Wilayah Etnis Uighur di Xinjiang Memiliki Tingkat Pemenjaraan Tertinggi di Dunia
loading...
A
A
A
XINJIANG - Hampir satu dari 25 orang dari etnis Uighur di Xinjiang , sebuah daerah yang menjadi jantung bagi minoritas muslim di China , telah dijatuhi hukuman penjara atas tuduhan terkait terorisme. Ini merupakan tingkat pemenjaraan tertinggi yang diketahui di dunia.
Menurut laporan Associated Press, berdasarkan dari dokumen terkait pelanggaran berat HAM China terhadap etnis muslim Uighur yang bocor ke media massa. Salah satu dokumen menunjukkan data lebih dari 10.000 nama etnis Uighur yang dikirim ke penjara di daerah Konasheher di Xinjiang selatan, oleh otoritas Tiongkok tanpa alasan yang jelas.
Daftar tersebut sejauh ini adalah yang terbesar yang muncul hingga saat ini dengan nama-nama orang Uighur yang dipenjara, yang mencerminkan besarnya kampanye pemerintah China di mana diperkirakan jutaan orang atau lebih disapu ke kamp-kamp dan penjara-penjara interniran.
Ini juga menegaskan apa yang dikatakan keluarga dan kelompok hak asasi selama bertahun-tahun: China mengandalkan sistem penahanan jangka panjang untuk menjaga agar Uighur tetap terkendali, menggunakan hukum sebagai senjata represi.
Menurut laporan AP, Selasa (17/5/2022), di bawah kecaman internasional, pada 2019 para pejabat China mengumumkan penutupan kamp-kamp interniran di luar proses hukum jangka pendek, di mana orang-orang Uighur ditahan tanpa tuduhan.
Namun, meskipun perhatian terfokus pada kamp-kamp tersebut, ribuan orang Uighur masih mendekam selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun di penjara atas apa yang dikatakan para ahli sebagai tuduhan terorisme yang dibuat-buat.
Tetapi bahkan pada perkiraan konservatif, tingkat hukuman penjara di wilayah Konasheher lebih dari 10 kali lebih tinggi daripada Amerika Serikat, menurut statistik Departemen Kehakiman. Ini juga lebih dari 30 kali lebih tinggi daripada China secara keseluruhan, menurut statistik negara dari 2013, terakhir kali angka tersebut dirilis.
Darren Byler, seorang ahli sistem penahanan massal Xinjiang, mengatakan sebagian besar penangkapan yang dilakukan oleh otoritas Tiongkok secara sewenang-wenang dan di luar hukum, misalnya orang-orang ditahan hanya karena memiliki kerabat di luar negeri atau mengunduh aplikasi ponsel tertentu.
“Ini benar-benar luar biasa, tidak ada lokasi lain yang kami lihat seluruh populasi orang digambarkan sebagai teroris atau dilihat sebagai teroris.” Kata Byler kepada AP.
Sementara pakar hukum pidana di Paul Tsai China Center Universitas Yale, Jeremy Daum, menyebut China menggunakan undang-undang itu “sebagai daun ara legalitas” sebagian untuk mencoba menangkis kritik internasional tentang menahan warga Uighur.
Meskipun China membuat catatan hukum mudah diakses, namun nyatanya hampir 90% catatan kriminal di Xinjiang tidak dipublikasikan. Beberapa yang bocor menunjukkan bahwa orang-orang didakwa dengan "terorisme" untuk tindakan seperti memperingatkan rekan kerja agar tidak menonton film dan mengumpat, atau berdoa di penjara, malah kini terkuak ke publik. “Tetapi, mengikuti hukum tidak berarti keadilan atau kejujuran,” kata Daum.
Menurut laporan Associated Press, berdasarkan dari dokumen terkait pelanggaran berat HAM China terhadap etnis muslim Uighur yang bocor ke media massa. Salah satu dokumen menunjukkan data lebih dari 10.000 nama etnis Uighur yang dikirim ke penjara di daerah Konasheher di Xinjiang selatan, oleh otoritas Tiongkok tanpa alasan yang jelas.
Daftar tersebut sejauh ini adalah yang terbesar yang muncul hingga saat ini dengan nama-nama orang Uighur yang dipenjara, yang mencerminkan besarnya kampanye pemerintah China di mana diperkirakan jutaan orang atau lebih disapu ke kamp-kamp dan penjara-penjara interniran.
Ini juga menegaskan apa yang dikatakan keluarga dan kelompok hak asasi selama bertahun-tahun: China mengandalkan sistem penahanan jangka panjang untuk menjaga agar Uighur tetap terkendali, menggunakan hukum sebagai senjata represi.
Menurut laporan AP, Selasa (17/5/2022), di bawah kecaman internasional, pada 2019 para pejabat China mengumumkan penutupan kamp-kamp interniran di luar proses hukum jangka pendek, di mana orang-orang Uighur ditahan tanpa tuduhan.
Namun, meskipun perhatian terfokus pada kamp-kamp tersebut, ribuan orang Uighur masih mendekam selama bertahun-tahun atau bahkan puluhan tahun di penjara atas apa yang dikatakan para ahli sebagai tuduhan terorisme yang dibuat-buat.
Tetapi bahkan pada perkiraan konservatif, tingkat hukuman penjara di wilayah Konasheher lebih dari 10 kali lebih tinggi daripada Amerika Serikat, menurut statistik Departemen Kehakiman. Ini juga lebih dari 30 kali lebih tinggi daripada China secara keseluruhan, menurut statistik negara dari 2013, terakhir kali angka tersebut dirilis.
Darren Byler, seorang ahli sistem penahanan massal Xinjiang, mengatakan sebagian besar penangkapan yang dilakukan oleh otoritas Tiongkok secara sewenang-wenang dan di luar hukum, misalnya orang-orang ditahan hanya karena memiliki kerabat di luar negeri atau mengunduh aplikasi ponsel tertentu.
“Ini benar-benar luar biasa, tidak ada lokasi lain yang kami lihat seluruh populasi orang digambarkan sebagai teroris atau dilihat sebagai teroris.” Kata Byler kepada AP.
Sementara pakar hukum pidana di Paul Tsai China Center Universitas Yale, Jeremy Daum, menyebut China menggunakan undang-undang itu “sebagai daun ara legalitas” sebagian untuk mencoba menangkis kritik internasional tentang menahan warga Uighur.
Meskipun China membuat catatan hukum mudah diakses, namun nyatanya hampir 90% catatan kriminal di Xinjiang tidak dipublikasikan. Beberapa yang bocor menunjukkan bahwa orang-orang didakwa dengan "terorisme" untuk tindakan seperti memperingatkan rekan kerja agar tidak menonton film dan mengumpat, atau berdoa di penjara, malah kini terkuak ke publik. “Tetapi, mengikuti hukum tidak berarti keadilan atau kejujuran,” kata Daum.
(esn)