Pernah Diancam Dibom Nuklir, Eks Presiden Georgia Anggap Putin Tak Waras

Senin, 14 Maret 2022 - 13:46 WIB
loading...
Pernah Diancam Dibom Nuklir, Eks Presiden Georgia Anggap Putin Tak Waras
Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan menggunakan senjata nuklir dalam perangnya di Ukraina. Georgia juga pernah diancam serupa ketika diserang tahun 2008. Foto/REUTERS
A A A
TBILISI - Mantan presiden Georgia, Mikheil Saakashvili, mengaku negaranya pernah diancam dibom nuklir oleh Presiden Rusia Vladimir Putin . Dia pun tak heran jika ancaman itu kembali keluar ketika Moskow menginvasi Ukraina .

Saakashvili pernah menjabat dua periode berturut-turut sebagai Presiden Georgia dari 2004 hingga 2013. Dia juga berpengalaman dalam politik Ukraina karena pernah menjadi Gubernur Odessa Oblast Ukraina dari 2015 hingga 2016.

Dia, yang sekarang menjadi pemimpin oposisi Georgia, memiliki pengalaman luas dalam bernegosiasi dengan Putin dan telah merasakan kemarahan Moskow dalam banyak kesempatan.

Pada tahun 2008, yakni saat Saakashvili berkuasa, pasukan Rusia menyerbu Georgia sebagai tanggapan atas keputusannya untuk mengirim tentara Georgia ke provinsi Ossetia Selatan yang memberontak.



Konflik berlangsung selama lima hari dan berakhir dengan pasukan Rusia datang dalam jarak yang sangat dekat dari Tbilisi, ibu kota Georgia.

Lantaran negaranya pernah diancam dibom nuklir oleh Rusia, Saakashvili berpendapat Putin adalah sosok yang tidak waras atau sudah keluar dari pikirannya.

"Putin adalah pengganggu jalanan yang sekarang keluar dari pikirannya," katanya kepada Express.co.uk, yang dilansir Senin (14/3/2022).

Dia mengaku pernah memperingatkan Amerika Serikat ketika Putin mengancam akan menggunakan senjata nuklir.

"Sudah pada tahun 2006 saya memperingatkan orang Amerika bahwa dia mengancam saya dan negara saya dengan rudal nuklir taktis," ujarnya.

"Teman Amerika saya mengira saya melebih-lebihkan."

Banyak analis menganggap ancaman penggunaan senjata nuklir oleh Putin dalam invasi ke Ukraina ditujukan terhadap NATO dan sekutunya.

Ancaman itu muncul ketika Putin memerintahkan Menteri Pertahanan dan Kepala Staf Umum Militernya untuk menempatkan pasukan pencegah nuklir dalam layanan siap tempur.

Saakashvili yakin musuh bebuyutannya, Rusia, tidak akan berhasil dalam kampanye militernya di Ukraina dan berekspektaksi itu bisa menjadi "Afghanistan Slavia" -nya.

"Dia tidak akan mencapai tujuan militernya," ujarnya.

"Dia tidak akan berhasil di Ukraina-itu adalah 'Afghanistan Slavia'-nya."

Rusia selama ini berdalih Ukraina bersikeras tidak ingin lagi menjadi negara netral dan bergabung ke NATO. Langkah itu dianggap membahayakan keamanan Moskow.

Namun, Saakashvili meremehkan dalih Moskow tersebut. "Tidak peduli apa yang akan dilakukan Ukraina, Rusia akan menyerang," ujarnya.

Pria berusia 53 tahun itu kembali ke negara asalnya pada awal Oktober tahun lalu untuk mencoba meningkatkan dukungan oposisi menjelang pemilu.

Dia ditangkap dan didakwa menyalahgunakan kekuasaannya atas perannya dalam menekan protes tahun 2007.

Dia telah mencap tuduhan itu bermotivasi politik dan melakukan mogok makan selama 50 hari untuk memprotes perlakuannya di penjara.

Masih di penjara, Saakashvili telah memulai mogok makan baru, karena dia terus memprotes ketidakbersalahannya.

"Saya mengalami mogok makan selama 50 hari, hampir mati karena saya disiksa dan menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi dan merendahkan secara paralel, dan dibiarkan dengan kondisi neurologis berat dan PTSD," paparnya.

"Sekarang saya melakukan mogok makan baru."

Saakashvili percaya bahwa Putin berada di balik penangkapan dan pemenjaraannya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1002 seconds (0.1#10.140)