Pemberontak Ukraina Minta Bantuan Militer kepada Putin
loading...
A
A
A
MOSKOW - Republik Donbass yang baru diakui di Lugansk dan Donetsk secara resmi telah meminta bantuan militer kepada Rusia dalam surat yang diterbitkan pada hari Rabu.
Di dalamnya, para pemimpin mereka mengklaim bahwa "agresi"baru Ukraina meningkat sejak Moskow mengakui wilayah itu sebagai negara merdeka, awal pekan ini.
Kepala Republik Rakyat Donbass (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) menulis kepada Presiden Rusia Vladimir Putin secara terpisah, tetapi kedua surat itu bertanggal Selasa, 22 Februari.
Denis Pushilin dari DPR dan mitranya dari LPR Leonid Pasechnik menggunakan pasal tiga dan empat dari perjanjian mereka yang baru diratifikasi tentang kerja sama dan bantuan timbal balik dengan Rusia, meminta Moskow untuk “memberikan bantuan dalam memukul mundur agresi militer rezim Ukraina,” yang mereka klaim mengobarkan perang melawan mereka.
Kedua pemimpin mengajukan pasal 3 dan 4 dari perjanjian yang baru diratifikasi tentang kerja sama dan bantuan timbal balik dengan Rusia, meminta Moskow untuk “memberikan bantuan dalam memukul mundur agresi militer rezim Ukraina,” yang mereka katakan sedang dilancarkan terhadap mereka.
"Agresi Ukraina meningkat," tulis Pushilin mengutip dugaan peningkatan pemboman artileri yang menargetkan infrastruktur sipil penting dan dilaporkan menyebabkan 300.000 orang tanpa air setelah saluran air utama republik itu terkena.
Pemimpin DPR mengklaim Ukraina melanjutkan apa yang disebutnya "genosida" terhadap warga sipil, yang tampaknya telah memaksa evakuasi lebih dari 40.000 orang sejauh ini.
“Tindakan rezim Kiev bersaksi bahwa mereka tidak memiliki keinginan untuk melaksanakan perjanjian Minsk dan menghentikan perang di Donbass,” tulis Pasechnik, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (24/2/2022).
Ia menambahkan bahwa Ukraina menerima bantuan militer dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya dan “berorientasi untuk mengakhiri berkonflik dengan LPR secara paksa.”
Pasechnik juga mencatat bahwa lebih dari 51.000 orang telah dievakuasi dari Lugansk sejauh ini, lebih dari setengahnya adalah anak-anak.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan tidak ada serangan militer yang ditujukan ke dua wilayah itu, yang dianggap Kiev sebagai wilayah pemberontak yang "diduduki sementara". Ukraina juga menuduh DPR dan LPR melakukan insiden “false flag” terhadap warga sipil mereka sendiri untuk membenarkan “invasi Rusia.”
Donetsk dan Lugansk mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari Ukraina pada tahun 2014, setelah protes yang didukung Barat berakhir dengan kudeta yang menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis di Kiev. Upaya militer Ukraina untuk menaklukkan daerah itu dengan paksa gagal, mengakibatkan gencatan senjata yang tidak nyaman ditandatangani di Minsk, Belarusia – pertama pada September 2014, kemudian pada Februari 2015.
Moskow telah lama menolak untuk mengakui kedua republik itu, menunjuk ke Minsk dan menyebut konflik itu sebagai masalah internal Ukraina. Namun, pada hari Senin, Putin mengatakan bahwa Kiev secara terbuka menolak untuk mematuhi kewajibannya dan menandatangani dekrit tentang pengakuan Donetsk dan Lugansk yang "sudah lama tertunda".
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
Di dalamnya, para pemimpin mereka mengklaim bahwa "agresi"baru Ukraina meningkat sejak Moskow mengakui wilayah itu sebagai negara merdeka, awal pekan ini.
Kepala Republik Rakyat Donbass (DPR) dan Republik Rakyat Lugansk (LPR) menulis kepada Presiden Rusia Vladimir Putin secara terpisah, tetapi kedua surat itu bertanggal Selasa, 22 Februari.
Denis Pushilin dari DPR dan mitranya dari LPR Leonid Pasechnik menggunakan pasal tiga dan empat dari perjanjian mereka yang baru diratifikasi tentang kerja sama dan bantuan timbal balik dengan Rusia, meminta Moskow untuk “memberikan bantuan dalam memukul mundur agresi militer rezim Ukraina,” yang mereka klaim mengobarkan perang melawan mereka.
Kedua pemimpin mengajukan pasal 3 dan 4 dari perjanjian yang baru diratifikasi tentang kerja sama dan bantuan timbal balik dengan Rusia, meminta Moskow untuk “memberikan bantuan dalam memukul mundur agresi militer rezim Ukraina,” yang mereka katakan sedang dilancarkan terhadap mereka.
"Agresi Ukraina meningkat," tulis Pushilin mengutip dugaan peningkatan pemboman artileri yang menargetkan infrastruktur sipil penting dan dilaporkan menyebabkan 300.000 orang tanpa air setelah saluran air utama republik itu terkena.
Pemimpin DPR mengklaim Ukraina melanjutkan apa yang disebutnya "genosida" terhadap warga sipil, yang tampaknya telah memaksa evakuasi lebih dari 40.000 orang sejauh ini.
“Tindakan rezim Kiev bersaksi bahwa mereka tidak memiliki keinginan untuk melaksanakan perjanjian Minsk dan menghentikan perang di Donbass,” tulis Pasechnik, seperti dikutip dari Russia Today, Kamis (24/2/2022).
Ia menambahkan bahwa Ukraina menerima bantuan militer dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Barat lainnya dan “berorientasi untuk mengakhiri berkonflik dengan LPR secara paksa.”
Pasechnik juga mencatat bahwa lebih dari 51.000 orang telah dievakuasi dari Lugansk sejauh ini, lebih dari setengahnya adalah anak-anak.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menegaskan tidak ada serangan militer yang ditujukan ke dua wilayah itu, yang dianggap Kiev sebagai wilayah pemberontak yang "diduduki sementara". Ukraina juga menuduh DPR dan LPR melakukan insiden “false flag” terhadap warga sipil mereka sendiri untuk membenarkan “invasi Rusia.”
Donetsk dan Lugansk mendeklarasikan kemerdekaan mereka dari Ukraina pada tahun 2014, setelah protes yang didukung Barat berakhir dengan kudeta yang menggulingkan pemerintah yang terpilih secara demokratis di Kiev. Upaya militer Ukraina untuk menaklukkan daerah itu dengan paksa gagal, mengakibatkan gencatan senjata yang tidak nyaman ditandatangani di Minsk, Belarusia – pertama pada September 2014, kemudian pada Februari 2015.
Moskow telah lama menolak untuk mengakui kedua republik itu, menunjuk ke Minsk dan menyebut konflik itu sebagai masalah internal Ukraina. Namun, pada hari Senin, Putin mengatakan bahwa Kiev secara terbuka menolak untuk mematuhi kewajibannya dan menandatangani dekrit tentang pengakuan Donetsk dan Lugansk yang "sudah lama tertunda".
Lihat Juga: 5 Negara Sahabat Korea Utara, Semua Musuh AS Termasuk Pemilik Bom Nuklir Terbanyak di Dunia
(ian)