Sejarah Kerajaan Champa di Vietnam dan Kaitan Eratnya dengan Majapahit
loading...
A
A
A
HANOI - Kerajaan Champa adalah kerajaan di wilayah Vietnam yang pernah sangat berkuasa dan menjadi salah satu raksasa di Asia Tenggara.
Dalam buku bertajuk “Birokratisasi Islam di Indochina”, diketahui bahwa Kerajaan Champa hadir bersamaan dengan Kerajaan Funan, asal muasal Kerajaan Khmer di Kamboja.
Orang-orang keturunan Champa, yang biasa disebut Champ, inilah yang kemudian menjadi mayoritas masyarakat muslim di Indocina, terutama Kamboja dan Vietnam.
Champa mulai menyebarkan kekuasaannya ketika masuk pada abad ke-7. Adapun wilayah kekuasaan baru di Vietnam tengah yang kala itu berhasil direbut Champa adalah Indrapura, terdiri dari Vijaya, Amaravati, Panduranga, dan Kauthara.
Masih mengutip dari buku yang sama, Kerajaan Champa disebutkan berdiri pada tahun 192 dengan nama Lin-yi.
Lin-yi sendiri dikenal sebagai sebutan bagi entitas politik yang berada di bawah Dinasti Han di Rinan. Sayangnya, tidak ada sumber pasti yang menjabarkan bagaimana Lin-yi bisa berubah menjadi Champa.
Namun, para sejarawan menghentikan penggunaan nama Lin-yi di tahun 758 dan mulai menyebut Champapura atau Kota Champa pada 875.
Sejarah mencatat, Kerajaan Lin-yi-Champa diserang pasukan dari Jawa pada paruh kedua abad ke-8. Waktu penyerangan itu hampir bersamaan dengan invasi yang dilakukan oleh Kerajaan Angkor asal Kamboja.
Setelahnya, Champa dikenal sebagai sebuah kerajaan di bawah pemerintahan Indravarman II dan memiliki ibu kota bernama Indrapura.
Setelah abad ke-10, kerajaan ini tak lagi menganut Budha karena Islam mulai berkembang. Apalagi, pengaruh agama ketika itu sangat mudah terjadi dan tak terbendung.
Mulai abad ke-17, banyak keluarga bangsawan di Kerajaan Champa yang beragama Islam. Tak heran jika Islam menjadi agama yang dianut oleh Suku Champ.
Eksistensi Kerajaan Champa mulai tak terlihat di sekitar abad ke-17 sampai akhir abad ke-19. Kerajaan Champa runtuh bersamaan dengan hancurnya Panduranga, ibu kota Champa.
Satu hal yang masih menarik perhatian hingga kini adalah pernikahan putri Champa bernama Dewi Drawarati dengan Prabu Brawijaya V dari Majapahit.
Dari sinilah kisah awal masuknya Islam ke Majapahit. Sebab, putri Champa diketahui sebagai seorang muslim.
Selain itu, keberadaan putri Champa di Nusantara juga mengundang banyak imigran asal Champa untuk datang ke Majapahit. Peristiwa ini diperkirakan terjadi sekitar tahun 1476 hingga 1478.
Pernikahan Raja Majapahit dengan putri Champa tersebut dirayakan besar-besaran di Champa. Tak ketinggalan, pesta mewah juga dihelat di Majapahit.
Setelah itu, Prabu Brawijaya memilih untuk masuk Islam dan mengabaikan nasihat Sabda Palon.
Menurut kabar, Prabu Brawijaya mempunyai 2 pemimpin spiritual bernama Naya Genggong dan Sabda Palon. Saat mengetahui Raja ingin meninggalkan agama Buddha dan masuk Islam, konon keduanya murka.
Sebelum melaksanakan pernikahan, guru spiritual Raja tersebut sebenarnya sudah memberi nasihat agar Prabu Brawijaya V tidak terbawa agama calon istrinya.
Di sisi lain, pernikahan tersebut boleh saja dilaksanakan dan tidak ada masalah. Akan tetapi Prabu Brawijaya tidak mendengarkan perkataan gurunya tersebut dan tetap memilih untuk memeluk agama Islam.
Bersama Dewi Drawarati, Prabu Brawijaya V memiliki anak bernama Retno Pambayun yang juga dikenal sebagai Putri Pembayun.
Dalam buku bertajuk “Birokratisasi Islam di Indochina”, diketahui bahwa Kerajaan Champa hadir bersamaan dengan Kerajaan Funan, asal muasal Kerajaan Khmer di Kamboja.
Orang-orang keturunan Champa, yang biasa disebut Champ, inilah yang kemudian menjadi mayoritas masyarakat muslim di Indocina, terutama Kamboja dan Vietnam.
Champa mulai menyebarkan kekuasaannya ketika masuk pada abad ke-7. Adapun wilayah kekuasaan baru di Vietnam tengah yang kala itu berhasil direbut Champa adalah Indrapura, terdiri dari Vijaya, Amaravati, Panduranga, dan Kauthara.
Masih mengutip dari buku yang sama, Kerajaan Champa disebutkan berdiri pada tahun 192 dengan nama Lin-yi.
Lin-yi sendiri dikenal sebagai sebutan bagi entitas politik yang berada di bawah Dinasti Han di Rinan. Sayangnya, tidak ada sumber pasti yang menjabarkan bagaimana Lin-yi bisa berubah menjadi Champa.
Namun, para sejarawan menghentikan penggunaan nama Lin-yi di tahun 758 dan mulai menyebut Champapura atau Kota Champa pada 875.
Sejarah mencatat, Kerajaan Lin-yi-Champa diserang pasukan dari Jawa pada paruh kedua abad ke-8. Waktu penyerangan itu hampir bersamaan dengan invasi yang dilakukan oleh Kerajaan Angkor asal Kamboja.
Setelahnya, Champa dikenal sebagai sebuah kerajaan di bawah pemerintahan Indravarman II dan memiliki ibu kota bernama Indrapura.
Setelah abad ke-10, kerajaan ini tak lagi menganut Budha karena Islam mulai berkembang. Apalagi, pengaruh agama ketika itu sangat mudah terjadi dan tak terbendung.
Mulai abad ke-17, banyak keluarga bangsawan di Kerajaan Champa yang beragama Islam. Tak heran jika Islam menjadi agama yang dianut oleh Suku Champ.
Eksistensi Kerajaan Champa mulai tak terlihat di sekitar abad ke-17 sampai akhir abad ke-19. Kerajaan Champa runtuh bersamaan dengan hancurnya Panduranga, ibu kota Champa.
Satu hal yang masih menarik perhatian hingga kini adalah pernikahan putri Champa bernama Dewi Drawarati dengan Prabu Brawijaya V dari Majapahit.
Dari sinilah kisah awal masuknya Islam ke Majapahit. Sebab, putri Champa diketahui sebagai seorang muslim.
Selain itu, keberadaan putri Champa di Nusantara juga mengundang banyak imigran asal Champa untuk datang ke Majapahit. Peristiwa ini diperkirakan terjadi sekitar tahun 1476 hingga 1478.
Pernikahan Raja Majapahit dengan putri Champa tersebut dirayakan besar-besaran di Champa. Tak ketinggalan, pesta mewah juga dihelat di Majapahit.
Setelah itu, Prabu Brawijaya memilih untuk masuk Islam dan mengabaikan nasihat Sabda Palon.
Menurut kabar, Prabu Brawijaya mempunyai 2 pemimpin spiritual bernama Naya Genggong dan Sabda Palon. Saat mengetahui Raja ingin meninggalkan agama Buddha dan masuk Islam, konon keduanya murka.
Sebelum melaksanakan pernikahan, guru spiritual Raja tersebut sebenarnya sudah memberi nasihat agar Prabu Brawijaya V tidak terbawa agama calon istrinya.
Di sisi lain, pernikahan tersebut boleh saja dilaksanakan dan tidak ada masalah. Akan tetapi Prabu Brawijaya tidak mendengarkan perkataan gurunya tersebut dan tetap memilih untuk memeluk agama Islam.
Bersama Dewi Drawarati, Prabu Brawijaya V memiliki anak bernama Retno Pambayun yang juga dikenal sebagai Putri Pembayun.
(sya)