahan Presiden AS Joe Biden mendakwa Trump dengan kejahatan untuk mencegahnya mencalonkan diri pada 2024.

Direktur FBI Christopher Wray bersikeras, "Serangan terhadap integritas FBI seperti itu mengikis rasa hormat terhadap aturan hukum."

Wray menambahkan, “Ancaman kekerasan terhadap agennya harus sangat memprihatinkan bagi semua orang Amerika.”

Pada hari-hari setelah penggeledahan Mar-a-Lago, seorang pria bersenjata berusaha memasuki kantor FBI di Cincinnati, Ohio, dan ditembak mati setelah terjadi pengejaran mobil dan baku tembak dengan petugas polisi.

Pria itu, seorang veteran militer yang diidentifikasi sebagai Ricky Shiffer, diduga diketahui FBI, dan telah terlibat dalam kerusuhan pro-Trump di Capitol Hill pada Januari 2021.

(sya)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1244 seconds (0.1#10.140)