Pakar: Manuver China di Laut Natuna Utara Harus Disikapi Tegas
loading...
A
A
A
"Kami juga melihat peraturan perundangan terkait secara internasional, kami juga melihat peraturan domestik yang berlaku, apa saja norma hukum yang diremehkan oleh aktor China," ujar Heidi menjelaskan hasil penelitian CNA.
Dari semua insiden pelanggaran di zona perairan negara lain, kecuali satu kasus, menurut Heidi, Beijing berusaha meminimalkan dampak negatif terhadap citra China dengan membantah atau mengaburkan tuduhan bahwa mereka terlibat dalam perilaku ilegal tersebut.
"Strategi RRC untuk menyangkal dan mengaburkan perilaku buruk ini sangat mengganggu dan dapat menciptakan kesan bahwa, Beijing secara terang-terangan melanggar hukum, aturan, dan norma-norma internasional, bukan mengakui dan menangani perilaku ilegal dari beberapa aktor RRC," papar Heidi di acara yang dihelat Jakarta Defence Studies (JDS) dengan diikuti 70 lebih wartawan media nasional dan daerah ini.
Heidi juga menyebut, China memiliki kapal armada untuk menangkap ikan di laut lepas. China juga memiliki banyak sekali boat yang estimasinya mencapai 10 ribu armada, serta China juga mengoperasikan kapal besar dan modern, termasuk armada militernya.
Berbagai pelanggaran kapal individu atau perusahaan milik China yang kedapatan melanggar harusnya juga menjadi tanggung jawab pemerintah China.
"Seluruh kapal mereka beroperasi secara global. saat saya menyebutkan saya sebutkan RRC. Aktor China harus mematuhi tentang hukum laut atau UNCLOS, Beijing bertanggung jawab terhadap perilaku China di luar negeri. Pasal 94, negara RRC bertanggung jawab memastikan kapal mereka mematuhi peraturan perundangan berlaku, RRC harus memastikan pelaku pelanggaran bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukan," ucap Heidi.
Research Analyst Ryan Loomis menyatakan, CNA mengamati pemerintah China selalu menggunakan metode silent atau sunyi jika ditemukan ada kasus kapal mereka melakukan pelanggaran maritim di negara lain.
"Silent itu merupakan taktik yang kami amati. Kasus oleh aktor China ini, tidak ada media China yang merespon tuduhan tersebut. Kemudian kapal China juga menyangkal semua tuduhan terlepas dari berbagai perbedaan transhipment di laut lepas," ungkap Ryan.
Dari kasus itu, Ryan mendapati, ternyata pernyataan resmi, baik pemerintah Beijing maupun media di China malah menunjukkan respon, mereka sangat mematuhi hukum keamanan di laut.
Bahkan, respon mereka terkat kapal China menabrak kapal lain dan melakukan maneuver tidak aman, malah menyangkal tuduhan terkait pemberitaan di media luar.
Dari semua insiden pelanggaran di zona perairan negara lain, kecuali satu kasus, menurut Heidi, Beijing berusaha meminimalkan dampak negatif terhadap citra China dengan membantah atau mengaburkan tuduhan bahwa mereka terlibat dalam perilaku ilegal tersebut.
"Strategi RRC untuk menyangkal dan mengaburkan perilaku buruk ini sangat mengganggu dan dapat menciptakan kesan bahwa, Beijing secara terang-terangan melanggar hukum, aturan, dan norma-norma internasional, bukan mengakui dan menangani perilaku ilegal dari beberapa aktor RRC," papar Heidi di acara yang dihelat Jakarta Defence Studies (JDS) dengan diikuti 70 lebih wartawan media nasional dan daerah ini.
Heidi juga menyebut, China memiliki kapal armada untuk menangkap ikan di laut lepas. China juga memiliki banyak sekali boat yang estimasinya mencapai 10 ribu armada, serta China juga mengoperasikan kapal besar dan modern, termasuk armada militernya.
Berbagai pelanggaran kapal individu atau perusahaan milik China yang kedapatan melanggar harusnya juga menjadi tanggung jawab pemerintah China.
"Seluruh kapal mereka beroperasi secara global. saat saya menyebutkan saya sebutkan RRC. Aktor China harus mematuhi tentang hukum laut atau UNCLOS, Beijing bertanggung jawab terhadap perilaku China di luar negeri. Pasal 94, negara RRC bertanggung jawab memastikan kapal mereka mematuhi peraturan perundangan berlaku, RRC harus memastikan pelaku pelanggaran bertanggungjawab atas pelanggaran yang dilakukan," ucap Heidi.
Research Analyst Ryan Loomis menyatakan, CNA mengamati pemerintah China selalu menggunakan metode silent atau sunyi jika ditemukan ada kasus kapal mereka melakukan pelanggaran maritim di negara lain.
"Silent itu merupakan taktik yang kami amati. Kasus oleh aktor China ini, tidak ada media China yang merespon tuduhan tersebut. Kemudian kapal China juga menyangkal semua tuduhan terlepas dari berbagai perbedaan transhipment di laut lepas," ungkap Ryan.
Dari kasus itu, Ryan mendapati, ternyata pernyataan resmi, baik pemerintah Beijing maupun media di China malah menunjukkan respon, mereka sangat mematuhi hukum keamanan di laut.
Bahkan, respon mereka terkat kapal China menabrak kapal lain dan melakukan maneuver tidak aman, malah menyangkal tuduhan terkait pemberitaan di media luar.