Negara Miskin Jadi Korban Keputusan AS Potong Pendanaan WHO
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk memotong dana ke Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mungkin datang pada waktu yang sangat buruk bagi negara-negara miskin di dunia. Alasannya, negara-negara itu bergantung pada dukungan keuangan dari badan PBB untuk memerangi penyakit seperti Covid-19.
Republik Demokratik Kongo (DRC), misalnya, saat ini memerangi tidak hanya virus Corona, tetapi juga Ebola, yang juga telah merenggut ratusan korban jiwa.
Lawrence Gostin, direktur Institut O'Neill untuk Hukum Kesehatan Nasional dan Global di Universitas Georgetown di AS, mengatakan Covid-19 siap "menyerbu" negara-negara berpenghasilan rendah dengan sistem kesehatan yang lemah, seperti yang ada di Afrika Sub-Sahara, Amerika Latin.
Pembekuan pendanaan oleh Trump, ucap Gostin, akan melemahkan kemampuan WHO untuk membantu negara-negara tersebut.
"Ini bukan hanya pendanaan tetapi kurangnya dukungan politik dan harus mempertahankan diri, terjebak di tengah bentrokan kekuatan geopolitik antara dua negara terkaya," katanya, seperti dilansir South China Morning Post.
AS secara tradisional menjadi donor keuangan terbesar WHO, memberikan kontribusi USD 893 juta tahun lalu. Sebagian besar uang itu mengalir ke negara-negara miskin di Afrika, Amerika Latin dan sebagian Asia di mana jutaan orang menderita berbagai penyakit.
WHO menerima dana dari dua aliran. Sekitar 20 persen berasal dari “kontribusi yang dinilai” dari masing-masing negara berdasarkan pada produk domestik bruto dan populasi mereka, dan sisanya dari kontribusi sukarela.
Lara Gautier, seorang postdoctoral fellow di departemen sosiologi di McGill University dan dosen di University of Montreal, mengatakan bahwa WHO diizinkan untuk menggunakan dana dari kontribusi yang dinilai sesuai yang diinginkan, tetapi sebagian besar uang dari kontribusi sukarela diperuntukkan bagi negara tertentu.
Tahun lalu, AS menyumbang USD 237 juta dalam kontribusi yang dinilai dan USD 656 juta dalam pendanaan sukarela untuk program WHO tertentu. Lebih dari sepertiga uang itu pergi ke Afrika Utara dan wilayah Mediterania timur, dan lebih dari seperempatnya pergi ke Afrika Sub-Sahara.
“Kedua wilayah ini kemungkinan menjadi yang paling parah terkena penangguhan (pendanaan AS),” kata Gautier, seraya menambahkan bahwa penundaan yang lama dapat berdampak besar pada program pemberantasan polio di Afrika Sub-Sahara, dan skema imunisasi yang lebih luas.
Republik Demokratik Kongo (DRC), misalnya, saat ini memerangi tidak hanya virus Corona, tetapi juga Ebola, yang juga telah merenggut ratusan korban jiwa.
Lawrence Gostin, direktur Institut O'Neill untuk Hukum Kesehatan Nasional dan Global di Universitas Georgetown di AS, mengatakan Covid-19 siap "menyerbu" negara-negara berpenghasilan rendah dengan sistem kesehatan yang lemah, seperti yang ada di Afrika Sub-Sahara, Amerika Latin.
Pembekuan pendanaan oleh Trump, ucap Gostin, akan melemahkan kemampuan WHO untuk membantu negara-negara tersebut.
"Ini bukan hanya pendanaan tetapi kurangnya dukungan politik dan harus mempertahankan diri, terjebak di tengah bentrokan kekuatan geopolitik antara dua negara terkaya," katanya, seperti dilansir South China Morning Post.
AS secara tradisional menjadi donor keuangan terbesar WHO, memberikan kontribusi USD 893 juta tahun lalu. Sebagian besar uang itu mengalir ke negara-negara miskin di Afrika, Amerika Latin dan sebagian Asia di mana jutaan orang menderita berbagai penyakit.
WHO menerima dana dari dua aliran. Sekitar 20 persen berasal dari “kontribusi yang dinilai” dari masing-masing negara berdasarkan pada produk domestik bruto dan populasi mereka, dan sisanya dari kontribusi sukarela.
Lara Gautier, seorang postdoctoral fellow di departemen sosiologi di McGill University dan dosen di University of Montreal, mengatakan bahwa WHO diizinkan untuk menggunakan dana dari kontribusi yang dinilai sesuai yang diinginkan, tetapi sebagian besar uang dari kontribusi sukarela diperuntukkan bagi negara tertentu.
Tahun lalu, AS menyumbang USD 237 juta dalam kontribusi yang dinilai dan USD 656 juta dalam pendanaan sukarela untuk program WHO tertentu. Lebih dari sepertiga uang itu pergi ke Afrika Utara dan wilayah Mediterania timur, dan lebih dari seperempatnya pergi ke Afrika Sub-Sahara.
“Kedua wilayah ini kemungkinan menjadi yang paling parah terkena penangguhan (pendanaan AS),” kata Gautier, seraya menambahkan bahwa penundaan yang lama dapat berdampak besar pada program pemberantasan polio di Afrika Sub-Sahara, dan skema imunisasi yang lebih luas.