Eks Presiden Ukraina: Kami Butuh Senjata, Senjata dan Senjata

Sabtu, 16 April 2022 - 20:13 WIB
loading...
Eks Presiden Ukraina: Kami Butuh Senjata, Senjata dan Senjata
Mantan presiden Ukraina Petro Poroshenko meminta komunitas internasional memasok senjata ke Kiev untuk melawan invasi Rusia. Foto/REUTERS/Andreas Gebert
A A A
KIEV - Mantan Presiden Ukraina Petro Poroshenko telah mengimbau masyarakat internasional untuk memberikan negaranya lebih banyak senjata. Selain itu, dia juga mendesak berbagai negara untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia atas invasinya ke Ukraina.

“Cara terpendek menuju perdamaian adalah dengan memasok senjata ke Ukraina,” kata Poroshenko kepada Al Jazeera, Sabtu (16/4/2022).

“Dari komunitas internasional, kami membutuhkan tiga hal: senjata, senjata, dan senjata.”

Mantan presiden itu juga meminta masyarakat internasional untuk terus memberikan sanksi kepada Rusia dan melakukan embargo pada produknya.

Poroshenko, seperti halnya Presiden Volodymyr Zelensky, juga mendesak penutupan wilayah udara Ukraina untuk melindungi warga sipil.



Menurutnya, dunia Barat harus benar-benar mengisolasi Rusia dan Presiden Vladimir Putin sebagai cara untuk menekan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina.

Poroshenko (56), yang menjabat sebagai presiden dari 2014 hingga 2019, ditempatkan di bawah penyelidikan atas pengkhianatan tingkat tinggi dan meninggalkan Ukraina pada Desember tahun lalu.

Dia sedang diselidiki karena pengkhianatan dalam kasus, yang katanya, dibuat oleh sekutu penggantinya, Presiden Volodymyr Zelensky.

Poroshenko sedang diselidiki sehubungan dengan pembiayaan kelompok separatis pro-Rusia melalui penjualan batu bara ilegal pada 2014-2015.

Dia menghadapi hukuman 15 tahun penjara jika terbukti bersalah. Namun, partainya menuduh Zelensky melakukan upaya sembrono untuk membungkam oposisi.

Salah satu orang terkaya di negara itu, Poroshenko terbang kembali ke Kiev pada Januari setelah absen selama sebulan, berjanji untuk membantu Ukraina menangkis kemungkinan invasi Rusia.

Seorang hakim Ukraina menolak permintaan jaksa untuk menahannya dan memberikan jaminan senilai USD35 juta.

Poroshenko mengatakan lebih dari 20.000 warga sipil Ukraina dibunuh oleh "orang barbar" Rusia selama perang.

Dia menyebut insiden di Mariupol sebagai "genosida" dan menuduh pasukan Rusia menggunakan senjata kimia di kota itu.

Klaim serupa dibuat awal pekan ini oleh Zelensky, yang mengatakan dalam pidato video bahwa puluhan ribu orang Ukraina kemungkinan tewas dalam serangan Rusia di Mariupol.

Jika dikonfirmasi, jumlah ini akan menjadi jumlah kematian terbesar sejauh ini yang dilaporkan di satu tempat di Ukraina, di mana kota-kota besar, kota kecil dan desa-desa telah dibombardir tanpa henti dan banyak mayat, termasuk warga sipil, terlihat di jalan-jalan.

Poroshenko juga menyerukan penyelidikan atas "kejahatan Rusia", menambahkan bahwa Ukraina tidak akan menyerah sampai negara itu dibebaskan dari pasukan Rusia.

“Kami tidak akan pernah berhenti selama Donbass Ukraina dan Crimea diduduki,” kata Poroshenko.

Dia juga meminta dari pemimpin dunia Arab untuk tidak mengirim tentara mereka untuk membantu Rusia, menambahkan bahwa dia secara khusus berbicara kepada pemerintah Suriah Bashar al-Assad yang didukung Rusia dalam perang saudaranya, yang berlanjut selama 11 tahun.

Sebelum invasi Rusia, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu telah mengunjungi Suriah untuk berbicara dengan al-Assad, karena pemerintahnya telah menyatakan “dukungan” untuk keputusan Putin yang mengakui dua wilayah yang dikuasai separatis pro-Moskow di Ukraina timur sebagai wilayah yang merdeka.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1401 seconds (0.1#10.140)