Rusia Undang Pakar PBB dan Palang Merah Selidiki Pemboman Kamp Tahanan Perang
loading...
A
A
A
MOSKOW - Kementerian Pertahanan Rusia pada Minggu (31/7/2022) mengumumkan bahwa mereka secara resmi telah mengundang para ahli independen dari PBB dan Palang Merah untuk menyelidiki pemboman sebuah pusat penahanan di Donetsk .
Peristiwa yang terjadi pada Jumat lalu itu menewaskan sekitar 50 tahanan dan puluhan lainnya terluka.
“Untuk kepentingan melakukan penyelidikan objektif atas serangan di pusat penahanan di Yelenovka, yang menyebabkan kematian banyak tawanan perang Ukraina, Federasi Rusia secara resmi mengundang para ahli dari PBB dan Komite Palang Merah Internasional,” bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia seperti dikutip dari Russia Today.
Fasilitas di Yelenovka, selatan Donetsk, menampung ratusan tahanan Ukraina – terutama anggota milisi neo-Nazi Azov yang menyerah di Mariupol pada Mei lalu.
Menurut pernyataan militer Rusia sebelumnya, serangan itu dilakukan dengan menggunakan beberapa peluncur roket HIMARS buatan Amerika Serikat (AS).
“Semua tanggung jawab politik, kriminal dan moral atas pertumpahan darah terhadap warga Ukraina ditanggung secara pribadi oleh Zelensky, rezim kriminalnya dan Washington, yang mendukung mereka,” kata Moskow.
Militer Ukraina pada hari Jumat merilis sebuah pernyataan, menuduh pasukan Rusia menembaki kota itu.
"Moskow menghancurkan penjara untuk menyalahkan Kiev, serta untuk menyembunyikan penyiksaan terhadap tahanan dan eksekusi," bunyi pernyataan itu.
Namun militer kelompok pro Rusia, Republik Rakyat Donetsk (DPR), menyatakan bahwa pihak berwenang Ukrainalah yang memiliki alasan untuk sengaja menargetkan fasilitas tersebut. Kepala republik, Denis Pushilin, mengatakan anggota Azov telah memberikan kesaksian tentang kemungkinan kejahatan perang oleh komandan mereka.
"Pihak berwenang Kiev juga tahu persis di mana para tahanan Azov ditahan," kata juru bicara milisi DPR Eduard Basurin kepada wartawan.
Sementara itu, tidak seperti pemerintah di Kiev, para pendukung Ukraina di Washington tidak buru-buru menyalahkan Moskow atas pemboman itu.
“Kami hanya tidak memiliki cukup informasi untuk berbicara secara cerdas tentang laporan awal ini,” ujar John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, kepada wartawan.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberi wilayah Donetsk dan Lugansk status khusus di dalam negara Ukraina. Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
Peristiwa yang terjadi pada Jumat lalu itu menewaskan sekitar 50 tahanan dan puluhan lainnya terluka.
“Untuk kepentingan melakukan penyelidikan objektif atas serangan di pusat penahanan di Yelenovka, yang menyebabkan kematian banyak tawanan perang Ukraina, Federasi Rusia secara resmi mengundang para ahli dari PBB dan Komite Palang Merah Internasional,” bunyi pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia seperti dikutip dari Russia Today.
Fasilitas di Yelenovka, selatan Donetsk, menampung ratusan tahanan Ukraina – terutama anggota milisi neo-Nazi Azov yang menyerah di Mariupol pada Mei lalu.
Menurut pernyataan militer Rusia sebelumnya, serangan itu dilakukan dengan menggunakan beberapa peluncur roket HIMARS buatan Amerika Serikat (AS).
“Semua tanggung jawab politik, kriminal dan moral atas pertumpahan darah terhadap warga Ukraina ditanggung secara pribadi oleh Zelensky, rezim kriminalnya dan Washington, yang mendukung mereka,” kata Moskow.
Militer Ukraina pada hari Jumat merilis sebuah pernyataan, menuduh pasukan Rusia menembaki kota itu.
"Moskow menghancurkan penjara untuk menyalahkan Kiev, serta untuk menyembunyikan penyiksaan terhadap tahanan dan eksekusi," bunyi pernyataan itu.
Namun militer kelompok pro Rusia, Republik Rakyat Donetsk (DPR), menyatakan bahwa pihak berwenang Ukrainalah yang memiliki alasan untuk sengaja menargetkan fasilitas tersebut. Kepala republik, Denis Pushilin, mengatakan anggota Azov telah memberikan kesaksian tentang kemungkinan kejahatan perang oleh komandan mereka.
"Pihak berwenang Kiev juga tahu persis di mana para tahanan Azov ditahan," kata juru bicara milisi DPR Eduard Basurin kepada wartawan.
Sementara itu, tidak seperti pemerintah di Kiev, para pendukung Ukraina di Washington tidak buru-buru menyalahkan Moskow atas pemboman itu.
“Kami hanya tidak memiliki cukup informasi untuk berbicara secara cerdas tentang laporan awal ini,” ujar John Kirby, juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, kepada wartawan.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberi wilayah Donetsk dan Lugansk status khusus di dalam negara Ukraina. Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan “menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.”
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(ian)