Alasan Rusia Tidak Bergabung dengan NATO
loading...
A
A
A
MOSKOW - Invasi yang dilakukan Rusia terhadap Ukraina pada akhir Februari 2022 lalu menimbulkan banyak tanda tanya besar. Meskipun Presiden Rusia Vladimir Putin sudah mengungkap alasannya melalui keterangan resmi, namun masih banyak yang mempertanyakan keputusan Putin.
Satu hal yang digarisbawahi Putin dalam keterangannya adalah kekhawatirannya terhadap ancaman yang diberikan oleh pemerintah Barat.
Ia kemudian menarik contoh ketika NATO memutuskan memindahkan infrastruktur militernya sehingga sangat berdekatan dengan Rusia.
Sementara itu, hubungan Rusia dan Ukraina memang sudah buruk sejak krisis Krimea tahun 2014. Parlemen Krimea kemudian membuat referendum dan memutuskan untuk melepaskan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia.
Belakangan Putin semakin naik pitam ketika tahu bahwa NATO getol melakukan ekspansi ke Eropa Timur dan membidik Ukraina untuk bergabung.
NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara umumnya diisi oleh negara-negara Eropa, tentunya selain Amerika.
Secara logika, Ukraina yang masih berada di wilayah Eropa seharusnya bisa bergabung dengan NATO. Namun, hal ini justru ditentang Rusia.
Yang juga menarik untuk diketahui, mengapa Rusia sama sekali tidak ingin bergabung dengan NATO, padahal negara tersebut juga berada di Benua Eropa?
Laman the Moscow Time mengungkap beberapa alasan Negeri Beruang Merah itu enggan melaju bersama NATO.
Seperti yang diketahui, NATO yang dinahkodai Amerika Serikat itu mengharuskan negara-negara anggotanya untuk bersikap demokratis terhadap angkatan bersenjata masing-masing negara anggota.
Masyarakat sipil juga bisa ikut mengendalikan eksistensi militer negaranya. Hal itu, bagi Rusia, sangat dilarang. Kontrol sipil atas militer Rusia tidak dibenarkan Putin dan bertentangan dengan prinsipnya.
Selama dirinya masih memimpin (meskipun sudah digantikan dengan orang lain), Rusia tidak akan membiarkan pihak sipil mengatur militernya.
Alasan lainnya, Rusia tidak ingin membagikan rahasia militernya kepada NATO. Khususnya, mengenai senjata nuklirnya.
Negara pecahan Uni Soviet ini dikenal memiliki senjata-senjata militer yang sangat apik dengan teknologi tinggi. Sebut saja hulu ledak nuklir, Tsar Bomba, dan rudal jelajah Kalibr.
NATO sendiri menerapkan prinsip transparansi kerja sama, yang notabene dihindari oleh Rusia.
Kiamat Bagi CSTO
Rusia memprakarsai berdirinya CSTO atau Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif yang resmi berdiri pada 14 Februari 1992. Isinya adalah 6 negara pecahan Soviet, yakni Rusia, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Tajikistan.
Melansir European Academic Research bertajuk ‘Collective Security Treaty Organization (CSTO) and Central Asian Region: Opportunities and Challenges’, pembentukan CSTO dikhususkan untuk menjaga keamanan internal dan tidak ada sangkut pautnya dengan ranah politik.
Selain itu, CSTO juga akan menjaga masing-masing negara anggota dalam keadaan positif. Apalagi, menyoal perbatasan.
Fungsi lain adanya CSTO adalah mengadang peredaran narkoba, teror kelompok bersenjata, dan sigap atas bahaya yang datang dari negeri luar.
Keberadaan CSTO memang selalu dibandingkan dengan eksisnya NATO. Jika dilihat dari sisi keanggotaan, CSTO sudah pasti kalah jumlah.
Sampai saat ini, NATO memiliki anggota sebanyak 30 negara. Sementara CSTO hanya memiliki 6 anggota.
Apabila Rusia bergabung dengan NATO, sudah pasti akan menjadi akhir yang kelam bagi CSTO.
Satu hal yang digarisbawahi Putin dalam keterangannya adalah kekhawatirannya terhadap ancaman yang diberikan oleh pemerintah Barat.
Ia kemudian menarik contoh ketika NATO memutuskan memindahkan infrastruktur militernya sehingga sangat berdekatan dengan Rusia.
Sementara itu, hubungan Rusia dan Ukraina memang sudah buruk sejak krisis Krimea tahun 2014. Parlemen Krimea kemudian membuat referendum dan memutuskan untuk melepaskan diri dari Ukraina dan bergabung dengan Rusia.
Belakangan Putin semakin naik pitam ketika tahu bahwa NATO getol melakukan ekspansi ke Eropa Timur dan membidik Ukraina untuk bergabung.
NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara umumnya diisi oleh negara-negara Eropa, tentunya selain Amerika.
Secara logika, Ukraina yang masih berada di wilayah Eropa seharusnya bisa bergabung dengan NATO. Namun, hal ini justru ditentang Rusia.
Yang juga menarik untuk diketahui, mengapa Rusia sama sekali tidak ingin bergabung dengan NATO, padahal negara tersebut juga berada di Benua Eropa?
Laman the Moscow Time mengungkap beberapa alasan Negeri Beruang Merah itu enggan melaju bersama NATO.
Seperti yang diketahui, NATO yang dinahkodai Amerika Serikat itu mengharuskan negara-negara anggotanya untuk bersikap demokratis terhadap angkatan bersenjata masing-masing negara anggota.
Masyarakat sipil juga bisa ikut mengendalikan eksistensi militer negaranya. Hal itu, bagi Rusia, sangat dilarang. Kontrol sipil atas militer Rusia tidak dibenarkan Putin dan bertentangan dengan prinsipnya.
Selama dirinya masih memimpin (meskipun sudah digantikan dengan orang lain), Rusia tidak akan membiarkan pihak sipil mengatur militernya.
Alasan lainnya, Rusia tidak ingin membagikan rahasia militernya kepada NATO. Khususnya, mengenai senjata nuklirnya.
Negara pecahan Uni Soviet ini dikenal memiliki senjata-senjata militer yang sangat apik dengan teknologi tinggi. Sebut saja hulu ledak nuklir, Tsar Bomba, dan rudal jelajah Kalibr.
NATO sendiri menerapkan prinsip transparansi kerja sama, yang notabene dihindari oleh Rusia.
Kiamat Bagi CSTO
Rusia memprakarsai berdirinya CSTO atau Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif yang resmi berdiri pada 14 Februari 1992. Isinya adalah 6 negara pecahan Soviet, yakni Rusia, Armenia, Belarusia, Kazakhstan, Kyrgyzstan, dan Tajikistan.
Melansir European Academic Research bertajuk ‘Collective Security Treaty Organization (CSTO) and Central Asian Region: Opportunities and Challenges’, pembentukan CSTO dikhususkan untuk menjaga keamanan internal dan tidak ada sangkut pautnya dengan ranah politik.
Selain itu, CSTO juga akan menjaga masing-masing negara anggota dalam keadaan positif. Apalagi, menyoal perbatasan.
Fungsi lain adanya CSTO adalah mengadang peredaran narkoba, teror kelompok bersenjata, dan sigap atas bahaya yang datang dari negeri luar.
Keberadaan CSTO memang selalu dibandingkan dengan eksisnya NATO. Jika dilihat dari sisi keanggotaan, CSTO sudah pasti kalah jumlah.
Sampai saat ini, NATO memiliki anggota sebanyak 30 negara. Sementara CSTO hanya memiliki 6 anggota.
Apabila Rusia bergabung dengan NATO, sudah pasti akan menjadi akhir yang kelam bagi CSTO.
(sya)