AS Ternyata Bergantung pada China dan Rusia untuk Bisa Produksi Senjata

Sabtu, 11 Juni 2022 - 00:53 WIB
loading...
A A A
Setelah Jepang memotong pasokan antimon AS dari China selama Perang Dunia II, Amerika Serikat mulai membeli mineral dari bijih di tambang emas Idaho. Namun, tambang itu berhenti berproduksi pada 1997.

“Tidak ada ranjau domestik untuk antimon,” bunyi laporan tahun 2020 dari US Geological Survey, sebuah badan pemerintah Amerika.

“China adalah produsen antimon yang ditambang dan dimurnikan terbesar dan sumber utama impor bagi Amerika Serikat.”

Laporan tersebut mencatat bahwa China kehilangan pangsa pasar dengan Rusia, produsen peringkat kedua dunia, dengan Tajikistan mendapatkan tempat di pasar global sebagai pemasok antimon terbesar ketiga di dunia.

Minat anggota Parlemen baru-baru ini dalam menopang cadangan mineral strategis pertahanan nasional menandai perubahan signifikan bagi Kongres, yang telah berulang kali mengizinkan penjualan cadangan jutaan dolar selama beberapa dekade terakhir untuk mendanai program lain.

Pada puncaknya selama awal Perang Dingin pada tahun 1952, persediaan itu bernilai hampir USD42 miliar dalam dolar hari ini. Nilai itu telah anjlok menjadi USD888 juta pada tahun lalu.

Departemen Pertahanan mengajukan proposal legislatifnya sendiri ke Kongres bulan lalu, meminta anggota Parlemen untuk menyetujui alokasi USD253,5 juta dalam RUU otorisasi pertahanan guna mendapatkan mineral tambahan untuk persediaan.

Seth Moulton, anggota Parlemen yang duduk di Komite Layanan Angkatan Bersenjata, memimpin tujuh anggota Partai Republik pada bulan April dalam meminta subkomite alokasi pertahanan untuk memberikan tambahan USD264 juta dalam pendanaan untuk persediaan untuk Tahun Anggaran 2023.

“Stok saat ini tidak cukup untuk memenuhi persyaratan persaingan kekuatan besar,” tulis anggota Parlemen tersebut. “[Cadangan pertahanan nasional] tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan Departemen Pertahanan untuk sebagian besar bahan yang teridentifikasi jika terjadi gangguan rantai pasokan.”
(min)
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1798 seconds (0.1#10.140)