Kirim Helikopter Mi-17 ke Ukraina, Rusia Tuding AS Langgar Hukum Internasional
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Duta Besar Rusia untuk Amerika Serikat (AS) Anatoly Antonov menuding Washington melanggar kewajiban internasional dan kebijakannya sendiri dengan paket bantuan militer terbarunya ke Ukraina.
Menurut dia, Washington tidak mendapatkan izin Rusia sebelum mengalihkan empat helikopter Mi-17 dari tujuan awal Afghanistan ke Ukraina.
Diplomat itu menanggapi pengumuman pekan lalu oleh Departemen Pertahanan AS, yang mencantumkan pesawat itu dijadwalkan akan diserahkan ke Ukraina.
Keempat helikopter Mi-17 itu diduga merupakan pesawat yang dibeli oleh AS untuk tentara nasional Afghanistan sebelum pemerintah dukungan AS di Kabul jatuh ke tangan pasukan Taliban pada Agustus tahun lalu.
Ukraina sedang menangani pesawat itu dan seharusnya mengirimnya ke Afghanistan.
“Pemindahan helikopter dilakukan dengan melanggar sertifikat pengguna akhir, yang memerlukan persetujuan tertulis dari Rusia,” papar duta besar Rusia itu.
Dia menyebutnya sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap kewajiban Amerika Serikat sebagai pembeli dan mengklaim Washington menghalangi tuntutan Rusia untuk penjelasan.
Antonov mengatakan Rusia juga mengkhawatirkan senjata lain dalam paket itu. “Pasokan rudal Stinger anti-pesawat yang ditembakkan dari bahu bertentangan dengan perjanjian internasional tentang mitigasi risiko yang ditimbulkan oleh pengalihan senjata semacam itu ke tangan aktor jahat,” papar dia.
Dia menyebutkan resolusi Majelis Umum PBB 2007 tentang masalah ini dan dokumen lainnya.
“AS sendiri mengakui ancaman proliferasi rudal anti-pesawat portabel ke pihak ketiga,” ujar Antonov, seraya menambahkan kedua negara memiliki kesepakatan lama untuk saling menginformasikan semua penjualan sistem senjata semacam itu ke negara asing.
Dalam sambutannya yang diterbitkan Kedutaan Besar Rusia di media sosial, Antonov memperingatkan pasokan beberapa peluncur roket ke Ukraina menimbulkan ancaman eskalasi krisis di Ukraina.
Dia menyebut keputusan untuk memberikan senjata itu ke Kiev "tidak bertanggung jawab".
“Paket bantuan itu merusak posisi Washington sebagai pemasok senjata yang terhormat,” papar Duta Besar Rusia.
Washington telah mengirim senjata yang semakin berat ke Ukraina, mengklaim AS ingin membantu Kiev mempertahankan diri melawan Rusia.
Para pejabat Amerika memercayai jaminan Ukraina bahwa senjata itu tidak akan disalahgunakan, termasuk untuk menyerang sasaran di Rusia.
Dalam pernyataan sebelumnya, Kiev membela haknya untuk menyerang Krimea, wilayah yang dianggap Rusia sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya, dengan senjata yang disediakan AS.
Baik Ukraina dan AS menolak reabsorpsi semenanjung Krimea oleh Rusia pada 2014, setelah orang-orang di sana memilih dalam referendum untuk melepaskan diri dari Kiev.
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
Menurut dia, Washington tidak mendapatkan izin Rusia sebelum mengalihkan empat helikopter Mi-17 dari tujuan awal Afghanistan ke Ukraina.
Diplomat itu menanggapi pengumuman pekan lalu oleh Departemen Pertahanan AS, yang mencantumkan pesawat itu dijadwalkan akan diserahkan ke Ukraina.
Keempat helikopter Mi-17 itu diduga merupakan pesawat yang dibeli oleh AS untuk tentara nasional Afghanistan sebelum pemerintah dukungan AS di Kabul jatuh ke tangan pasukan Taliban pada Agustus tahun lalu.
Ukraina sedang menangani pesawat itu dan seharusnya mengirimnya ke Afghanistan.
“Pemindahan helikopter dilakukan dengan melanggar sertifikat pengguna akhir, yang memerlukan persetujuan tertulis dari Rusia,” papar duta besar Rusia itu.
Dia menyebutnya sebagai “pelanggaran terang-terangan” terhadap kewajiban Amerika Serikat sebagai pembeli dan mengklaim Washington menghalangi tuntutan Rusia untuk penjelasan.
Antonov mengatakan Rusia juga mengkhawatirkan senjata lain dalam paket itu. “Pasokan rudal Stinger anti-pesawat yang ditembakkan dari bahu bertentangan dengan perjanjian internasional tentang mitigasi risiko yang ditimbulkan oleh pengalihan senjata semacam itu ke tangan aktor jahat,” papar dia.
Dia menyebutkan resolusi Majelis Umum PBB 2007 tentang masalah ini dan dokumen lainnya.
“AS sendiri mengakui ancaman proliferasi rudal anti-pesawat portabel ke pihak ketiga,” ujar Antonov, seraya menambahkan kedua negara memiliki kesepakatan lama untuk saling menginformasikan semua penjualan sistem senjata semacam itu ke negara asing.
Dalam sambutannya yang diterbitkan Kedutaan Besar Rusia di media sosial, Antonov memperingatkan pasokan beberapa peluncur roket ke Ukraina menimbulkan ancaman eskalasi krisis di Ukraina.
Dia menyebut keputusan untuk memberikan senjata itu ke Kiev "tidak bertanggung jawab".
“Paket bantuan itu merusak posisi Washington sebagai pemasok senjata yang terhormat,” papar Duta Besar Rusia.
Washington telah mengirim senjata yang semakin berat ke Ukraina, mengklaim AS ingin membantu Kiev mempertahankan diri melawan Rusia.
Para pejabat Amerika memercayai jaminan Ukraina bahwa senjata itu tidak akan disalahgunakan, termasuk untuk menyerang sasaran di Rusia.
Dalam pernyataan sebelumnya, Kiev membela haknya untuk menyerang Krimea, wilayah yang dianggap Rusia sebagai bagian dari wilayah kedaulatannya, dengan senjata yang disediakan AS.
Baik Ukraina dan AS menolak reabsorpsi semenanjung Krimea oleh Rusia pada 2014, setelah orang-orang di sana memilih dalam referendum untuk melepaskan diri dari Kiev.
Rusia menyerang negara tetangga itu pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina mengimplementasikan persyaratan perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.
Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim bahwa pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)