Israel Nekat Caplok Tepi Barat, Perdamaian di Palestina Terancam
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Ambisi Israel mencaplok Tepi Barat, Palestina, amat besar. Meski dikecam dunia internasional dan diperingatkan akan mengancam perdamaian di kawasan Timur Tengah , negara yang terletak di Laut Mediterania itu tetap nekat.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pencaplokan wilayah Tepi Barat akan dilakukan besok. Keputusan itu dikeluarkan setelah Israel menggelar pertemuan besar pada pekan lalu. Di atas kertas, Israel berencana mencaplok wilayah Tepi Barat sebesar 30%, terutama area pemukiman Yahudi.
Isu pencaplokan Tepi Barat bukanlah wacana baru. Proposalnya bahkan sudah diajukan sejumlah politisi Israel sejak wilayah tersebut diduduki Israel pada 1967 atau setelah Perang Enam Hari. Yerusalem Timur merupakan wilayah pertama Tepi Barat yang dicaplok Israel secara de facto pada 1967 dan de jure pada 1980.
Dengan adanya perlawanan dari Palestina dan dunia internasional, Israel berhenti melanjutkan aksi ilegal tersebut. Tapi, di balik layar, Israel secara diam-diam membangun pemukiman Yahudi di wilayah jajahan Tepi Barat. Langkah tersebut dikecam dunia internasional dan dinilai sebagai aksi pencaplokan halus.
Setelah Netanyahu memenangi pemilihan umum (pemilu), dia kembali membangkitkan isu pencaplokan Tepi Barat dalam kampanyenya pada September 2019. Sedikitnya ada tiga wilayah Tepi Barat yang masuk rencana pencaplokan Netanyahu, yakni area pemukiman Yahudi, Lembah Yordania, dan Area C. (Baca: Presiden Palestina Abbas Menolak Terima Telepon dari Menlu AS)
“Saya berniat memperluas kedaulatan negeri ini hingga seluruh pemukiman Yahudi di Tepi Barat, termasuk situs-situs penting bagi warisan kebu-dayaan dan keamanan Israel,” ujar Netanyahu, dikutip Army Radio. Warga Israel di Tepi Barat dilindungi dan memiliki hak yang sama dengan warga di wilayah utama.
Seperti dilansir BĂTselem, sebanyak 11.000 warga Israel dan 65.000 warga Palestina tinggal di Lembah Yordan. Proposal pencaplokan itu akan meliputi 30 pemukiman umat Yahudi, 18 pos ilegal militer, dan perkampungan Palestina di sana. Jika dibiarkan, Palestina tidak akan memiliki akses internasional via Yordania.
Secara garis besar, Tepi Barat dibagi Israel menjadi tiga wilayah administratif, yakni Area A, Area B, dan Area C. Seluruh pemukiman Yahudi terletak di Area C yang juga dihuni sekitar 300.000 warga Palestina. Sisa 2,8 juta warga Palestina di Tepi Barat tinggal di Area A dan B. Mereka berada di bawah hukum Palestina.
Sebagian besar politisi di Israel mendukung pencaplokan Area C. Namun, beberapa politisi berharap Israel mencaplok seluruh Tepi Barat. Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Naftali Bennett berencana memberikan kewarga-negaraan terhadap 80.000 warga Palestina di Area C, di bawah jumlah lembaga resmi. (Baca juga: Hamas: Rencana Aneksasi Israel adalah Deklarasi Perang)
Kepala Pusat Studi Timur Tengah Oklahoma University Joshua Landis mengatakan, Netanyahu berani mengeksekusi rencana pencaplokan karena percaya diri akan didukung Amerika Serikat (AS) yang kini dipimpin Presiden Donald Trump. Dia menilai aksi ini bertentangan dengan hukum dunia dan tidak benar.
“Lambat laun Israel pasti mencaplok wilayah jajahannya di Palestina. Faktanya, mereka membangun pemukiman Yahudi sejak lama dan tentu hal itu bukan langkah sembarangan,” kata Landis, dikutip Washington Post. “Sayakira pencaplokan ini tidak akan memicu perang besar karena negara Arab sudah putus asa.”
Dunia Mengecam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam rencana Israel mencaplok Tepi Barat karena berlawanan dengan hukum internasional. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres menilai aksi itu dapat mengancam prospek perdamaian kedua negara dan memundurkan semua upaya negosiasi yang sudah dilakukan.
“Saya mendesak Pemerintah Israel untuk membatalkan rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat,” kata Gu-terres. Negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia, Yordania, Uni Emirate Arab, Arab Saudi, dan Turki dengan tegas menentang rencana itu. Begitu pun dengan sebagian besar negara di Eropa.
Tak lama setelah Israel mencanangkan akan mencaplok Tepi Barat, terutama tempat permukiman Yahudi dibangun, Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi memprakarsai pertemuan Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dilakukan secara virtual pada 24 Juni lalu.
“Rakyat Palestina sudah terlalu lama mengalami ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan situasi yang buruk. Aneksasi Tepi Barat merupakan ancaman bagi masa depan bangsa Palestina. Pilihan ada di tangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional atau menutup mata?” papar Retno. (Lihat videonya: Bantu Perekonomian Warga, Karang taruna gunung Kidul Dirikan Pasar Sedekah)
Retno menyampaikan setidaknya ada tiga alasan kenapa masyarakat internasional harus menolak rencana pencaplokan Tepi Barat. Pertama, hal itu bertentangan dengan hukum internasional. Kedua, kredibilitas dan legitimasi DK PBB akan dipertaruhkan. Ketiga, merusak prospek perdamaian di masa depan.
Duta Besar (Dubes) Palestina untuk Indonesia Zuhair al-Shun mengapresiasi dukungan dan solidaritas Indonesia dalam menengahi konflik pencaplokan wilayah Palestina di Tepi Barat oleh Israel. Dia mengatakan wilayah tersebut merupakan kawasan paling subur di Palestina dan memilikisumber air jernih.
Palestina juga berharap Rusia dapat menggantikan AS sebagai mediator perdamaian antara Palestina dan Israel. (Muh Shamil)
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu menyatakan pencaplokan wilayah Tepi Barat akan dilakukan besok. Keputusan itu dikeluarkan setelah Israel menggelar pertemuan besar pada pekan lalu. Di atas kertas, Israel berencana mencaplok wilayah Tepi Barat sebesar 30%, terutama area pemukiman Yahudi.
Isu pencaplokan Tepi Barat bukanlah wacana baru. Proposalnya bahkan sudah diajukan sejumlah politisi Israel sejak wilayah tersebut diduduki Israel pada 1967 atau setelah Perang Enam Hari. Yerusalem Timur merupakan wilayah pertama Tepi Barat yang dicaplok Israel secara de facto pada 1967 dan de jure pada 1980.
Dengan adanya perlawanan dari Palestina dan dunia internasional, Israel berhenti melanjutkan aksi ilegal tersebut. Tapi, di balik layar, Israel secara diam-diam membangun pemukiman Yahudi di wilayah jajahan Tepi Barat. Langkah tersebut dikecam dunia internasional dan dinilai sebagai aksi pencaplokan halus.
Setelah Netanyahu memenangi pemilihan umum (pemilu), dia kembali membangkitkan isu pencaplokan Tepi Barat dalam kampanyenya pada September 2019. Sedikitnya ada tiga wilayah Tepi Barat yang masuk rencana pencaplokan Netanyahu, yakni area pemukiman Yahudi, Lembah Yordania, dan Area C. (Baca: Presiden Palestina Abbas Menolak Terima Telepon dari Menlu AS)
“Saya berniat memperluas kedaulatan negeri ini hingga seluruh pemukiman Yahudi di Tepi Barat, termasuk situs-situs penting bagi warisan kebu-dayaan dan keamanan Israel,” ujar Netanyahu, dikutip Army Radio. Warga Israel di Tepi Barat dilindungi dan memiliki hak yang sama dengan warga di wilayah utama.
Seperti dilansir BĂTselem, sebanyak 11.000 warga Israel dan 65.000 warga Palestina tinggal di Lembah Yordan. Proposal pencaplokan itu akan meliputi 30 pemukiman umat Yahudi, 18 pos ilegal militer, dan perkampungan Palestina di sana. Jika dibiarkan, Palestina tidak akan memiliki akses internasional via Yordania.
Secara garis besar, Tepi Barat dibagi Israel menjadi tiga wilayah administratif, yakni Area A, Area B, dan Area C. Seluruh pemukiman Yahudi terletak di Area C yang juga dihuni sekitar 300.000 warga Palestina. Sisa 2,8 juta warga Palestina di Tepi Barat tinggal di Area A dan B. Mereka berada di bawah hukum Palestina.
Sebagian besar politisi di Israel mendukung pencaplokan Area C. Namun, beberapa politisi berharap Israel mencaplok seluruh Tepi Barat. Menteri Luar Negeri (Menlu) Israel Naftali Bennett berencana memberikan kewarga-negaraan terhadap 80.000 warga Palestina di Area C, di bawah jumlah lembaga resmi. (Baca juga: Hamas: Rencana Aneksasi Israel adalah Deklarasi Perang)
Kepala Pusat Studi Timur Tengah Oklahoma University Joshua Landis mengatakan, Netanyahu berani mengeksekusi rencana pencaplokan karena percaya diri akan didukung Amerika Serikat (AS) yang kini dipimpin Presiden Donald Trump. Dia menilai aksi ini bertentangan dengan hukum dunia dan tidak benar.
“Lambat laun Israel pasti mencaplok wilayah jajahannya di Palestina. Faktanya, mereka membangun pemukiman Yahudi sejak lama dan tentu hal itu bukan langkah sembarangan,” kata Landis, dikutip Washington Post. “Sayakira pencaplokan ini tidak akan memicu perang besar karena negara Arab sudah putus asa.”
Dunia Mengecam
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengecam rencana Israel mencaplok Tepi Barat karena berlawanan dengan hukum internasional. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres menilai aksi itu dapat mengancam prospek perdamaian kedua negara dan memundurkan semua upaya negosiasi yang sudah dilakukan.
“Saya mendesak Pemerintah Israel untuk membatalkan rencana pencaplokan wilayah Tepi Barat,” kata Gu-terres. Negara berpenduduk mayoritas muslim seperti Indonesia, Yordania, Uni Emirate Arab, Arab Saudi, dan Turki dengan tegas menentang rencana itu. Begitu pun dengan sebagian besar negara di Eropa.
Tak lama setelah Israel mencanangkan akan mencaplok Tepi Barat, terutama tempat permukiman Yahudi dibangun, Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia Retno Marsudi memprakarsai pertemuan Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dilakukan secara virtual pada 24 Juni lalu.
“Rakyat Palestina sudah terlalu lama mengalami ketidakadilan, pelanggaran HAM, dan situasi yang buruk. Aneksasi Tepi Barat merupakan ancaman bagi masa depan bangsa Palestina. Pilihan ada di tangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional atau menutup mata?” papar Retno. (Lihat videonya: Bantu Perekonomian Warga, Karang taruna gunung Kidul Dirikan Pasar Sedekah)
Retno menyampaikan setidaknya ada tiga alasan kenapa masyarakat internasional harus menolak rencana pencaplokan Tepi Barat. Pertama, hal itu bertentangan dengan hukum internasional. Kedua, kredibilitas dan legitimasi DK PBB akan dipertaruhkan. Ketiga, merusak prospek perdamaian di masa depan.
Duta Besar (Dubes) Palestina untuk Indonesia Zuhair al-Shun mengapresiasi dukungan dan solidaritas Indonesia dalam menengahi konflik pencaplokan wilayah Palestina di Tepi Barat oleh Israel. Dia mengatakan wilayah tersebut merupakan kawasan paling subur di Palestina dan memilikisumber air jernih.
Palestina juga berharap Rusia dapat menggantikan AS sebagai mediator perdamaian antara Palestina dan Israel. (Muh Shamil)
(ysw)