Lebanon Marah Wilayah Udaranya Diacak-acak Israel untuk Serang Suriah
loading...
A
A
A
BEIRUT - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Lebanon pada Senin (15/8/2022) mengutuk serangan Israel baru-baru ini di Suriah. Beirut marah wilayah udara Lebanon dipakai Israel untuk mengebom wilayah Suriah.
Malam sebelumnya, Kantor Berita Arab Suriah melaporkan, “Pesawat-pesawat Israel mengebom situs-situs di pedesaan Damaskus dan provinsi pesisir Tartus, melalui wilayah udara Lebanon.”
Kementerian Luar Negeri Lebanon memperingatkan, “Konsekuensi dari perilaku agresif ini dan pelanggaran berkelanjutan terhadap kedaulatan Lebanon dalam pelanggaran mencolok terhadap hukum dan perjanjian internasional.”
Lebanon menambahkan, "Beirut akan mengajukan keluhan ke Dewan Keamanan (PBB)."
12 Agustus 2022 menandai peringatan 16 tahun persetujuan Resolusi PBB 1701, yang dirancang untuk mengakhiri permusuhan menyusul agresi Israel terhadap Lebanon pada 2006.
Menandai peringatan itu, Perdana Menteri Lebanon Fouad Siniora mengatakan, “Resolusi 1701 melindungi Lebanon dan menyelesaikan masalah kedaulatan di selatan demi negara Lebanon dalam menghadapi agresi dan ambisi musuh Israel.”
“Implementasi Resolusi 1701, 16 tahun yang lalu, menghentikan agresi Israel terhadap Lebanon, didahului oleh keputusan bulat yang diadopsi Kabinet Lebanon berdasarkan dokumen Kesepakatan Nasional, konstitusi dan dokumen tujuh poin mengenai penempatan tentara Lebanon di seluruh wilayah selatan, setelah dilarang melakukannya selama lebih dari 30 tahun,” tegas dia.
Siniora menambahkan, “Resolusi 1701 menegaskan Resolusi 1559 dalam mencegah senjata ilegal di tanah Lebanon, dan Resolusi 1680 menyerukan demarkasi perbatasan Lebanon.”
Dia mengingat dukungan besar yang diterima negaranya saat itu dari Dewan Kerjasama Teluk, yang dipimpin Arab Saudi, untuk membantu membangun kembali dalam waktu singkat infrastruktur dan fasilitas umum yang telah dihancurkan Israel.
Siniora juga menuduh Hizbullah, tanpa secara eksplisit menyebut kelompok itu, “Berusaha menimbulkan lebih banyak masalah bagi Lebanon dan negara, termasuk melibatkan Lebanon dalam konfrontasi militer dan risiko yang tidak dapat dihadapi atau ditanggung Lebanon.”
Kecaman oleh otoritas Lebanon atas serangan Israel pada Minggu bertepatan dengan kunjungan ke Suriah pada Senin oleh pelaksana Menteri Pengungsi Lebanon Issam Sharafeddine.
Dia memimpin delegasi kementerian dalam diskusi dengan pihak berwenang Suriah tentang pemulangan pengungsi yang telah tinggal di Lebanon sejak awal perang saudara.
Dia bertemu dengan sejumlah pejabat Suriah, termasuk Menteri Administrasi Lokal dan Lingkungan Hussein Makhlouf dan Menteri Dalam Negeri Mohammed Khalid Al-Rahmoun.
Kedua belah pihak dilaporkan membahas rencana pemulangan pengungsi Suriah ke negara asal mereka dengan cara yang “aman dan bermartabat”.
Makhlouf mengatakan, “Pintu Suriah terbuka untuk kembalinya para pengungsi dan negara siap memberi mereka semua yang mereka butuhkan, mulai dari transportasi hingga rawat inap dan pendidikan.”
“Pihak berwenang Suriah akan mengamankan air dan listrik ke daerah-daerah yang dibebaskan dan akan menyediakan tempat perlindungan bagi mereka yang rumahnya belum dibangun kembali,” ujar dia.
Pihak berwenang di Lebanon ingin 15.000 pengungsi Suriah pulang ke rumah setiap bulan, target yang akan membutuhkan kerja sama dari pemerintah Suriah.
Pemerintah Lebanon memperkirakan ada sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah di Lebanon, termasuk 880.000 orang yang terdaftar di Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, bersama dengan orang lain yang telah memasuki negara itu, secara legal atau ilegal, untuk bekerja.
Pemerintah Lebanon mengeluhkan bantuan keuangan yang “lemah” yang diberikan PBB dibandingkan dengan kebutuhan negara tersebut sehubungan dengan krisis ekonomi yang parah yang telah dihadapinya selama lebih dari tiga tahun.
Malam sebelumnya, Kantor Berita Arab Suriah melaporkan, “Pesawat-pesawat Israel mengebom situs-situs di pedesaan Damaskus dan provinsi pesisir Tartus, melalui wilayah udara Lebanon.”
Kementerian Luar Negeri Lebanon memperingatkan, “Konsekuensi dari perilaku agresif ini dan pelanggaran berkelanjutan terhadap kedaulatan Lebanon dalam pelanggaran mencolok terhadap hukum dan perjanjian internasional.”
Lebanon menambahkan, "Beirut akan mengajukan keluhan ke Dewan Keamanan (PBB)."
12 Agustus 2022 menandai peringatan 16 tahun persetujuan Resolusi PBB 1701, yang dirancang untuk mengakhiri permusuhan menyusul agresi Israel terhadap Lebanon pada 2006.
Menandai peringatan itu, Perdana Menteri Lebanon Fouad Siniora mengatakan, “Resolusi 1701 melindungi Lebanon dan menyelesaikan masalah kedaulatan di selatan demi negara Lebanon dalam menghadapi agresi dan ambisi musuh Israel.”
“Implementasi Resolusi 1701, 16 tahun yang lalu, menghentikan agresi Israel terhadap Lebanon, didahului oleh keputusan bulat yang diadopsi Kabinet Lebanon berdasarkan dokumen Kesepakatan Nasional, konstitusi dan dokumen tujuh poin mengenai penempatan tentara Lebanon di seluruh wilayah selatan, setelah dilarang melakukannya selama lebih dari 30 tahun,” tegas dia.
Siniora menambahkan, “Resolusi 1701 menegaskan Resolusi 1559 dalam mencegah senjata ilegal di tanah Lebanon, dan Resolusi 1680 menyerukan demarkasi perbatasan Lebanon.”
Dia mengingat dukungan besar yang diterima negaranya saat itu dari Dewan Kerjasama Teluk, yang dipimpin Arab Saudi, untuk membantu membangun kembali dalam waktu singkat infrastruktur dan fasilitas umum yang telah dihancurkan Israel.
Siniora juga menuduh Hizbullah, tanpa secara eksplisit menyebut kelompok itu, “Berusaha menimbulkan lebih banyak masalah bagi Lebanon dan negara, termasuk melibatkan Lebanon dalam konfrontasi militer dan risiko yang tidak dapat dihadapi atau ditanggung Lebanon.”
Kecaman oleh otoritas Lebanon atas serangan Israel pada Minggu bertepatan dengan kunjungan ke Suriah pada Senin oleh pelaksana Menteri Pengungsi Lebanon Issam Sharafeddine.
Dia memimpin delegasi kementerian dalam diskusi dengan pihak berwenang Suriah tentang pemulangan pengungsi yang telah tinggal di Lebanon sejak awal perang saudara.
Dia bertemu dengan sejumlah pejabat Suriah, termasuk Menteri Administrasi Lokal dan Lingkungan Hussein Makhlouf dan Menteri Dalam Negeri Mohammed Khalid Al-Rahmoun.
Kedua belah pihak dilaporkan membahas rencana pemulangan pengungsi Suriah ke negara asal mereka dengan cara yang “aman dan bermartabat”.
Makhlouf mengatakan, “Pintu Suriah terbuka untuk kembalinya para pengungsi dan negara siap memberi mereka semua yang mereka butuhkan, mulai dari transportasi hingga rawat inap dan pendidikan.”
“Pihak berwenang Suriah akan mengamankan air dan listrik ke daerah-daerah yang dibebaskan dan akan menyediakan tempat perlindungan bagi mereka yang rumahnya belum dibangun kembali,” ujar dia.
Pihak berwenang di Lebanon ingin 15.000 pengungsi Suriah pulang ke rumah setiap bulan, target yang akan membutuhkan kerja sama dari pemerintah Suriah.
Pemerintah Lebanon memperkirakan ada sekitar 1,5 juta pengungsi Suriah di Lebanon, termasuk 880.000 orang yang terdaftar di Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, bersama dengan orang lain yang telah memasuki negara itu, secara legal atau ilegal, untuk bekerja.
Pemerintah Lebanon mengeluhkan bantuan keuangan yang “lemah” yang diberikan PBB dibandingkan dengan kebutuhan negara tersebut sehubungan dengan krisis ekonomi yang parah yang telah dihadapinya selama lebih dari tiga tahun.
(sya)