Ortu Korban Penembakan Massal di Texas Sesalkan Respon Lambat Polisi
loading...
A
A
A
TEXAS - Saksi-saksi penembakan di sekolah Texas, Amerika Serikat (AS) pada Kamis (26/5/2022) mempertanyakan tanggapan awal polisi terhadap pembantaian itu. Sebelumnya, orang tua yang berduka mengatakan, mereka memohon kepada petugas untuk menyerbu gedung dan menghentikan pertumpahan darah - tetapi tidak berhasil.
Saat kota Uvalde berduka atas 19 anak dan dua guru yang tewas dalam penembakan massal terbaru di AS, Jacinto Cazares, yang putrinya, Jacklyn meninggal dalam pembantaian hari Selasa, mengatakan dia berlari ke Sekolah Dasar Robb ketika dia mendengar tentang penembakan itu.
"Setidaknya ada 40 anggota penegak hukum bersenjata lengkap, tetapi tidak melakukan apa-apa (sampai) sudah terlambat," kata Cazares kepada ABC News.
Bergabung dengan orang tua lain yang berduka yang dikutip di media AS, mereka sempat mendesak polisi untuk bertindak lebih tegas, saat penembakan sekolah terburuk di AS dalam satu dekade terjadi.
"Situasinya bisa selesai dengan cepat jika mereka memiliki pelatihan taktis yang lebih baik, dan kami sebagai komunitas menyaksikannya secara langsung," kata Cazares.
"Orang tua putus asa," kata Daniel Myers, 72. "Mereka siap untuk masuk. Seorang anggota keluarga, dia berkata: 'Saya berada di militer, beri saya pistol, saya akan masuk. Saya tidak akan ragu-ragu. Saya akan masuk.'"
"Jadi ada keputusasaan di sana, ada selang waktu," katanya kepada AFP di sebuah peringatan darurat di luar sekolah, di mana salib kayu telah didirikan dengan nama-nama korban.
Komunitas Latin yang terjalin erat berubah selamanya ketika seorang anak berusia 18 tahun dengan riwayat diintimidasi memasuki sekolah dengan senapan serbu dan ratusan amunisi.
Saat kota Uvalde berduka atas 19 anak dan dua guru yang tewas dalam penembakan massal terbaru di AS, Jacinto Cazares, yang putrinya, Jacklyn meninggal dalam pembantaian hari Selasa, mengatakan dia berlari ke Sekolah Dasar Robb ketika dia mendengar tentang penembakan itu.
"Setidaknya ada 40 anggota penegak hukum bersenjata lengkap, tetapi tidak melakukan apa-apa (sampai) sudah terlambat," kata Cazares kepada ABC News.
Bergabung dengan orang tua lain yang berduka yang dikutip di media AS, mereka sempat mendesak polisi untuk bertindak lebih tegas, saat penembakan sekolah terburuk di AS dalam satu dekade terjadi.
"Situasinya bisa selesai dengan cepat jika mereka memiliki pelatihan taktis yang lebih baik, dan kami sebagai komunitas menyaksikannya secara langsung," kata Cazares.
"Orang tua putus asa," kata Daniel Myers, 72. "Mereka siap untuk masuk. Seorang anggota keluarga, dia berkata: 'Saya berada di militer, beri saya pistol, saya akan masuk. Saya tidak akan ragu-ragu. Saya akan masuk.'"
"Jadi ada keputusasaan di sana, ada selang waktu," katanya kepada AFP di sebuah peringatan darurat di luar sekolah, di mana salib kayu telah didirikan dengan nama-nama korban.
Komunitas Latin yang terjalin erat berubah selamanya ketika seorang anak berusia 18 tahun dengan riwayat diintimidasi memasuki sekolah dengan senapan serbu dan ratusan amunisi.