Aksi Koboi Duterte Berantas Narkoba Terinspirasi Operasi Petrus Soeharto?
loading...
A
A
A
“Lalu mayatnya ditinggalkan begitu saja,” lanjutnya. “Itu untuk shock therapy, terapi goncangan. Supaya orang banyak mengerti bahwa terhadap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya.”
Berdasarkan pemberitaan media massa yang terbit pada saat itu, sejak awal Januari 1983 Kodam Jaya telah memulai operasi pemberantasan kejahatan dengan nama “Operasi Celurit”. Dalam operasi itu, Kodam Jaya berada langsung di bawah komando Pangkopkamtib Sudomo.
Menurut keterangan Soedomo pada sebuah media cetak di Jakarta, Juli 1983, operasi itu tidak hanya ditujukan untuk menindak pelaku kejahatan, melainkan juga untuk menginventarisasi nama-nama pelakunya.
Berita-berita mengenai korban petrus yang marak di media massa menimbulkan silang pendapat. Kepala Bakin (kini BIN/Badan Intelijen Negara) Yoga Soegama menyatakan tak perlu mempersoalkan para penjahat yang mati secara misterius.
Dalam kenyataannya, sebagaimana diberitakan media massa, bertato saja sudah cukup bagi mereka dianggap sebagai penjahat untuk dihabisi oleh petrus. Di berbagai kota mayat-mayat tertembak peluru di dada atau kepala dalam keadaan tangan terikat atau dimasukan ke dalam karung, digeletakkan begitu saja di emperan toko, bantaran kali, dan di semak-semak.
Persoalan petrus yang semula dilakukan secara rahasia lambat laun tersebar di masyarakat dan bahkan mendapatkan perhatian dari dunia luar. Sejumlah organisasi, antara lain Amnesti Internasional, menyoal pembunuhan yang sadistis itu. Namun surat Amnesti Internasional dianggap sepi oleh pemerintah.
LB Moerdani, Panglima ABRI (1983-1988) yang disebut-sebut sebagai salah satu desainer Operasi Petrus itu mengatakan kalau peristiwa itu dipicu oleh perang antargenk. Ia bilang, pembunuhan-pembunuhan itu tak melibatkan tangan ABRI.
Operasi Petrus mendapat kritik tajam dari mantan Wapres Adam Malik. “Jangan mentang-mentang penjahat kerah dekil langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai negara hukum sudah terpenuhi,” ujarnya seraya mengingatkan, “Setiap usaha yang bertentangan dengan hukum akan membawa negara ini pada kehancuran. ”
Pendapat Adam Malik mendapat dukungan dari tokoh pendiri YLBHI Adnan Buyung Nasution. Ia menyatakan jika usaha pemberantasan kejahatan dilakukan hanya dengan main tembak tanpa melalui proses pengadilan maka hal itu tidak menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan. Padahal kedua masalah tersebut, paparnya, merupakan tuntutan hakiki yang diperjuangkan orang sejak zaman Romawi Kuno. “Jika cara-cara seperti itu terus dilakukan maka lebih baik lembaga pengadilan dibubarkan saja. Jika ada pejabat apapun pangkatnya dan kedudukannya, mengatakan tindakan main dor-doran itu benar, saya tetap mengatakan hal itu adalah salah,” kecamnya.
Soeharto menjawab bahwa alasan petrus karena rakyat kecil telah dipersulit oleh sekelompok manusia jahat di beberapa daerah; mereka dirampok, diperkosa, dan lain-lain. Sementara polisi dan aparat keamanan lainnya boleh dikatakan tidak berdaya, sehingga suatu shock treatment perlu diambil untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi kejahatan.
Berdasarkan pemberitaan media massa yang terbit pada saat itu, sejak awal Januari 1983 Kodam Jaya telah memulai operasi pemberantasan kejahatan dengan nama “Operasi Celurit”. Dalam operasi itu, Kodam Jaya berada langsung di bawah komando Pangkopkamtib Sudomo.
Menurut keterangan Soedomo pada sebuah media cetak di Jakarta, Juli 1983, operasi itu tidak hanya ditujukan untuk menindak pelaku kejahatan, melainkan juga untuk menginventarisasi nama-nama pelakunya.
Berita-berita mengenai korban petrus yang marak di media massa menimbulkan silang pendapat. Kepala Bakin (kini BIN/Badan Intelijen Negara) Yoga Soegama menyatakan tak perlu mempersoalkan para penjahat yang mati secara misterius.
Dalam kenyataannya, sebagaimana diberitakan media massa, bertato saja sudah cukup bagi mereka dianggap sebagai penjahat untuk dihabisi oleh petrus. Di berbagai kota mayat-mayat tertembak peluru di dada atau kepala dalam keadaan tangan terikat atau dimasukan ke dalam karung, digeletakkan begitu saja di emperan toko, bantaran kali, dan di semak-semak.
Persoalan petrus yang semula dilakukan secara rahasia lambat laun tersebar di masyarakat dan bahkan mendapatkan perhatian dari dunia luar. Sejumlah organisasi, antara lain Amnesti Internasional, menyoal pembunuhan yang sadistis itu. Namun surat Amnesti Internasional dianggap sepi oleh pemerintah.
LB Moerdani, Panglima ABRI (1983-1988) yang disebut-sebut sebagai salah satu desainer Operasi Petrus itu mengatakan kalau peristiwa itu dipicu oleh perang antargenk. Ia bilang, pembunuhan-pembunuhan itu tak melibatkan tangan ABRI.
Operasi Petrus mendapat kritik tajam dari mantan Wapres Adam Malik. “Jangan mentang-mentang penjahat kerah dekil langsung ditembak, bila perlu diadili hari ini langsung besoknya dieksekusi mati. Jadi syarat sebagai negara hukum sudah terpenuhi,” ujarnya seraya mengingatkan, “Setiap usaha yang bertentangan dengan hukum akan membawa negara ini pada kehancuran. ”
Pendapat Adam Malik mendapat dukungan dari tokoh pendiri YLBHI Adnan Buyung Nasution. Ia menyatakan jika usaha pemberantasan kejahatan dilakukan hanya dengan main tembak tanpa melalui proses pengadilan maka hal itu tidak menjamin adanya kepastian hukum dan keadilan. Padahal kedua masalah tersebut, paparnya, merupakan tuntutan hakiki yang diperjuangkan orang sejak zaman Romawi Kuno. “Jika cara-cara seperti itu terus dilakukan maka lebih baik lembaga pengadilan dibubarkan saja. Jika ada pejabat apapun pangkatnya dan kedudukannya, mengatakan tindakan main dor-doran itu benar, saya tetap mengatakan hal itu adalah salah,” kecamnya.
Soeharto menjawab bahwa alasan petrus karena rakyat kecil telah dipersulit oleh sekelompok manusia jahat di beberapa daerah; mereka dirampok, diperkosa, dan lain-lain. Sementara polisi dan aparat keamanan lainnya boleh dikatakan tidak berdaya, sehingga suatu shock treatment perlu diambil untuk menghilangkan atau paling tidak mengurangi kejahatan.