Kekayaan Kaisar Rusia Tsar Nicholas II, Salah Satu Pria Terkaya di Dunia
loading...
A
A
A
MOSKOW - Sebelum menjadi negara yang dipimpin seorang presiden seperti saat ini, Rusia merupakan negara yang dipimpin Kaisar atau yang biasa disebut Tsar.
Kaisar terakhirnya adalah Tsar Nicholas II, anak tertua dari Tsar Alexander III. Melansir Britannica, Tsar Nicholas II memiliki nama lengkap Nikolay Aleksandrovich yang lahir pada Mei 1868.
Dia memimpin Rusia sejak tahun 1894 hingga 1917. Sebagai orang terpenting di Rusia, Tsar Nicholas II disebut memiliki harta yang sangat banyak.
Ia masuk dalam jajaran pria terkaya di dunia, bahkan sampai saat ini. Laman Russia Beyond menyebut, kekayaan Tsar Nicholas II menyentuh angka USD250 miliar sampai USD300 miliar (Rp4.386 triliun). Gereja Ortodoks Rusia pun menobatkannya sebagai santo terkaya sepanjang sejarah.
Di masa itu, Tsar Nicholas II mendapat uang tunjangan tahunan sebesar 200 ribu rubel. Jika dirupiahkan saat ini, setara dengan Rp44,6 juta.
Sungguh angka yang sangat besar di tahun itu. Dana tersebut juga termasuk “dana kamar”. Artinya, Nikolay bisa menggunakannya untuk belanja barang-barang pribadi seperti pakaian, sabun, pisau cukur, dan masing banyak lagi.
Berasal dari keluarga kekaisaran membuat Tsar Nicholas II sudah bergelimang harta sejak sebelum ia lahir. Ia telah memiliki kekayaan pribadi sebesar 2 juta rubel atau Rp446 juta.
Sebagian besar kekayaannya itu ia investasikan dalam bentuk saham. Selama memerintah, Tsar Nicholas II disebutkan jarang (atau bahkan tidak pernah) membawa uang tunai.
Ia mendanai organisasi atletik sebesar 5 ribu rubel dan menghabiskan 20 ribu rubel untuk membeli seragam yang ia pamerkan ke kerabatnya di Jerman.
Secara keseluruhan, keluarga kekaisaran Rusia menyimpan kekayaannya di beberapa bank di Eropa. Total uang yang disimpan diprediksi berkisar antara 7 sampai 14 juta rubel.
Namun, jumlah pastinya tidak diketahui hingga saat ini. Selama Perang Dunia I pecah di tahun 1914 sampai 1918, Tsar Nicholas II menutup rekeningnya di Inggris.
Ia mengembalikan dana itu ke Rusia. Akan tetapi, ia tidak bisa menutup akun bank atau rekeningnya di Jerman lantaran dibekukan negara saat perang.
Kaisar terakhirnya adalah Tsar Nicholas II, anak tertua dari Tsar Alexander III. Melansir Britannica, Tsar Nicholas II memiliki nama lengkap Nikolay Aleksandrovich yang lahir pada Mei 1868.
Dia memimpin Rusia sejak tahun 1894 hingga 1917. Sebagai orang terpenting di Rusia, Tsar Nicholas II disebut memiliki harta yang sangat banyak.
Ia masuk dalam jajaran pria terkaya di dunia, bahkan sampai saat ini. Laman Russia Beyond menyebut, kekayaan Tsar Nicholas II menyentuh angka USD250 miliar sampai USD300 miliar (Rp4.386 triliun). Gereja Ortodoks Rusia pun menobatkannya sebagai santo terkaya sepanjang sejarah.
Di masa itu, Tsar Nicholas II mendapat uang tunjangan tahunan sebesar 200 ribu rubel. Jika dirupiahkan saat ini, setara dengan Rp44,6 juta.
Sungguh angka yang sangat besar di tahun itu. Dana tersebut juga termasuk “dana kamar”. Artinya, Nikolay bisa menggunakannya untuk belanja barang-barang pribadi seperti pakaian, sabun, pisau cukur, dan masing banyak lagi.
Berasal dari keluarga kekaisaran membuat Tsar Nicholas II sudah bergelimang harta sejak sebelum ia lahir. Ia telah memiliki kekayaan pribadi sebesar 2 juta rubel atau Rp446 juta.
Sebagian besar kekayaannya itu ia investasikan dalam bentuk saham. Selama memerintah, Tsar Nicholas II disebutkan jarang (atau bahkan tidak pernah) membawa uang tunai.
Ia mendanai organisasi atletik sebesar 5 ribu rubel dan menghabiskan 20 ribu rubel untuk membeli seragam yang ia pamerkan ke kerabatnya di Jerman.
Secara keseluruhan, keluarga kekaisaran Rusia menyimpan kekayaannya di beberapa bank di Eropa. Total uang yang disimpan diprediksi berkisar antara 7 sampai 14 juta rubel.
Namun, jumlah pastinya tidak diketahui hingga saat ini. Selama Perang Dunia I pecah di tahun 1914 sampai 1918, Tsar Nicholas II menutup rekeningnya di Inggris.
Ia mengembalikan dana itu ke Rusia. Akan tetapi, ia tidak bisa menutup akun bank atau rekeningnya di Jerman lantaran dibekukan negara saat perang.
(sya)