Legislatif China Sahkan Draft RUU Keamanan Nasional Hong Kong

Jum'at, 19 Juni 2020 - 16:29 WIB
loading...
Legislatif China Sahkan Draft RUU Keamanan Nasional Hong Kong
Legislatif China mensahkan draft RUU Keamanan Nasional Hong Kong. Foto/Ilustrasi
A A A
BEIJING - Legislatif China meninjau dan mengesahkan draft rancangan undang-undang (RUU) keamanan nasional untuk Hong Kong . Ini adalah langkah terbaru China untuk mendapatkan kontrol lebih lanjut atas Hong Kong.

RUU yang ditinjau oleh Komite Tetap Kongres Rakyat Nasional membahas empat tingkat kejahatan pidana baru di Hong Kong termasuk suksesi, subversi kekuasaan negara, kegiatan teroris lokal, dan berkolaborasi dengan pasukan asing atau eksternal untuk membahayakan keamanan nasional. (Baca: Abaikan Seruan Dunia, China Berlakukan UU Keamanan Nasional di Hong Kong )

China telah berusaha untuk memperluas jangkauan keamanannya ke Hong Kong setelah dua tahun aksi protes pro-demokrasi di kota itu.

Pemerintah China sedang berusaha untuk menegakkan Pasal 23 Undang-Undang Dasar yang mengatakan bahwa Hong Kong akan memberlakukan undang-undang sendiri untuk melarang segala tindakan pengkhianatan, pemisahan diri, penghasutan (atau) subversi terhadap Pemerintah Rakyat Pusat. Undang-undang itu dibuat setelah Inggris menyerahkan wilayah semi-otonomi ke daratan China pada tahun 1997, dari pemerintahan kolonial sebelumnya seperti dikutip dari Fox News, Jumat (19/6/2020).

Aksi protes lokal di Hong Kong telah mencegah penegakan hukum, tetapi pejabat China mengatakan bulan lalu bahwa undang-undang itu akan diberlakukan "tanpa penundaan." Undang-undang keamanan nasional dapat membentuk unit polisi untuk menegakkan undang-undang baru, bersama dengan menempatkan polisi rahasia di Hong Kong.

“Badan baru akan memiliki kemampuan pengumpulan intelijen, kami akan memiliki kemampuan investigasi, kami akan memiliki kelompok aksi,” kata kepala keamanan Hong Kong, John Lee Ka-chiu, kepada South China Morning Post minggu lalu.

Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo telah secara terbuka mengkritik upaya China untuk merebut kekuatan keamanan di Hong Kong dan mengatakan pada akhir Mei bahwa Hong Kong tidak lagi menikmati otonomi tingkat tinggi. (Baca: China Berlakukan UU Keamanan, Pompeo: Lonceng Kematian Otonomi Hong Kong )

Kelompok Tujuh (G7) merilis pernyataan pada hari Rabu, mengutuk keputusan China untuk memberlakukan keamanan nasional di Hong Kong.

Kelompok yang terdiri dari menteri-menteri dari AS, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, dan perwakilan tinggi Uni Eropa mengatakan bahwa upaya China secara serius membahayakan perdamaian dan kesuksesan Hong Kong.

“Keputusan China tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Hong Kong dan komitmen internasionalnya berdasarkan prinsip-prinsip Deklarasi Bersama China-Inggris yang terdaftar secara hukum dan terdaftar PBB,” bunyi pernyataan itu.

“Undang-undang keamanan nasional yang diusulkan akan beresiko secara serius merusak prinsip 'Satu Negara, Dua Sistem' dan otonomi tingkat tinggi wilayah tersebut,” sambung pernyataan itu.

"Kami juga sangat prihatin bahwa tindakan ini akan membatasi dan mengancam hak-hak dasar dan kebebasan semua penduduk yang dilindungi oleh supremasi hukum dan keberadaan sistem peradilan yang independen," kata pernyataan G7.

"Kami sangat mendesak Pemerintah China untuk mempertimbangkan kembali keputusan ini," pernyataan itu menambahkan.

Kementerian Luar Negeri China menolak pernyataan G7 dan mengatakan kelompok itu berbicara dan menunjuk dengan bebas urusan Hong Kong.

"Kami sangat menyesalkan dan dengan tegas menentang pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh para menteri luar negeri G-7," kata seorang juru bicara kementerian China dalam menanggapi pernyataan itu.

"Tekad China dalam mempromosikan hukum keamanan nasional di Hong Kong tidak tergoyahkan," tegasnya.

Sebelumnya, legislatif Hong Kong telah menyetujui sebuah RUU yang menyatakan menghina lagu kebangsaan China tindakan melawan hukum dan beberapa pemimpin partai oposisi telah ditangkap setelah ikut serta dalam demonstrasi.

"Demonstrasi panjang kami menuju demokrasi akan dipaksa ke masa penindasan yang berkepanjangan," kata aktivis Hong Kong Joshua Wong, dalam sebuah acara pro-demokrasi secara online.

"Menunjukkan penentangan terhadap hukum bisa menjadi kesaksian terakhir saya (sementara) saya masih bebas," tambah Wong.

Semenatara itu Taiwan pada Kamis kemarin mengumumkan rencana untuk mendirikan kantor khusus untuk membantu warga yang mencoba meninggalkan Hong Kong jika undang-undang baru diberlakukan.

Inggris telah mengumumkan strategi serupa untuk memberikan lebih banyak visa kepada orang-orang yang berusaha meninggalkan Hong Kong.
(ber)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0947 seconds (0.1#10.140)