Beri Sanksi, AS Tuding Perusahaan Teknologi China Didukung Militer

Jum'at, 26 Juni 2020 - 09:55 WIB
loading...
Beri Sanksi, AS Tuding Perusahaan Teknologi China Didukung Militer
Foto/Istimewa
A A A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menuding 20 perusahaan China yang beroperasi di AS dikontrol militer China. Sebagian perusahaan itu adalah raksasa teknologi, seperti Huawei hingga perusahaan pemantau video Hikvision. Itu menjadi dasar AS untuk memberikan sanksi terhadap perusahaan tersebut.

Washington menempatkan Huawei dan Hikvision dalam daftar blacklist perdagangan tahun lalu karena faktor keamanan nasional. AS pun memimpin koalisi untuk mengebiri Huawei dari jaringan 5G. (Baca: Israel hendak Caplok Tepi Barat: Dunia Menentang, AS Beri Lampu Hijau)

Departemen Pertahanan AS merilis 20 perusahaan China yang beroperasi di AS didukung militer China. Laporan itu pertama kali diperoleh Reuters. Selain Huawei dan Hikvision, perusahaan lainnya adalah China Mobile Communications Group, China Telecommunications, hingga Aviation Industry Corp of China.

“Perusahaan tersebut dimiliki dan dikontrol tentara pembebasan rakyat (PLA) yang memberikan pelayanan komersial, manufaktur, produksi, dan ekspor,” demikian laporan Departemen Pertahanan. Tujuan perilisan daftar itu bukan memicu hukuman, tetapi hukum AS menyebutkan presiden bisa memberlakukan sanksi atau melarang semua perusahaan itu beroperasi di AS. (Lihat videonya: Rapid Test Reaktif, Warga Isolasi Diri di Tengah Pekuburan di Sragen)

Daftar ini keluar seiring dengan tekanan AS pada negara-negara lain, termasuk Inggris, untuk melarang Huawei karena alasan keamanan nasional. Daftar tersebut diterbitkan untuk memberi informasi pada komite kongres, pebisnis AS, investor, dan mitra potensial lain dari perusahaan China terkait peran yang mungkin dimainkan perusahaan itu dalam mentransfer teknologi sensitif ke militer China.

Pentagon menghadapi tekanan anggota parlemen dari Demokrat dan Partai Republik agar menerbitkan dan memperbarui daftar itu beberapa bulan belakangan ini. Pada November lalu, senator AS Tom Cotton dan Chuck Schumer menulis surat kepada Menteri Perdagangan Wilbur Ross meminta hasil tinjauan terhadap kebijakan AS yang diamanatkan oleh Undang-Undang Reformasi Kontrol Ekspor Tahun 2018 dan Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional 2019. (Baca juga: New York City Marathon 2020 Batal Akibat Corona)

Dalam surat itu, para senator menekankan kekhawatiran mereka tentang ancaman akibat ekspor teknologi AS yang penting ke perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan China. Mereka juga mempertanyakan mengapa Departemen Perdagangan lambat menyelesaikan tinjauan kontrol ekspor yang diamanatkan oleh kedua peraturan itu. Para senator menekankan bahwa tinjauan harus dilakukan untuk menilai apakah Partai Komunis China telah mencuri teknologi AS dengan aplikasi militer, serta apakah China telah meminta perusahaan-perusahaan China untuk memanfaatkan teknologi sipil yang mutakhir untuk keperluan militer.

“Apa status tinjauan ini dan apa hasilnya? Apakah tinjauan itu menentukan sektor-sektor khusus ekonomi AS yang ditargetkan China untuk upaya spionase dan transfer teknologi secara paksa? Apakah Anda akan memodifikasi ruang lingkup kontrol untuk penggunaan akhir militer dan pengguna akhir di China? Apakah Anda akan membuka hasil kajian ini ke publik ?” tulis Cotton dan Schumer.

Sementara itu, Hikvision menyebut tudingan tersebut tak beralasan. Hikvision menyebutkan, kalau mereka tidak pernah berpartisipasi dalam proyek penelitian dan pengembangan dengan militer China. Mereka berjanji akan menyelesaikan masalah itu dengan Pemerintah China. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1442 seconds (0.1#10.140)