Rusia Klaim Barhasil Hancurkan Lebih dari 100 Roket HIMARS
loading...
A
A
A
MOSKOW - Pasukan Rusia telah menargetkan gudang amunisi di Wilayah Dnepropetrovsk Ukraina , menghancurkan lebih dari 100 roket HIMARS buatan Amerika Serikat (AS). Demikian pernyataan Kementerian Pertahanan Rusia pada Rabu (27/7/2022).
“Pada 24 Juli, serangan oleh Pasukan Dirgantara Rusia pada depot amunisi di dekat pemukiman Lyubimovka, wilayah Dnepropetrovsk, menghancurkan lebih dari seratus rudal untuk sistem multiple peluncur roket HIMARS buatan AS,” bunyi laporan kementerian tersebut seperti dikutuip dari Russia Today, Kamis (28/7/2022).
Juga dicatat bahwa hingga 120 personel militer Ukraina yang menjaga fasilitas itu, serta tentara bayaran asing dan spesialis teknis, tewas.
Pembaruan tersebut mengikuti laporan Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Senin yang mengklaim bahwa Moskow telah menargetkan dan menghancurkan senjata yang dipasok AS, termasuk artileri berat di Ukraina barat, menggunakan senjata jarak jauh presisi tinggi berbasis laut.
AS, yang merupakan pendukung terbesar Kiev dalam konfliknya dengan Moskow, telah memasok Ukraina dengan 16 sistem HIMARS pada 22 Juli sementara Inggris telah menyediakan tiga peluncur lain yang mampu menembakkan amunisi yang sama. Namun, pekan lalu, militer Rusia mengklaim telah menghancurkan empat peluncur roket tersebut. Pejabat Kiev telah membantah klaim ini sebagai "informasi yang salah."
Kementerian Pertahanan Rusia juga melaporkan bahwa pasukannya telah melakukan serangan terhadap personel dan peralatan militer Ukraina di 142 distrik, menghancurkan sejumlah howitzer dan peleton artileri.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, Ukraina sejauh ini telah kehilangan lebih dari 760 sistem roket peluncuran ganda (MLRS) dan lebih dari 3.200 artileri sejak awal pertempuran pada Februari lalu.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberi wilayah Donetsk dan Lugansk status khusus di dalam negara Ukraina. Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
“Pada 24 Juli, serangan oleh Pasukan Dirgantara Rusia pada depot amunisi di dekat pemukiman Lyubimovka, wilayah Dnepropetrovsk, menghancurkan lebih dari seratus rudal untuk sistem multiple peluncur roket HIMARS buatan AS,” bunyi laporan kementerian tersebut seperti dikutuip dari Russia Today, Kamis (28/7/2022).
Juga dicatat bahwa hingga 120 personel militer Ukraina yang menjaga fasilitas itu, serta tentara bayaran asing dan spesialis teknis, tewas.
Pembaruan tersebut mengikuti laporan Kementerian Pertahanan Rusia pada hari Senin yang mengklaim bahwa Moskow telah menargetkan dan menghancurkan senjata yang dipasok AS, termasuk artileri berat di Ukraina barat, menggunakan senjata jarak jauh presisi tinggi berbasis laut.
AS, yang merupakan pendukung terbesar Kiev dalam konfliknya dengan Moskow, telah memasok Ukraina dengan 16 sistem HIMARS pada 22 Juli sementara Inggris telah menyediakan tiga peluncur lain yang mampu menembakkan amunisi yang sama. Namun, pekan lalu, militer Rusia mengklaim telah menghancurkan empat peluncur roket tersebut. Pejabat Kiev telah membantah klaim ini sebagai "informasi yang salah."
Kementerian Pertahanan Rusia juga melaporkan bahwa pasukannya telah melakukan serangan terhadap personel dan peralatan militer Ukraina di 142 distrik, menghancurkan sejumlah howitzer dan peleton artileri.
Menurut Kementerian Pertahanan Rusia, Ukraina sejauh ini telah kehilangan lebih dari 760 sistem roket peluncuran ganda (MLRS) dan lebih dari 3.200 artileri sejak awal pertempuran pada Februari lalu.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari, dengan alasan kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk, yang dirancang untuk memberi wilayah Donetsk dan Lugansk status khusus di dalam negara Ukraina. Protokol, yang ditengahi oleh Jerman dan Prancis, pertama kali ditandatangani pada tahun 2014.
Mantan presiden Ukraina Pyotr Poroshenko sejak itu mengakui bahwa tujuan utama Kiev adalah menggunakan gencatan senjata untuk mengulur waktu dan menciptakan angkatan bersenjata yang kuat.
Pada Februari 2022, Kremlin mengakui republik Donbass sebagai negara merdeka dan menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer Barat mana pun. Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan.
(ian)